Gym Sensation

29.1K 1.5K 79
                                    

Mimi

Setelah ciuman malam itu, baru sekarang aku bertemu Oslo lagi. Dua hari terakhir, dia berada di Singapura untuk mengikuti konferensi.

Sepertinya hanya aku saja yang terpengaruh oleh ciuman itu. Oslo malah sebaliknya.

Malam itu, aku tidak bisa tidur. Aku menyesal tidak mengajak Oslo mampir. Kalau bisa memutar waktu, aku akan menawarkan agar dia mampir. Jadi aku bisa mengulang malam panas di Bali.

Semua salahku. Aku dilanda ragu dan tidak yakin dengan apa yang kulihat. Aku mengartikan tatapan Oslo bahwa dia menginginkanku, tapi ada yang menahannya. Namun aku malah membuang-buang waktu dengan ragu-ragu. Akhirnya, aku malah gigit jari.

Momen itu tidak akan terulang. Seharusnya aku memanfaatkannya dengan baik.

"Oke, sih. Pakai Travelia aja, quotation dia lebih make sense harganya. Reviewnya juga bagus."

Ucapan Oslo mengembalikanku ke masa sekarang, ke tengah ruang meeting. Aku seakan diingatkan bahwa saat ini aku sedang meeting dengan Oslo.

"Soal lokasi enggak ada masalah?" Tanyaku. Aku sedang membahas perihal team outing bersama Oslo.

"Masih on budget, jadi go ahead." Oslo menutup laptopnya dan menatapku. "Anything else?"

Yes, pleasekissmeagain.

Sekarang aku mengerti mengapa ada peraturan yang melarang untuk pacaran dengan sesama rekan kerja. Karena sekarang saja aku enggak bisa berkonsentrasi. Pikiranku sibuk memikirkan momen ciuman bersama Oslo di saat seharusnya aku fokus ke meeting ini.

Padahal kalau dipikir-pikir, selama sekantor dengan Drew, tak pernah sekalipun terbersit keinginan mencuri waktu di jam kerja untuk bermesraan.

Aku menghela napas panjang dan menggeleng. "Nanti quotation dari Travelia aku share ke Mas Oslo dan kalau sudah oke, aku bisa proceed untuk payment."

"Jadwal keberangkatan?"

"Dari kalender masing-masing, enggak ada masalah sama tanggal yang diajuin. Nanti aku make sure lagi sama Mas Stevie," sahutku.

Oslo mengangguk singkat sebelum bangkit berdiri. Dari posisi duduk seperti ini, Oslo tampak begitu menjulang.

"Ok, good job. Rundown dan yang lainnya nanti kita bahas kalau sudah fix," ucapnya. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia meninggalkanku.

Sepeninggal Oslo, aku terduduk lemas di kursi. Meeting singkat yang sangat menguras emosi.

Aku sedang membereskan laptop ketika Nina tiba-tiba menghambur ke dalam ruang meeting.

"Jadinya ke mana?" Tanyanya penuh harap.

Aku mengunci mulut rapat-rapat. "Tunggu pemberitahuan resmi aja."

Nina mengerang. Dia memegang tanganku, mata bulatnya tampak memancarkan permohonan. Aku harus menahan diri kuat-kuat untuk tidak membocorkan rencana outing ini kepadanya.

"Yah Mimi." Nina memberengut. "Gue tanya Stevie ajalah."

Aku sudah membuka mulut untuk mencegahnya, tapi Nina sudah telanjur meninggalkanku. Lagi, aku membuang kesempatan untuk menegurnya soal hubungannya dan Stevie.
***

"Kalian enggak ada yang mau lari?" Reggy menatapku dan Nina berganti-gantian.

Nina menggeleng kencang.

"Gue ikut, deh."

Pemberitahuan itu membuat Nina dan Reggy menatapku.

"Tumben," celetukku.

Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)Onde histórias criam vida. Descubra agora