Delapan Belas : Unjuk Rasa

8 4 7
                                    

"Rasa yang paling menyakitkan adalah perasaan yang sulit diungkapkan!"

.
.
.

Enjoy.
.

"Yola?"

Dafra mengerjap berusaha menormalkan penglihatan, wanita yang sangat ia rindukan berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Apakah ia tidak salah lihat?

"Apa kabar, Daf?" Yola langsung masuk dengan tersenyum.

"Kamu kembali,Yo?" Sungguh Dafra tidak bisa mengekspresikan kebahagiaannya.

"Kembali untuk pergi," balas Yola tersenyum, tanpa memperhatikan perubahan gurat wajah pria itu.

"Setelah sekian lama—" Dafra menghela napas. "Kamu datang hanya untuk membuka luka lama?"

"Aku datang karena seseorang." Yola mengubah topik, melirik ke luar ruangan yang diikuti oleh Dafra, terlihat seorang gadis muda berdiri diambang pintu. 

Dahi Dafra bertaut. "Dia siapa?"

Bukannya menjawab, Yola malah berucap, "Apa aku bisa minta tolong, Daf?"

"Apa yang tidak untukmu, Nona!"

"Jangan berlebihan." Yola menggeleng, diikuti kekehan kecil dari pria itu.

"Apa yang bisa aku bantu, Yo?" Kini Dafra bertanya serius.

"Dia— Yuli Azalea … aku ingin kamu menerimanya di sekolahmu, Daf!"

"Tentu saja, itu urusan mudah, Yo."

Sebelum lanjut berucap, Yola terlebih dahulu menghela napas pelan."Tapi statusnya sama sepertiku, Daf."

Pengakuan Yola cukup membuat Dafra kaget. Yola akhirnya menceritakan segalanya.

"Aku mohon terima dia, Daf. Yuli berhak mendapatkan kesempatan kedua."

.

Suara pintu terbuka membuat pria usia 38 tahun itu tersadar dari lamunannya. Perempuan dengan sepatu hak tingginya langsung masuk dengan raut wajah kesal.

"Apa-apaan ini, Daf?" katanya meletakkan selembar kertas dengan kasar ke atas meja. Sebuah surat panggilan untuk Yuli kembali sekolah.

"Itu keputusan akhir, Bu Antis!" tegas Dafra. Sorot matanya beralih menatap ponsel. 

"Kamu sadar, Daf?" Antis kesal ia langsung menuju tempat Dafra duduk, sebelum laki-laki itu berhasil menekan tombol off pada ponselnya, perempuan itu telah melihat lebih dulu apa yang mengalihkan perhatian Dafra, membuatnya semakin kesal.

"Kenapa kamu masih mengingat wanita pembawa sial itu, Daf?"

"Yola, Yola, Yola. Sampai kapan dia terus, Daf?"

"DIA ITU CUMA JANDA!" emosi Antis meledak.

"Jaga bicaramu!" bentak Dafra.

"Kenapa? Itu semua benar!" Dafra mengepalkan tangan, hatinya tidak terima mendengar Yola dihina.

"Lihat aku Daf … aku yang selama ini nunggu kamu, dan kamu tidak pernah perhatiin aku!" katanya lagi dengan lirih.

"Apa kurangnya aku dari dia, Daf?"

Dafra menghela napas, mendengar semua uneg-uneg itu. "Maaf, tapi perasaan tidak bisa dipaksakan!" Kemudian meninggalkan Antis sendiri.

Antis mengepalkan tangan melihat kepergian laki-laki yang dicintainya sejak lama.

The WidowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang