IMPERFECT PART 18

12 3 0
                                    





"Bunda," langkah Zhafran terhenti kala ia menemukan sosok yang telah ia cari sedari tadi tengah duduk di tepi ranjang di kamarnya.

"Maafin Eza karena udah ninggalin Bunda," Zura membalas pelukan putranya dan kembali terisak. Hancur sudah hati Zhafran ketika melihat Zura terisak di pelukannya, selama ini Zhafran tidak pernah melihat sang Bunda menangis secara terang-terangan seperti ini, biasanya Zura selalu menyembunyikan tangisnya dari Zhafran meski sebenarnya Zhafran selalu tahu saat Bundanya itu tengah menangis di kamarnya sendirian.

"Bunda kenapa? Kok malah nangis sih? Apa Bunda tadi di kasarin?," tanya Zhafran yang hanya di balas gelengan saja oleh sang Bunda.

"Bunda kalau tadi dikasarin bilang yah, Eza akan balas dan lupain kalau dia Ayah Eza," sungguh hal yang paling menyakitkan dalam hidup seorang anak adalah ketika melihat sang Ibu terisak di pelukan kita begitu pula yang saat ini Zhafran rasakan.

"Jangan sayang, Bunda nggak pernah ngajarin kamu kek gitu," ucap Zura pelan dengan suara sedikit serak akibat terlalu lama menangis.

"Luka kamu gimana Za?," Zura baru ingat kalau tadi Xander sempat memukul putranya itu dengan sangat keras.

"Eza nggak papa Bun, tadi udah di obatin Alisa," Zura merespon dengan anggukan, namun bulir bening itu masih membanjiri pipinya, ia kacau bahkan sangat kacau.

Hingga Zhafran tidak lagi mendengar isakan sang Bunda yang sudah di pastikan sang Bunda telah menyelami alam mimpi, Zhafran berdiri hendak membenarkan tidur sang Bunda dan menyelimutinya dengan selimut yang agak tebal.

"Bunda sakit," monolongnya setelah menyentuh pipi sang Bunda yang tampak pucat, dengan gerakan cepat Zhafran mencari kain kompres dan segera mengompres kening sang Bunda. Jujur saja baru kali ini Zhafran melihat Bundanya sangat kacau seperti ini, entah apa yang terjadi saat ia pergi tadi, yang jelas ia sungguh sangat menyesal telah meninggalkan Bundanya tadi.

****HujanRinai****

Di pagi yang cukup cerah ini mentari kembali menyapa dedaunan yang masih di basahi embun pagi dan seluruh penduduk bumi yang sudah mulai beraktivitas. Namun suasana pagi nan begitu anggun ini terganggu oleh seorang pemuda berpenampilan kusut yang melaju di atas motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, banyak klakson motor ataupun mobil yang menyapa pria tersebut, eits bukan menyapa deng lebih tepatnya memaki pria tersebut.

Tepat saat ia sampai di depan gerbang sekolah yang cukup megah bak tombak menghunus langit yang kira-kira setinggi 3 meter itu terlihat telah tertutup rapat. Desahan kecewa terlontar dari mulut pria tersebut, namun seketika ia menganga tidak percaya setelah melihat seorang gadis berlari dari kejauhan hingga akhirnya berhenti tepat di sebelahnya.

"WHAT INI BENERAN KAMU AYLINA??," tanya seorang guru perempuan yang lumayan gemuk yang bertugas sebagai penjaga gerbang saat ini yang tampak cukup syok saat melihat siswi teladan di sekolahnya tengah ngos-ngosan di balik gerbang sekolah yang telah tertutup rapat.

Aylina yang mendapat pertanyaan aneh seperti itu hanya memutar bola matanya malas dan menatap sang guru dengan tatapan datar.

Sang guru yang mendapat tatapan seperti itu bergidik ngeri karena tatapan Aylina yang begitu tajam menghunus matanya.

"Kenapa kamu bisa terlambat Aylina?," tanya guru itu lagi namun dengan nada yang biasa saja, tidak heboh seperti tadi.

"Adek saya sakit," jawab Aylina tanpa mengubah raut wajah datarnya.

"Baiklah sekarang kalian berdua pergi bersihkan lapangan belakang sekolah sampai bersih," ucap sang guru setelah memerintahkan satpam yang bertugas membukakan pintu untuk mereka berdua dan setelahnya ia berlalu dari tempat itu.

IMPERFECT Donde viven las historias. Descúbrelo ahora