I Love You

16.9K 1.6K 97
                                    

Mimi

Aku terpaksa membawa Oslo kembali ke kantor. Di sana ada kotak P3K yang bisa dipakai untuk mengobati lukanya. Aku tidak habis pikir, mengapa dia malah berantem dengan Om Satrio? Di lobi kantor?

Cinta memang bisa membuat orang gila. Namun cinta di tempat yang salah nyatanya bisa membuat orang benar-benar kehilangan akal sehat.

Aku juga masuk ke dalam kategori tersebut. Seharusnya aku tidak mempedulikan Oslo. Namun saat melihat luka-luka di wajahnya, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja.

Om Satrio memberitahu bahwa dia menunggu di lobi kantor. Aku sebenarnya enggan menemuinya, tapi aku tidak bisa mengelak. Alangkah terkejutnya ketika sampai di lobi, aku mendapati Om Satrio menghajar Oslo.

"Kenapa enggak dilawan, sih?" tanyaku.

Oslo meringis ketika aku mengoleskan Betadine ke pelipisnya yang luka.

"Cari mati lawan orang gila."

Aku mendengkus, kesulitan untuk menahan diri agar tidak tersenyum.

"Lagian ngapain sih berantem segala?"

Oslo melirikku sambil meringis menahan sakit. "Tanya sana sama Om kamu. Dia yang tiba-tiba datang terus mengamuk."

Hatiku seperti dipilin ketika melihat Om Satrio memukul Oslo habis-habisan dan Rosie berdiri di sana, hanya menangis, tanpa melakukan apa-apa. Aku ingin berteriak di depannya, ingin tahu apakah sekarang dia senang melihat dua orang pria bertengkar karena dia?

Aku semakin membenci Rosie. Seperti aku membenci Om Satrio. Sisa harapan yang kumiliki, bahwa Om Satrio menyesal dengan perselingkuhannya dan ingin menebus dosa kepada Tante Rahmi, hancur berantakan hingga tak ada yang tersisa.

Om Satrio yang gelap mata menghajar Oslo membuktikan bahwa perasaannya kepada Rosie nyata.

Dan aku, yang memilih mengobati Oslo, juga membuktikan bahwa perasaanku kepadanya nyata.

Hatiku diremas hingga hancur tak bersisa ketika di hadapanku terpampang nyata cinta sepihak yang tak berbalas.

"Enak ya jadi cantik kayak Rosie. Dibelain dua orang sekaligus, sampai rela luka-luka begini," sindirku.

Ucapan Nava mengakar di benakku. Melihat Oslo rela menerima pukulan Om Satrio demi Rosie membuktikan bahwa ucapan Nava benar.

"Ngomong apaan, sih, Mi," tukas Oslo.

Aku mendengkus. "Lihat tuh, luka-luka."

"Pukulan si berengsek itu keras juga." Oslo menggerutu. "Tapi, aku masih ganteng, kan, Mi?"

Aku memasang wajah datar, tidak ingin terpengaruh oleh candaan Oslo.

Sepertinya Oslo menyadari suasana hatiku yang sedang buruk. Dia tidak lagi berusaha melucu atau membuat suasana jadi riang. Sebagai gantinya, dia menatapku lekat-lekat.

"Kamu kenapa, sih, Mi? Enggak biasa-biasanya kamu begini."

Mimi yang sebenarnya tentu berbeda dengan Mimi yang dikenal Oslo. Mimi yang dikenal Oslo hanya sosok riang yang bisa diajak bersenang-senang, berhubungan seks tanpa ikatan yang jelas.

Mimi yang sebenarnya mencintai Oslo tapi sadar diriku tidak cukup layak untuknya.

"Kamu mau ikut ke tempatku?"

Pertanyaan Oslo membuatku tersentak. Aku menatapnya curiga.

"Kenapa tiba-tiba nawarin?"

"Kalau itu bisa bikin kamu berhenti ngambek."

Yes, Baby! (Buku Kedua dari Yes Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang