Dua puluh tujuh : Berjarak

3 0 0
                                    

Motor Altar melesat menuju sekolah, di jok belakang terlihat Yuli duduk termenung entah memikirkan apa. Hingga motor berhenti, Yuli langsung turung dan melepaskan helmnya. Interaksi keduanya menjadi pusat perhatian.

"Semangat ujian, Le." Spontan Altar mengusap pucuk kepala Yuli, membuat gadis itu mendengkus karena rambutnya dibuat berantakan, Altar pun terkekeh. Namun, keduanya tidak memperhatikan dua pasang mata yang memanas melihatnya.

Tidak berselang lama kepergian Altar, Yuli pun memasuki sekolah, tiba-tiba tangannya dicekal oleh Dirta yang kemudian menariknya ke lorong sunyi, menuju kantin sekolah.

 Pergerakan Yuli terkunci di tembok dinding dengan kedua tangan laki-laki itu, mata Dirta menyiratkan kekecewaan.

"Apa hubungan lo sama Altar?" Kata pertama yang Yuli dengar keluar dari mulut Dirta, sebelum dirinya harus menjawab sinis.

"Bukan urusan lo." Dirta mengepalkan tangan mendengar ucapan Yuli yang seakan tidak peduli perasaannya.

"Selama ini lo anggap gue apa, Yul?" Dirta berucap dengan penuh penekanan.

Mendengar ucapan Dirta rasanya detak jantung Yuli berdetak lebih cepat, ia menunduk bimbang sebelum kembali mengangkat kepala, lantas berani menjawab, "Lo gak lebih dari sekedar pelampiasan gue, Ta." Suara itu sedikit tercekat.

Pengakuan Yuli sungguh menampar perasaan Dirta. "Lo bohong 'kan?" Genggaman tangan di pundak Yuli kian mengerat, rasa sakit pun mulai Yuli rasakan, tetapi ia berusaha menahannya.

"Ngomong kalau itu semua bohong?!" Intonasi itu terdengar berat, antara perasaannya menyangkal ucapan Yuli, tetapi realita bahwa Yuli dan Altar memang lebih dulu saling kenal dibanding dirinya. Dirta tidak mengetahui apa kisah di antara keduanya.

"Lepasin, Ta."

Dirta melepaskan genggamannya, dia mundur dua langkah tanpa sepatah kata lagi, membiarkan gadis di hadapannya untuk pergi.

Yuli berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh, tidak ingin terlihat rapuh di hadapan Dirta, akhirnya gadis itu pergi. Yuli berusaha menahan diri untuk tidak menoleh, sebelum dirinya benar-benar menghilang di balik tembok sekolah.

"Sial!" Dirta memukul dinding di hadapannya meluapkan segala emosi, hampir saja dirinya menyakiti Yuli karena rasa cemburu menguasai diri.

.

Yuli memasuki kelas dengan berusaha memperbaiki perasaan, tetapi ia dikagetkan saat melihat mejanya sudah tidak ada di tempat semula. Hingga pandangannya menangkap Lita yang sedang menyeret meja itu ke barisan belakang.

"Lit, meja gue?"

Lita melepas genggaman pada meja menimbulkan suara nyaring antara peraduan kaki meja dan lantai keramik. Dia tidak menjawab atau sekedar peduli akan kehadiran Yuli, membuat Yuli mendekat dan memegang bahu Lita.

"Lepas! Gue gak mau sebangkuh sama bict kaya lo!" Emosi Lita tumpah, gadis itu berbalik lantas mendorong bahu Yuli.

"Lita?" gumam Yuli saat Lita mulai pergi meninggalkannya.

Kia yang melihat semua itu berjalan menghampiri Yuli yang terdiam, sikap Lita yang berubah membuatnya semakin rapuh.

"Kasih tau, Yul!" ucap Kia.

Yuli menatap Kia sendu sebelum menggeleng, Yuli tahu apa yang ia lakukan telah melukai Lita.

Yuli tidak menyangka bahwa orang yang selama ini Lita cintai adalah Altar.

"Yul, sampai kapan lo harus ngorbanin banyak perasaan?"

Yuli terdiam mendengar pernyataan Kia, bahkan dirinya sendiri tidak tahu sampai kapan ini semua akan berakhir. Banyak perasaan yang telah tersakiti, terutama perasaannya sendiri.

The WidowWhere stories live. Discover now