Dua Puluh Satu

0 1 0
                                    

Hari ini aku tidak pergi ke sekolah. Seharian ini aku hanya berada di kamar, tidak keluar sama bahkan untuk makan sekalipun. Kemarin setelah sampai rumah mama marah besar padaku, bahkan ayah pun ada di rumah saat aku dan mama baru sampai.

Mama dan Ayah berkata padaku kalau mereka kecewa berat padaku. Jujur, saat itu aku merasa dunia ku hancur. Orang yang paling mempercayaiku sekalipun ternyata ikut tidak percaya padaku, bahkan mengaku kecewa berat secara terang-terangan.

Entahlah, tiba-tiba aku merasa lelah, lelah dengan banyak hal. Aku tidak bisa menjabarkan nya dalam bentuk kalimat kelelahan yang sedang aku rasa. Jadi setelah mama dan ayah selesai memarahiku, aku memutuskan untuk pergi ke kamar. Mengunci diri selama seharian hingga sekarang.

Hari ini guru-guru dan kepala sekolah sedang melakukan rapat untuk membahas kegiatanku depannya. Apakah aku akan di keluarkan atau tetap berada di sekolah itu. Intinya sore ini pihak sekolah baru akan memberi tahuku.

Aku tau kak Noval sejak pagi sudah berada di sini. Mama dan Ayah menyuruh kak Noval kemari untuk hari ini, aku tidak tau alasannya apa menyuruhnya ke sini, mungkin karena Ayah dan Mama harus berangkat kerja.

Aku menoleh ke arah pintu kamarku. Untuk kesekian kalinya suara ketukan terdengar bersamaan dengan suara kak Noval.

Untuk hari ini saja aku ingin mengurung diri di kamar. Aku terlalu capek bertemu orang, sejak kemarin orang-orang yang ku jumpai sama sekali tidak percaya padaku, aku takut jika bertemu kak Noval dan kak Noval sama seperti mereka, tidak percaya padaku.

"Bodoh," umpatku pada diri sendiri.

Tanpa sadar aku kembali menangis, bahkan tangisan itu semakin kencang meski hanya sekedar isakan tanpa suara. Bodoh sekali aku harus mengingat kejadian kemarin.

Aku memeluk kedua lutut ku, menenggelamkan wajahku di sana. Tangisanku semakin tidak tertahan. Rasanya sesak saat kejadian kemarin terlintas di pikiran. Di sela-sela tangisanku seseorang datang lalu memeluk ku erat. Aku tau itu kak Noval tapi aku tetap tidak ingin mengangkat wajahku.

Aku lupa kak Noval memiliki kunci cadangan untuk kamarku. Mungkin kak Noval kesal karena aku tidak membukakan pintunya meski sudah berkali-kali di ketuk.

"Pergi," ucapku tanpa mengangkat kepalaku.

"Iya, setelah kamu mau keluar buat makan," ujar kak Noval.

"Aku gak laper."

Kak Noval melepaskan pelukannya, "mana mungkin gak laper dari kemeren juga gak makannya."

"Ayo keluar makan," Kak Noval mengelus puncak kepalaku. Masih dalam posisiku, aku menggeleng. Dapat ku dengar kak Noval menghela nafasnya.

"Kenapa gak mau keluar kamar? Takut ada Mama sama Ayah? Mereka lagi kerja."

"Kak Noval pergi aja."

"Iya kak Noval pergi, tapi angkat dulu wajah kamu."

"Kak Noval pergi dulu, aku gak mau liat kakak."

"Loh kenapa, emangnya kak Noval punya salah sama kamu."

"Pergi aja pokoknya. Aku gak mau ketemu orang dulu..."

"...aku takut kak Noval gak percaya aku," gumamku.

Aku tidak bohong. Aku takut bertemu kak Noval, takut melihat wajahnya yang tidak percaya padaku. Takut melihat kak Noval kecewa padaku. Takut respon kak Noval sama seperti Mama dan Ayah. Aku belum siap melihat itu semua, bahkan air mataku kembali mengalir hanya karena memikirkan hal itu.

"Kata siapa kakak gak percaya kamu," ucap kak Noval.

"Bohong."

"Serius, makanya angkat dulu wajahnya biar bisa liat kak Noval bohong apa jujur."

my teenage yearsWhere stories live. Discover now