Perasaan dingin

4 1 0
                                    

Aku terbangun di pagi buta setelah merasakan sengatan hawa dingin di kakiku. Aku memaksa untuk duduk dan menyadari kaki kiriku keluar dari balutan selimut. Bagaimana bisa hal sekecil ini membangunkanku? Aku menemukan alasannya begitu menoleh ke kiri.

"Hahh, kau lagi kau lagi."

Sebuah orb hitam yang terbentuk dari gumpalan asap di sebelahku ini menatap tajam. Meski aku bilang menatap tapi aku sendiri tidak yakin, soalnya benda ini tidak punya mata. Seekor hantu yang menghantui Soni setiap malam yang mana keberadaannya sanggup menurunkan suhu ruangan sepuluh derajat.

"Sebenarnya kau ini apa sih?"

Kulayangkan tanganku untuk memukulnya, tetapi sekali lagi tanganku hanya menyentuh udara kosong dan pastinya benda hitam ini juga tidak menjawab. Dulu aku mungkin takut pada benda ini, tetapi sekarang keberadaannya tak lebih dari sekedar penyejuk ruangan. Sayangnya benda ini tak pernah muncul di siang hari.

Namun bagi Soni benda ini adalah sumber ketakutan yang akan membuatnya meringkuk seperti bayi dalam setiap kemunculannya. Untungnya saat ini Soni masih tidur dan tidak ada tanda bahwa dia menyadari keberadaan benda ini. Ya ampun, wajah tidurnya imut sekali. Begitu polos dan menenangkan hati. Aissh, tunggu sebentar, jangan teralihkan, hantu ini masih belum menghilang. Jika Soni terbangun dan melihat benda ini maka dia akan pingsan dan kembali melanjutkan mimpinya.

Tapi sebenarnya aku sangat penasaran dengan benda ini. Aku tak ingat punya kemampuan supranatural jadi kenapa hanya aku yang bisa melihatnya? Atau… mungkinkah hanya Soni saja yang tak bisa melihat benda ini? Kira-kira apa yang akan terjadi jika aku memotretnya dan menunjukkannya pada orang lain?

Tepat saat aku berniat mengambil ponselku, benda itu memudar dengan cepat dan udara kembali menghangat. Tampaknya hantu yang satu ini tidak suka dengan kamera, sama seperti hantu-hantu lainnya.

Soni terbangun tepat di saat sinar matahari mulai merembes masuk melalui celah gorden. Dengan bangunnya kami berdua, hari yang baru pun dimulai.

Aktivitas pagi hari kami dimulai dengan mencuci muka dan terkadang sedikit peregangan otot. Setelahnya Soni akan memasak sarapan sementara aku pergi mandi, dan setelah itu kami akan duduk di meja dan menyantap sarapan bersama. Selama sarapan Soni biasanya menceritakan beberapa hal seperti mimpi atau cerpen karangannya sementara aku hanya mendengarkan dan sesekali menceritakan pekerjaanku.

Sarapan yang Soni buat selalu beragam, tetapi dia selalu memperhitungkan kalkulasi nutrisi yang entah dia pelajari dari mana. Karbohidrat yang paling utama, lalu protein dan vitamin. Dia juga selalu membuatkan kopi untukku sedangkan Soni hanya minum air putih. Biar sehat katanya.

Pagi yang baru berarti aku harus kembali bekerja. Belakangan ini aku tidak lagi merasakan perasaan malas untuk pergi ke kantor yang mana artinya aku mulai menikmati waktuku di sana, meski tentu saja aku tetap lebih suka menghabiskan waktu bersama Soni.
Namun, Soni juga sudah punya kesibukannya sendiri.

"Naik lagi?"

"Lima… ratus."

Aku mengintip dari balik bahunya untuk melihat statistik jumlah pembaca dari novel online yang Soni tulis. Sekarang sudah ada lebih dari lima ratus orang yang membaca chapter pertama dan jumlah itu akan terus bertambah setiap harinya. Aku tidak mengerti, Soni juga tidak mengerti, tetapi entah mengapa jumlah pembacanya meningkat pesat beberapa hari yang lalu.

"Banyak yang memintamu segera update," ucapku sembari merapikan ikat pinggang dan memasukkan barang-barang ke dalam tas. "Jangan kecewakan mereka."

Kuberi dia semangat dengan menepuk kepalanya. Tanpa itu pun Soni sudah terlihat bersemangat, keceriaan itu terpantulkan secara jelas di kedua matanya dan aku turut senang untuknya.

Memeluk JiwamuWhere stories live. Discover now