26 - Malam terakhir

36 4 0
                                    

"berharap sama manusia itu taruhannya kecewa"

------------------------------

"Gue sakit hati sama dia, gue gak mau temenan sama dia lagi. Gue gak mau kenal dia lagi!" Lontar gue dengan penuh energi amarah di setiap katanya. Denta terlihat sedikit bingung.

"Siapa? Lo habis main sama Gelsa kan tadi sore? Lo diapain sama dia?"

"Bukan! Gue ngomongin kak Vania" Denta langsung memasang wajah melas saat mendengar nama itu. Denta berdecak keras sembari memutar bola mata melas. "Lo nangis karna dia lagi? Apa lagi?" Jawab nya sudah sangat malas.

"Kali ini gue bener-bener udah males, Ta. Lo tau? Gue di tuduh suka sama dia"

"HAH?! Apaan banget tu orang! Trus lo nangis kenapa?"

"Dia jauhin gue karna mikir gitu! Gue cuma pengen temenan, Ta... Itu doang" rengek gue menjelaskan sebisanya di hadapan Denta. Denta beranjak dari kursinya lalu menekuk lututnya berdimpuh didepan gue. "Dari kemaren gue udah sering bilang ke lo, gak usah temenan sama dia lagi. Sekarang gue tanya, manfaatnya lo temenan sama dia apa? Rugi apa lo kalo berhenti temenan sama tu manusia?" Sarkas Denta dengan wajah serius. Gue cuma bisa diam dengan kepala tertunduk.

Perlahan gue kembali menaikkan pandangan dan menatap Denta. "Dia tau cara perlakuin gue, Ta. Gue seneng banget akhirnya bisa punya kakak, dan-"

"DIA UDAH NGELAKUIN APA AJA SEBAGAI KAKAK LO? SAMPAI LO BERPIKIR KALAU DIA MANUSIA TERBAIK YANG PERNAH LO KENAL? APA?!" bentak Denta berdiri cepat dari posisi duduknya. Gue memasang wajah kaget dan heran, melihat Denta semarah itu.

"Ta?"

"Nar!! Lo inget ya, yang ada disamping lo selama ini tuh gue! Bukan kakak lo itu! Gue selalu kesini saat lo lagi kenapa-napa. Gue yang obatin luka lo sehabis dipukulin sama bokap bajingan lo itu!! Gue juga yang selalu nenangin lo kalo paru-paru lo drop di sekolah. Bahkan sekarang, gue rela ninggalin cowok gue sendirian di resto cuma buat nemuin lo. Gue setakut itu lo kenapa-napa, dan sekarang apa. Kayaknya lo gak anggap gue penting deh, Nar. Masih lebih baik kakak lo itu? Dia udah ngapain aja emang? Dia peduli sama hidup lo aja enggak"

"Ta... Kami salah paham! Kak Vania gak salah, keadaan yang salah! Kalo lo emang tau gue, harusnya lo tau siapa yang lo hadepin tadi di sekolah" Denta lalu memasang wajah heran mengerutkan keningnya mendengar perkataan gue. "Siswi dari sekolah lain yang kita liat sama kak Vania tadi itu Shelsie, Ta. Orang yang ngebully gue di bangku sekolah dasar... Yang bahkan di sekolah menengah pertama pun gue hidup dengan rasa takut buat berteman gara-gara dia!. Gimana bisa gue tenang ngeliat dia juga temenan sama kak Vania?"

"Kenapa lo gak bilang?"

"Gue gemetar, Ta! Dan lagi semuanya terjadi bersamaan. Shelsie datang diwaktu yang lagi amburadulnya. Hari ini gue baru tau kalo kak Vania jauhin gue karna mikir gue suka sama dia. Jangankan dengerin penjelasan gue, ketemu gue aja dia langsung buang muka, Ta" dengan nafas tersengal-sengal, gue kembali berbicara sangat cepat dengan emosi menggebu-gebu.

