24. Kehidupan Kelam Serena

422 34 0
                                    

◎H a p p y    R e a d i n g◎

✨📚✨

Sepulang sekolah, Airil langsung merebahkan dirinya di atas sofa ruang tamu. Bukan tanpa alasan ia melakukan hal itu, kejadian memalukan yang dilakukannya tadi ditambah mata pelajaran yang juga memerlukan daya pikir tinggi membuatnya seluruh organ di dalam tubuhnya terasa sangat sangat lelah luar biasa.

"Adek? Mau Mama ambilin jus? Kamu keliatan capek banget hari ini."

Ya ampun. Beruntung sekali ia memiliki ibu yang super peka dan perhatian ini. "Boleh deh, Ma. Mama tahu aja kalau aku lagi capek luar biasa gini." Airil menyahut dengan jari jempol mengacung ke atas. Sementara badannya tetap telungkup di atas sofa.

Viona tertawa kecil seraya mengelus pelan rambut Airil. "Tunggu ya." Kemudian, dia bergegas berjalan menuju dapur untuk menyiapkan jus jambu yang baru saja dibuatnya tadi di lemari pendingin. Tak lupa, Viona juga membawa puding buatannya untuk anak bungsunya itu.

"Nih, Dek. Mama juga bawain puding kesukaan kamu. Ayo dicoba."

Mendengar itu, Airil langsung dengan cepat mendudukkan dirinya untuk segera mencicipi jus dan puding buatan Viona. Lagipun, perutnya juga sudah memberontak untuk diisi secepatnya.

"Seger banget jusnya! Pudingnya juga, manis sama lembut banget."

Senyum tak kalah manis perlahan terbit di wajah Viona. "Bagus kalau gitu. Oh iya. Abis ini Mama mau pergi kondangan sama Ayah. Jadi, Adek harus baik-baik di rumah sama Abang ya, nak? Jangan berantem lagi kayak semalem. Mama sedih liatnya." Namun, senyum itu tak bertahan lama sebab ingatan tentang pertengkaran kedua anaknya tadi malam yang kembali muncul.

"Kalau Abang udah kapok, Adek janji ngga bakal ungkit-ungkit lagi kok, Ma."

"BENERAN, DEK?! KAMU MAU MAAFIN ABANG?!"

Teriakan Aidan yang terlalu tiba-tiba itu membuat Airil dan Viona yang mendengarnya sontak langsung terlonjak kaget. "Abanggg!! Suaranya! Mama sampe kaget nih!" omel Viona, lalu menabok pelan Aidan yang sekejap mata sudah duduk di sampingnya itu. "Mau Mama jantungan?!"

Aidan menatap Viona cengengesan. "M-maaf, Ma. Abang cuma seneng denger Adek yang mau maafin Abang." Sumpah! Saat mendengar Airil berkata demikian, rasanya dia langsung merasa bahagia luar biasa. Dia kira, semenjak Airil membentaknya tadi malam, setelahnya adiknya itu takkan dengan mudahnya memberi kata maaf padanya.

"Walaupun gitu, kamu tetep ngga seharusnya gitu, Abang. Jangan diulang lagi ya?" peringat Viona seraya mengelus pelan pucuk kepala Aidan. "Oiya, Bang. Abis ini Mama juga mau kondangan sama Ayah. Tolong kamu jagain Adek di rumah ya? Kalau mau pergi, harus bareng-bareng. Ga boleh sendirian aja. Awas ya, kalau sampe Mama pergokin kalian pergi sendiri-sendiri."

"Hah? Masa harus gitu, Ma?! Aku ada janji sama temen nih. Masa Abang harus gabung juga? Temen aku cewek lho!" protes Airil tak terima. Bagaimana bisa ia mengajak Aidan dalam penyelidikan rahasianya ini? Jelas-jelas itu sangat dilarang!

Dahi Viona langsung mengerut dalam. "Emangnya kenapa kalau Abang kamu ikut nemenin kamu? Pokoknya, Mama ngga Terima protes kamu ya, Dek!" putus Viona kemudian. "Udah, Mama mau siap-siap dulu."

"Ma! Jangan gitu-lah! Mamaaa!!"

"Mama ngga denger apa-apa!!!"

Airil berdecak kesal. Kalau begini ceritanya, bagaimana cara ia membantu Serena hari ini?! Sudah cukup, Luna yang ia libatkan dalam masalahnya. Jangan sampai Aidan juga terseret dalam masalah pelik ini.

"Adek. Ini Abang bawain kamu es buah kesukaan kamu. Mau Abang bukain?"

"Es buah?" beo Airil tanpa sadar.

What The Hell?! Donde viven las historias. Descúbrelo ahora