Sebelas : Kalut

44 37 93
                                    

Suara dentuman music menggema serta merta aroma menyengat terasa menyumbat pernapasan Nadir. Hingga matanya menatap kerumunan, di mana atensinya menyorot seorang pria yang membuatnya datang ke tempat itu, tengah dipegangi oleh dua orang penjaga karena memberontak, dengan keadaan wajah babak belur.

Nadir menghela napas sebelum melihat Altar diseret untuk diamankan. Nadir pun mengikuti hingga berakhir duduk di hadapan pemilik Club itu.

"Dia mabuk dan membuat keonaran, memukuli salah satu pelanggan," terah pemilik Club.

Nadir meminta maaf mewakili Altar, beruntung pemilik Club tidak memperpanjang masalah itu, tetapi Altat di Blacklist dari club itu. Nadir pun pamit undur diri setelah pihak Club mengembalikan ponsel Altar.

Nadir menghampiri Altar yang sudah tumbang, dengan posisi salah satu kaki menjuntai dan satunya lagi di atas sofa, pria malang yang hidup dengan penyesalan itu terus meracau.

"Bodoh!" umpatnya lalu membopong tubuh Altar.

Keduanya keluar lewat pintu samping, menyusuri lorong yang sunyi dan gelap, disepanjang perjalanan Altar terus menggerutu tidak jelas, suaranya menggema kemana-mana.

"Maafiin gue, Le."

"Gue nggak bisa apa-apa!"

"Le ....

"Sial, gue bukan ikan Lele ... berhenti menggerutu, telinga gue geli, njir."

Rasanya Nadir ingin melempar tubuh pria itu saja, daripada harus membopongnya, jelas, Altar lebih tinggi dan postur tubuh lebih besar darinya.

Le ... Rasanya Nadir ingin membungkam mulut Altar, agar pria itu berhenti menyebut nama asing yang tidak ia ketahui, nama yang membuat kupingnya panas, nama yang membuat Altar seperti sekarang.

Shitt!

Nadir meletakkan tubuh kekar itu secara kasar ke atas sofa, setelah setengah payah membuka kosannya, dengan beban sebelah berat, dan pria itu masih tetap menggerutu, jelas Nadir semakin kesal.

"Gue mau pulang!" Dengan susah payah Altar berusaha bangun, meski tubuh yang sulit ia kendalikan. Bahkan hanya untuk menopang berat badan ia sempoyongan.

"Mau diusir sama Bu kosan, Lo?" Nadir menggertakan gigi, setengah payah Altar mencari kosan di kota ini, hingga ia menemukan kosan yang cocok dengannya, dan pria itu ingin kembali dengan keadaan mabuk, itu akan mendatangkan masalah untuk pria itu. Tentu dirinya tidak akan membiarkan itu terjadi.

Namun, pria itu keukeuh. Nadir geram, ia menuju salah satu nakas dan membukanya, mengambil sebuah benda yang berbentuk kecil, beserta meraih air putih dan langsung berjalana menuju Altar, membuka paksa mulut pria itu dan memasukkan pil yang ia bawa beserta memberi air minum membuat pria itu tersedak-sedak.

Hanya hitungan menit, terdengar dengkuran halus, napas beraturan menandakan Altar sudah di alam yang berbeda. Nadir menghela napas lega.

.

"Dasar matrealistis ... sengaja? Lo sengaja menerima pernikahan itu karna uang maharnya 'kan?"

"Iya, cewek nggak bener."

"Cukup! Apa-apaan kalian?" Altar sudah tidak tahan melihat kejadian di mana mereka semua menghakimi Le-nya bahkan darah Altar berdesir saat mereka spontan melakukan kekerasan, mendorong bahkan ada yang menampar gadis kesayangannya.

Bukannya mereka diam, melainkan malah menyudutkan Altar dan melontarkan kalimat yang sudah muak didengar. Gadis yang menjadi objek keributan hanya menatap Altar dengan mata berkaca-kaca, dia menggeleng seolah Altar tidak perluh ikut campur. Dia berdiri meninggalkan kerumunan munutup telingah agar tidak mendegar sorak-sorakan yang menghakiminya.

The WidowWhere stories live. Discover now