BAB 06

2.1K 183 14
                                    

Sadya dan Galang keduanya sedang duduk di ruang bersantai, menonton serial kartun kambing sambil mengunyah snack kacang.

"Lucu banget." Galang berucap tidak lupa disertai kekehan kecil.

Sebenarnya dari tadi yang menonton hanya Galang karena Sadya sibuk dengan laptopnya, dia sedang merevisi beberapa tugasnya sebagai sekretaris Osis. Kacamata melingkar manis disana serta guratan kecil saat melihat banyak typo di setiap tulisannya.

Sadya terlalu serius sampai tidak sadar jika sedari tadi Galang terus melirik-lirik ke arahnya dengan tatapan kagum, menurutnya saat Sadya sedang serius itu sangat mengagumkan.

"Asik banget ya, ini Bunda bawain minum." Helga menaruh dua gelas capuccino cincau yang baru saja dia buat. "Gala, lihat televisinya pakai kacamata anti radiasi ya nanti minus kamu nambah loh." Helga memperingati si bungsu.

Galang tersenyum dan mengangguk patuh, tangannya mengambil satu gelas capuccino dan langsung meminumnya. "Makasih capuccino nya, Bunda." Ucapnya.

Helga mengangguk tidak lupa menerbitkan senyum kecil. Tatapannya beralih pada Sadya yang masih sibuk dengan laptopnya, tangan Helga terjulur mengelus pucuk kepala si sulung. "Istirahat, jangan kecapean nugas terus. Oh iya, besok bantu Bunda bersihkan kolam ikan di belakang ya."

"Aku bisa bant-" Galang langsung menghentikan ucapannya saat melihat anggukan kepala Sadya.

Sadya mengangguk lalu menatap Bundanya. "Iya. Sekalian bersihin kandang Odi ya, Bun. Udah lama gak liat Odi."

Odi, landak mungil peliharaan Sadya, landak itu hadiah ulang tahun dari sang Bunda. Beberapa hari ini Sadya belum mengecek keadaan peliharaannya itu karena sibuk dengan tugas sekolahnya, maklum sudah kelas akhir jadi banyak yang harus di persiapkan.

"Odi sehat kan, Bun?" Tanya Sadya.

Helga bersidekap dada. "Sehat banget, makin gendut malah. Si Odi semakin hari semakin nakal, suka banget keluyuran sama banget kaya majikannya." Ucapnya.

Sadya tertawa kecil, landak peliharaannya itu memang aktif sekali bergerak. Tidak jarang Odi akan keluar kandang sendiri lalu berkeliling halaman dan menyamar menjadi batu. "Itu kan Bunda yang kasih masa--"

Bug!

Suara toples di taruh kasar di meja menghentikan ucapan Sadya.

Galang berdiri dari sofa tidak lupa dia menerbitkan senyum kecil lalu berucap. "Aku ke kamar dulu ya, mau ngerjain tugas."

Sadya terdiam menatap punggung Adiknya yang sudah pergi menjauh.

Helga mengusap kepala Sadya. "Bunda mau keluar, ada acara di rumah Bibi Kenya." Ucapnya sebelum pergi.

Sadya mengangguk kecil lalu mulai fokus pada tugasnya. Tidak terasa sudah hampir 1 jam Sadya terus menatap laptop, tangannya sudah mulai pegal namun tetap harus di paksa karena akan di serahkan besok.

Saat sedang fokus Sadya mendengar langkah kaki mendekat, menoleh kebelakang Sadya dibuat terkejut saat melihat Ayahnya. "Ayah, udah pulang?" Ucapnya lalu mulai bersalaman.

Dion mengangguk kecil, matanya tidak sengaja melirik layar laptop anaknya. "Lagi ngerjain tugas?"

Sadya mengangguk. "Iya, tugas Osis sih."

"Bagus, semangat." Ucap Dion, tatapannya mulai bergulir menatap sekeliling. "Rumah sepi banget. Pada kemana, Sadya?" Tanyanya.

