BAB 11

1.9K 166 24
                                    

Melihat Sadya berpakaian rapih dengan jaket hitam dan rambut ditata dengan menawan serta aroma parfum menyeruak sampai menerjang kamarnya membuat mulut Galang gatal ingin bertanya. Tanpa ragu Galang menghampiri Sadya yang sedang bercermin di dalam kamarnya, tanpa mengetuk pintu Galang masuk kedalam.

"Kak...mau kemana?" Tanyanya.

Sadya melirik kecil dari kaca tanpa menoleh. "Mau keluar, ada apa Gala?" Tanyanya.

Galang terdiam sebentar sebelum menggeleng kecil. "Gak papa, aku cuma nanya. . .emang Kakak mau kemana?"

"Malam Minggu biasanya anak muda ngapain lagi selain ngumpul bareng teman." Sahut Sadya. "Oh iya, kamu gak keluar? Gak bosan dan jenuh menghabiskan separuh waktu di rumah terus?" Tanya Sadya.

Ucapan Sadya sukses membuat Galang tergagap, mulutnya terbuka hendak menjawab ucapan sang Kakak namun tidak berselang lama kembali tertutup karena bingung ingin menjawab apa. Benar...malam Minggu, apa lagi yang di lakukan remaja selain berkumpul bersama teman-temannya.

Galang tersenyum kecil..lebih tepatnya tersenyum miris. Mana dia tahu... masa remajanya saja sangat membosankan seperti ini, tidak ada yang dapat dia lakukan selain terkurung di sangkar emas ini.

"O-oh, oke.. have fun Kak." Ucapnya sebelum menghilang dari kamar Sadya.

Sadya terdiam sebelum menoleh kebelakang menatap pintu tempat Galang menyembulkan kepalanya. Sadya tak salah lihat, tadi di wajah Adiknya terdapat tatapan sendu sebelum pergi meninggalkan kamarnya.

Galang kenapa?

Apa... Sadya salah berucap? Apa dirinya menyinggung Galang?

Sadya berusaha acuh, tidak ingin memikirkan hal-hal berat karena menurutnya Galang baik-baik saja. Mungkin Adiknya kecewa karena keinginannya tidak di kabulkan Ayah.

Selesai dengan penampilannya, Sadya beralih mengambil tas punggung kecil dan dompetnya serta kunci motor sebelum keluar dari kamar. Berjalan menuruni anak tangga lalu mulai melangkahkan kaki menuju pintu utama sambil bersenandung kecil.

Langkah kaki Sadya terhenti saat melihat Ayah serta Galang di sofa ruang tamu sebelum lanjut berjalan tanpa memperdulikan mereka.

"Sadya."

Langkah kaki Sadya terhenti saat Ayah memanggilnya, dengan bingung Sadya menghampiri Ayah yang sedang duduk membaca koran. "Kenapa, Ayah?" Tanyanya.

"Mau kemana?" Tanya Dion.

Sadya tanpa sadar merekahkan senyumnya, jarang-jarang Ayah bertanya seperti ini. "Keluar mau ngumpul bareng teman." Ucapnya.

Dion menaruh korannya, tatapannya terpusat pada Galang yang sedang menonton televisi tanpa memperdulikan sekitar. Tatapan anak itu terlihat sendu dan Dion tidak tahan melihatnya.

"Sehabis dari kamar kamu Galang jadi sedih, kamu bicara apa dengannya, Sadya?" Dion bertanya.

Senyum Sadya sepenuhnya luntur, memangnya Sadya berbicara apa dengan Galang sampai membuat Adiknya itu sedih?

"Sadya gak bicara aneh-aneh sama Galang." Ucapnya.

Mata Dion memincang tajam menatap si sulung. "Jangan terlalu sering pamer pada Adikmu, Sadya." Ucapnya.

Entah kenapa namun tiba-tiba Sadya emosi sendiri. Memangnya siapa yang pamer?! Kenapa Adiknya setega itu mengadu yang tidak-tidak pada Ayah. "Aku gak pernah pamer, Ayah." Ucapnya membela diri, lalu tatapan Sadya sepenuhnya jatuh pada Galang yang sama sekali tidak peduli sekitar..anak itu benar-benar menatap layar televisi dengan tatapan sendu.

Tanpa ragu Sadya menghampiri Galang, berdiri di depan Adiknya dengan tatapan marah. "Jangan terlalu manja dan melebih-lebihkan fakta, Galang. Kakak gak tau ternyata kamu se pengecut ini sampai mengadu yang tidak-tidak pada Ayah." Ucapnya kecewa.

