Nata memandangi hujan lebat dari balik jendela kamarnya yang tidak kunjung mereda. Ia tidak begitu menyukai hujan. Saat hujan apalagi jika disertai gemuru dan petir membuat perasaannya kalut. Tidak menentu, ada juga sedikit rasa takut yang kadang kian membesar hingga membuatnya sesak nafas.
Dan semua penghuni panti tau itu. Karenanya jika sedang hujan, pasti akan ada yang mendatangi kamarnya, memastikan bahwa ia baik-baik saja. Seperti sekarang ini, dua adik kembar perempuannya yang masih berumur sepuluh tahun sedang mengungsi ke kamarnya.
Ningsih bilang kamar mereka sudah di invasi oleh alien cumi raksasa, sehingga harus berlindung ke kamar Nata. Ningsih yang sekarang memakai topeng spiderman sambil membawa pistol mainan di tangannya sedang memeluk Nata sambil menepuk-nepuk belakangnya untuk melindungi kakaknya itu, Sedangkan Karina sibuk membuat benteng di sebelah tempat tidurnya untuk perlindungan mereka bertiga. Nata hanya mengikuti permainan kedua adiknya.
"Abang..sebentar lagi bentengnya siap, Bang Nana gak usah takut nanti kita berlindung di sini ya" ucap gadis berkuncir kuda bertopeng pororo yang sibuk menyusun bantal.
"Cepat Karin, waktu kita udah gak banyak lagi" Ningsih melompat dari tempat tidur sambil berguling-guling mengitari kamar.
Melihat hal itu Karina juga ikut bergabung dan berguling bersama-sama.
Nata sudah tidak heran lagi, melihat kelakuan kedua adiknya itu. Saat kedua kembar sedang asik berguling, seseorang membuka pintu kamar, Ningsih yang sedang berada di depan pintu lantas terpental ke dinding, membuatnya memekik dan menangis hingga suaranya terdengar ke rumah Chandra.
Cahya yang berada di depan pintu kini menutup telinganya dengan sebelah tangan yang bebas. Bukannya apa, Ningsih yang terpental tadi kini sudah berada di gendongannya sambil menangis di sebelah telinganya. Kalau kalian sekarang mengira ia yang membuka pintu jawabannya adalah tidak.
Bukan, bukan dia yang melakukannya, pelaku yang sebenarnya kini sudah berada di belakang Nata, meminta perlindungan dari kembar berkuncir kuda, topeng pororonya sudah tergeletak di lantai begitu saja. Penguin itu kini berubah menjadi serigala yang siap menggigit dengan gigi tajamnya.
Jaya mendelik, merasakan gigitan pada ujung bajunya yang tidak main-main. Untung saja ia sempat menghindar, kalau tidak tangannya mungkin sudah berdarah.
"Maaf, abang gak sengaja karin" ucap Jaya kelimpungan memegang kepala adiknya itu agar tidak menggigit.
"Aaaaah" Ningsih kembali menjerit di telinga Cahya.
"Jaya lo seharusnya minta maaf ke Ningsih bukannya Karin" ucap Cahya.
Melihat keadaan yang sudah tidak terkendali Natapun bangkit dari duduknya dan mengambil alih Ningsih ke dalam pelukannya.
"Udah jangan nangis, ayo kita buat bang Jaya di makan cumi raksasa" ucap Nata yang kini sudah mengambil alih pistol Ningsih dengan sebelah tangannya yang bebas. Ningsih bertepuk tangan di dalam gendongannya, dan tangisan itu sudah berhenti.
Karin menoleh melihat Cahya, melihat hal itu Cahya juga menoleh menatapnya. Kedua orang itu mengangguk, dan bersiap mengambil posisi di sebelah Nata. Dengan pistol yang terbuat dari tangan mereka bersiap layaknya bodyguard yang melindungi.
Jaya terpojok di depan pintu, ia mundur beberapa langkah sampai akhirnya lari ke bawah sambil berteriak.
"Buna...."
Empat orang itu mengejar di belakangnya, Jaya berlindung di belakang Buna yang sedang mengaduk sup. Sahara dan Marka yang sedang membantu buna memasak hanya menggeleng melihat tingkah adik-adiknya di pagi hari ini. Melihat hal itu, Nata mengakhiri permainan, takut jika adiknya kenapa-napa, sebab area dapur adalah tempat berbahaya untuk bermain.
Pagi hari itu di tutup dengan sarapan bersama.
🍁🍁🍁
Selesai sarapan semuanya berkumpul di ruang tamu. Marka yang berada di sofa single sedang serius menonton berita cuaca hari ini di televisi. Jaya duduk di sofa panjang bersama Nata. Sahara, Buna, dan Cahya duduk di sofa panjang satunya. Sedangkan Karina dan Ningsih bermain boneka di bawah beralaskan karpet bulu.
"Kakinya udah mulai baikan ya, sampai bisa dibawa lari kayak tadi" Sahara bertanya pada adiknya itu.
"masih sakit tau kak, nih sekarang lagi nyeri karena seseorang" Nata menoleh pada Jaya yang berada di sampingnya sedang memijat kakinya pelan.
"Ya, maaf bang" Jaya mulai memijit lagi.
"Kenapa gak bilang sama gurunya Na, kalau memang gak bisa ya ndak usah dipaksa" Buna menimpali.
"Tapi latihan lari kemarin dinilai Bun, jadi Nana harus ikut" ucap Nata.
"Buat apa dapat nilai, kalau sekarang kamunya sakit" Marka yang sedari tadi diam, akhirnya tak tahan juga ingin bersuara.
"Ya, maaf bang" ucap Nata.
Jaya yang mendengar hal itu menahan tawanya. Ucapan yang sama keluar dari Nata seperti yang ia katakan tadi. Melihat adiknya itu cekikikan tidak jelas Nata lantas melempar bantal tepat ke muka Jaya.
Melihat hal itu Ningsih yang sedari tadi sedang bermain bersama Karina, lantas tertawa bersama kembarannya. Cahya juga tak dapat menahan tawanya lagi hingga suara tawa Cahya, Ningsih, dan Karina memenuhi ruang tamu. Bisa dibayangkan pemilik suara tertinggi diantara keluarga itu sedang berkolaborasi mengeluarkan tawa bersama.
Bahkan Chandra yang sedang sarapan menonton televisi di rumahnya bisa mendengar hal itu. Tadi suara tangisan dan sekarang suara tawa. Benar-benar membuat Chandra iri. Sedangkan ia hanya duduk sendiri di sini sambil memakan sarapan serealnya. Nasib anak tunggal ya begini. Ia harus meminta orang tuanya membuatkan sepuluh adik untuknya agar bisa menyaingi keluarga sebelah. Ia akan mengatakannya setelah orang tuanya pulang dari rumah neneknya. Ya ia harus mengingat untuk mengatakan hal ini nanti.
🍁🍁🍁

KAMU SEDANG MEMBACA
ABIYU ||00l Nct Dream
Fiksi RemajaNata, Juan, Chandra, dan Rajen. Empat sekawan yang bersekolah di salah satu sekolah elit bertaraf internasional terbaik di Jakarta. Mereka dipertemukan karena status yang sama, yaitu sama-sama murid beasiswa. Sekolah elit juga berisi orang-orang yan...