"Bunda lagi ke rumah Bibi Kenya, kalau Galang. . . tidur, iya tadi sih bilangnya mau tidur." Bohong, Sadya terpaksa bohong karena jika berkata Galang sedang mengerjakan tugas maka Ayah akan langsung meninggalkannya dan beralih menghampiri Galang.

Diam-diam Sadya tersenyum saat Ayah mulai duduk disampingnya, melirik kecil ke samping guna melihat sang Ayah yang sedang menggulung lengan kemejanya. Sadya selalu kagum dengan Ayahnya, cita-cita Sadya itu jadi guru sama seperti pekerjaan Ayahnya saat ini.

Ayahnya itu dosen di salah satu Universitas terkenal di kota tempat mereka tinggal.

Dion menyodorkan sekotak donat kehadapan si sulung. "Ambil, tadi Ayah beli." Ucapnya.

Dengan senang Sadya mulai membuka kotak donat dihadapannya, tapi senyum Sadya perlahan luntur saat melihat beberapa donat disana. Dion yang bingung karena anaknya hanya menatap donat tanpa menyentuhnya pun bertanya. "Kenapa, Sadya?"

Sadya tersenyum miris. "Ini donat kesukaan Galang semua. Aku alergi kacang kalau Ayah lupa." Ucapnya.

Dion terdiam.

Dengan tenang Sadya mulai menutup boks berisi donat itu lalu kembali mengerjakan tugasnya.

Bukan sekali dua kali seperti ini jadi Sadya tidak akan sakit hati, sudah dari dulu terus-terusan mengalah dan dilupakan membuat hati Sadya sudah seperti besi.

Bukan sekali dua kali seperti ini jadi Sadya tidak akan sakit hati, sudah dari dulu terus-terusan mengalah dan dilupakan membuat hati Sadya sudah seperti besi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Liburan sekolah bagi anak SD adalah hal yang terus di nanti-nanti. Begitupun dengan Sadya dan Galang.

Helga menaruh cookies dan minuman di meja, lalu duduk bergabung bersama suami dan anak-anaknya. "Sebentar lagi anak-anak libur panjang, Ayah gak ada niat untuk ajak kita liburan?" Tanyanya dengan senyum kecil.

"Ayo liburan Ayah!" Suara nyaring Galang mulai terdengar.

"Oke, mau kemana?" Dion menatap Galang yang terlihat sangat antusias.

Duduk bersila di atas karpet Galang pun memasang pose berfikir yang lucu. "Hmm..?"

"Piknik! Sadya mau piknik di taman bermain, Ayah." Dengan senyum lebar Sadya berucap, tangannya mengguncang pelan tubuh sang Ayah.

"Hm? Tapi Gala mau ke pantai...tapi piknik juga nggak papa. Ayo kita piknik, Ayah!" Seru Galang.

Dion menepuk pucuk kepala si bungsu. "Kita ke pantai, kan Gala maunya ke pantai." Ucapnya.

Galang terpekik senang, berlari menuju Ayahnya lalu masuk kedalam dekapan sang Ayah. "Gala sayang Ayah."

Sementara wajah Sadya terlihat sedih, lagi lagi keinginannya tidak di turuti. Dia hanya bisa menatap iri Ayah dan Galang yang sedang tertawa riang.

"Ayah, jangan ke pantai dong." Helga buka suara. "Kamu lupa kalau Sadya gak bisa ke pantai, dia selalu mabuk kalau kesana." Ucap Helga, sebagai Ibu tentu dia merasa tidak adil.

Sadya menatap Bundanya dengan senyum kecil, lalu tatapannya kembali pada Ayahnya. "Iya, Yah...kali ini aja turutin kemauan Sadya, ya?"

Menggeleng kecil, Dion pun berucap. "Gak bisa sayang." Dion mengusap pucuk kepala si sulung. "Lain kali ya kita piknik, liburan kali ini ke pantai dulu. Mengalah pada Adikmu Sadya."

"Kenapa sih harus aku terus yang selalu ngalah?" Sadya berucap dalam hati.

©purpelyb 2023

••
Note : Aku mau kasih tau, book ini masih lanjut tapi penulisnya lagi kena writer's block.

MerpatiWhere stories live. Discover now