"Ya trus kenapa? Biarin aja dia! Banyak kok kakak kelas lain yang lebih baik dari dia... Mau gue cariin?!"

"Enggak!! Gue gak bakal ngebiarin nama baik gue rusak gitu aja perkara salah paham ini. Dan lagi gue tau dari kak Tanisa kalo penyebabnya itu temen sekelas mereka, kurang bodoh apa coba?! Bisa-bisanya mikir gue suka cuman dengan ngeliat interaksi gue sama kak Vania doang. Tanpa tau apapun!! Gue juga takut kalau Shelsie tau masalah itu dan bilang yang enggak-enggak ke kak Vania!" Sambung gue. Gue diam sejenak mengambil nafas berat lalu kembali membuka mulut dengan air mata yang entah kenapa mengalir dengan sendirinya.

"Gue gak sehina itu sampai suka sama sejenis! Itu bener-bener tuduhan terendah yang pernah gue dapetin selama gue hidup! Dan sampai kapanpun gue gak bakal pernah lupa nama orang itu!" Tegas gue dengan tatapan penuh dendam, menerawang dalam kearah Denta.

"Trus sekarang mau lo apa?"

"Gue cuma mau ngehubungin kak Vania lagi, buat jelasin semuanya. Dan lagi, gue gak mau sekolah besok"

"Kenapa? Besok final lomba volly! Lo gak mau nonton gue tanding?"

"Bukan itu! Gue gak sanggup liat wajah Shelsie lagi"

"Pengecut lo gak berubah-ubah ya, Nar"

"Cuma sehari besok, gue mau istirahat bentar"

"Yaudah deh, besok gue temuin kakak lo itu"

"JANGAN!!" Teriak gue reflek menggenggam erat kedua tangan Denta. Sontak Denta heran dan memasang ekspresi bingung. "Kalo lo yang ngomong sama dia bisa berabe, lo gak bisa kontrol emosi. Apalagi lo kesalut emosi sama kak Vania. Jangan deh!" Sambung gue membujuk Denta agar kembali mengurungkan niatnya.
Denta dengan wajah datar nya tanpa berbicara mulai berjalan kearah pintu kamar gue.

Denta membuka pintu itu dan langsung keluar dan terus berjalan hingga teras rumah. Gue mengikutinya dan menatap sejenak, Denta yang sedang duduk diatas motornya hentak menghidupkan mesin motor berwarna hitam itu.

"Sampai jumpa besok, sepulang sekolah" ujar gue penuh keyakinan. Denta tidak menjawabnya, bukan berarti dia tidak mendengarnya juga. Dia hanya sengaja mengabaikan.

Kedua tangannya tengah memasangkan pengikat helm di lehernya, setelah helm itu terpasang rapi di kepalanya. Denta mengajungkan jari kelingkingnya kearah gue.

"Nar... Lo tau, gue udah muak liat lo sedih mulu karna tu kakak kelas. Selagi lo masih berhubungan sama dia, ga usah hubungin gue"

"Loh? Ta? Maksud lo apaan? Jangan gitu dong!"

"Gue gak mau denger apapun dari lo lagi, gue gak bakal ada buat lo lagi selagi lo masih maafin dia kali ini! Cukup lo harus ingat... Mulai sekarang, gue udah ga disamping lo lagi" kalimat terakhir Denta sebelum menarik tuas gas motornya dan melaju kencang tak terkendali ditengah jalanan sepi konplek perumahan itu.

Gue masih memperhatikannya dari kejauhan, melihat belakang motornya hingga benar-benar hilang tak terjangkau oleh penglihatan gue lagi. Beberapa detik setelahnya saat gue hendak membalik badan untuk kembali masuk kedalam rumah. Sepasang cahaya mobil menyorot kearah gue, itu mobil papa yang datang dari ujung jalan. Lajunya tak seperti biasa, mobil itu berjalan dengan kecepatan tinggi dan tak masuk ke pekarangan rumah.

------------------------------

To be continued...

An Older SisterWhere stories live. Discover now