Sadya benar-benar tidak menyangka jika Galang Adiknya akan berperilaku playing victim seperti ini. Benar-benar mengecewakan.

Dion bangkit dari duduknya, berjalan menghampiri kedua anaknya lalu--

Plak!

Pipi Sadya di tampar tanpa ragu. "Keterlaluan! Apa yang kamu ucapkan, Sadya!?"

"Dia!" Sadya menunjuk wajah Galang. "Anak kesayangan Ayah itu...aku gak pamer apapun, Ayah! Aku gak pernah pamer apapun! Tapi kenapa dia selalu mengadu yang tidak-tidak pada Ayah! Apa dia juga menjelek-jelekkan Sadya?!" Tanyanya marah.

"Galang yang salah, tapi kenapa selalu Sadya yang di salahkan! Ini nggak adil, Ayah." Sadya kembali berucap, menatap Ayahnya dengan tatapan berkaca-kaca berharap kali ini... Ayah membelanya.

Namun..

"Gala tidak pernah salah, Sadya." Dion berucap.

Itu semua sia-sia.

Tertawa kecil Sadya pun berucap. "Kalau ada Bunda pasti Bunda akan bela Sadya...Ayah gak akan berani main tangan gini." Ucapnya sebelum pergi keluar rumah.

Mengambil motor di garasi namun tak lama Sadya mendapatkan telepon. "Halo?"

"Sad! Lama banget, buruan dong kumpul. Nggak seru gak ada kamu, sekalian beli minum di toko terdekat, ya."

"Daging udah matang, tinggal nunggu kamu nih sebelum mulai mukbang."

Perlahan bibir yang semula melengkung itu naik ke atas membentuk senyum lembut. " Otw, nanti aku beli minum sama snack nya." Ucapnya.

Perlahan Sadya mulai menjalankan sepeda motornya keluar gerbang meninggalkan rumah, setidaknya meskipun bukan di rumah namun masih banyak tempat Sadya untuk bahagia dan membuat kenangan indah.

Perlahan Sadya mulai menjalankan sepeda motornya keluar gerbang meninggalkan rumah, setidaknya meskipun bukan di rumah namun masih banyak tempat Sadya untuk bahagia dan membuat kenangan indah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Galang termenung di balkon kamarnya, menatap langit malam dengan pikiran berkenalan. Di tangannya ada sebuah buku diary, tempat keduanya saat ingin menumpahkan segala keluh kesahnya selama ini selain pada sang Ayah.

Sekarang sudah pukul sebelas malam namun Kakaknya Sadya belum kunjung pulang, Galang benar-benar khawatir. Namun mengingat kejadian tadi.. melihat tatapan kecewa Kakaknya membuat Galang sedih dan takut.

Galang takut Sadya membencinya, ketakutannya membuat Galang sampai sulit tidur dan ingin memastikan jika Sadya baik-baik saja. Menunggu Sadya pulang sangat membosankan, jadi sembari menunggu Galang menumpahkan kebosanannya dengan membuka diary, membacanya berulang kali tanpa bosan.

Mendengar suara mesin motor dari bawa sontak membuat Galang langsung berlari keluar dari kamarnya menuju pintu utama, bertepatan saat Galang sampai disaat yang sama Sadya juga membuka pintu. Keduanya saling tatap sebelum Galang menunduk karena tatapan tajam Kakaknya.

"Kenapa?" Tanya Sadya.

Mulut Galang terbuka. "Untuk yang tadi--"

"Gak usah dibahas dan dipikirin. Lupain aja, sekarang kamu tidur udah larut malam." Sadya berucap dan langsung pergi menuju kamarnya.

Meninggalkan Galang sendirian di depan pintu utama, tidak dapat mencegah Kakaknya Galang hanya diam menatap punggung Sadya yang semakin lama semakin menjauh.

"Aku gak cerita apapun sama Ayah..." Bisiknya.

Galang sama sekali tidak mengadu pada Ayahnya, namun Ayahnya sendiri yang sadar. Bahkan saat Ayah dan Kakaknya bertengkar Galang tidak dengar karena pikirannya benar-benar berkelana jauh.

"Maaf..."

Galang benar-benar menyesal, karenanya hubungan Ayah dan Kakaknya menjadi buruk.

©purpelyb, 2023

MerpatiWhere stories live. Discover now