BAB 01

7.2K 294 14
                                    

Pulang sekolah jam lima sore Sadya menatap langit sebentar sebelum berjalan menghampiri parkiran, naik ke motornya lalu mulai menjalankan kendaraannya perlahan.

Tidak sampai dua puluh menit Sadya sampai di pekarangan rumahnya, semakin dekat dengan rumah raut wajah Sadya semakin ditekuk.

Memasuki gerbang rumahnya Sadya mulai menghela nafas kasar, memarkirkan sepeda motornya di garasi rumah, sebelum masuk kedalam matanya melirik mobil hitam di teras, jika ada mobil itu berarti Ayahnya sedang ada dirumah.

Dengan langkah berat Sadya mulai memasuki pintu utama.

"Assalamualaikum, Sadya pulang."

Sadya tersenyum saat melihat Bunda langsung berjalan menghampirinya, dengan apron merah dan rambut di gerai Bunda masih terlihat cantik dan awet muda. "Anak Bunda udah pulang, sore banget Kak pulangnya."

"Iya, tadi ada kegiatan Osis Bun." Sahut Sadya.

Bunda tersenyum, Sadya itu pintar dan nilainya selalu memuaskan, ditambah mengikuti beberapa kegiatan sekolah membuat Bunda bangga dengan anak sulungnya ini. "Mandi gih, habis itu turun untuk makan malam." Titahnya.

Sadya mengangguk kecil, matanya melirik ke segala arah sebelum bertanya pada Sang Bunda. "Ayah. . . Mana, Bun?"

"Ada, lagi sama Galang di halaman belakang." Ucapnya.

Sadya terdiam sejenak sebelum mengangguk kecil. "Yaudah, Sadya mandi dulu ya." Dengan langkah kecil Sadya mulai pergi meninggalkan sang Bunda.

Bunda atau bisa kita katakan Helga menatap punggung sang anak dengan pandangan rumit.

Bukan ke kamar tapi langkah kaki Sadya malah menghampiri halaman belakang, melihat kegiatan sepasang Ayah dan anak yang sedang memandikan Toto burung beo peliharaan Galang.

"Iih Ayah! Airnya kena Gala tau!"

"Gak papa, sekalian mandi."

Tersenyum miris, Sadya pun mulai melangkah menjauh saat melihat tatapan lembut dan tulus terpancar dari sang Ayah.

"Enak ya jadi Galang." Gumamnya kecil.

Dari kecil Galang itu selalu dimanja, tipikal anak bungsu sekali karena semua kemauannya selalu Ayah turuti tanpa terkecuali. Melihat Galang yang sering bermain bersama Ayah membuat Sadya iri hati, melihat Galang yang bebas memeluk dan mencium Ayah membuat Sadya ingin merasakan itu.

Ayah selalu berpesan jika Sadya sebagai yang tertua maka harus lebih mengalah pada Adiknya, awalnya Sadya memang sangat menyayangi Galang. Adiknya itu lucu dan Sadya suka dengan aura positif yang ada di dalam diri Galang.

Adik kecilnya selalu terlihat tersenyum, bahkan disaat sedang sakit pun Galang tetap merekahkan senyumnya karena tidak ingin melihat keluarganya khawatir.

Saat kecil Galang itu mudah sakit, bisa dibilang penyakitan karena tubuhnya benar-benar lemah. Bagi Galang rumah kedua adalah rumah sakit, terkena gerimis sedikit saja suhu tubuh Galang akan naik.

Belum lagi penyakit asmanya, lelah sedikit saja nafas Galang akan langsung berat.

Saat Galang sakit Ayah selalu sigap.

Melihat kepanikan di raut wajah Ayah membuat Sadya kecil sedih, apa pernah saat dirinya sakit Ayah sepanik itu?

Jawabannya tidak.

Jika dirinya sakit hanya ada Bunda yang selalu menemani Sadya sampai larut malam.

Awalnya Sadya maklum saat perhatian Ayah sepenuhnya jatuh pada Galang karena Adiknya itu lemah.

MerpatiWhere stories live. Discover now