[2] Ada Apa?

450 75 3
                                    

"Ayah masih nggak mau jelasin soal kejadian tadi sore?"

Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terucap dari mulut Anugerah. Rasa penasaran lelaki tersebut tak kunjung hilang karena Mahesa terus-terusan bungkam. Setelah Harith tiba-tiba menyeret Mahesa masuk sambil mencengkeram kerang pria tersebut, Mahesa menarik Harith untuk kembali keluar. Sementara Anugerah ditahan di dalam bersama Alin dan putra Harith-Angga. Anugerah dilarang untuk keluar karena dua pria paruh baya itu saling berteriak dengan suara kencang. Tak terlalu jelas apa yang mereka bicarakan karena volume suara mereka naik turun.

Mahesa tak bicara apapun seusai Harith pergi dari kediamannya. Pria tersebut segera masuk kamar dan tetap di sana sampai Anugerah harus repot-repot mengetuk. Sekarang Anugerah ada di depan pintu kamar Mahesa dengan rasa penasaran yang amat membuncah. Alin mengaku tak tahu apa-apa, jadi mau tak mau Anugerah harus bertanya langsung pada Mahesa.

"Yah, Abang juga perlu tau soal masalah Ayah sama Pak Harith. Pak Harith tadi sebut-sebut nama Abang juga. Ada apa sebenernya?" tanya Anugerah lagi. Lalu mengembuskan napas kasar.

Anugerah lama-lama kesal karena sang ayah tak kunjung memberi jawaban. Tidak biasanya Mahesa diam begini. Kalau ada masalah, Mahesa pasti akan selalu membaginya dengan Anugerah. Bahkan jika itu hanya sekadar masalah mahasiswa Mahesa yang sulit untuk diajak bimbingan. Sangat aneh melihat Mahesa seperti menutup-nutupi sesuatu. Apalagi kelihatannya yang ditutupi cukup serius.

Belum selesai masalah Ega yang tak mau pulang, sekarang sudah datang masalah baru lagi. Anugerah lagi-lagi mengembuskan napas kasar. Ia menilik ponsel, siapa tahu ada balasan dari Ega. Tadi Anugerah sempat memgirimkan beberapa pesan pada Ega. Berharap nurani Ega akan tergerak dan memutuskan untuk pulang.

Anugerah
Ga, di rumah lagi ada masalah. Kamu bisa pulang dulu nggak?
Abang janji nggak akan marahin kamu kalau pulang nanti.
Abang beneran butuh kamu.

Sudah lebih dari lima belas menit pesan-pesan itu terkirim, tetapi belum ada jawaban. Mungkin Ega memang tidak berniat menjawab. Anugerah makin pusing saja. Usahanya untuk menguak kebenaran dari Mahesa gagal. Membawa Ega pulang juga gagal. Sekarang Anugerah harus apa?

Kling!

Raga
Cuy, si Raden kecelakaan. Katanya nggak boleh ngasih tau elu tapi gue ngeri lo ngamuk ntar kalo kagak dikasih tau.
Anaknya udah dibawa ke rumah sakit.
Ini gue udah otw ke sana.
Jangan bilang gue yang ngasih tau, ye.

Untuk sesaat, jiwa Anugerah seperti melayang.

Anugerah
Rumah sakit mana?

Raga
Deket tempat dia kerja.

Lokasi rumah sakit itu tak terlalu jauh dari rumah Anugerah. Maka lelaki tersebut pun nekat untuk pergi ke sana seorang diri dengan membawa mobil Mahesa. Tentu saja tanpa izin terlebih dahulu karena pasti tak akan diberikan izin. Pikiran Anugerah bercabang ke mana-mana. Ia berpikir apa salahnya sampai datang masalah beruntun begini. Padahal biasanya hidup Anugerah adem ayem.

Degup jantung Anugerah makin kencang saat sudah sampai di rumah sakit. Ia menoleh ke sana kemari mencari keberadaan Raden dan Raga. Raden itu pengendara yang taat akan lalu lintas. Entah bagaimana bisa sampai kecelakaan begini. Anugerah terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Hingga perhatiannya terpusat pada seorang laki-laki dengan kepala diperban, berbaring lemah di atas brankar.

"Gimana bisa kecelakaan, sih, Den? Lo nggak apa-apa, kan? Ada luka lain selain ini? Apa kata dokter? Butuh rontgen atau pemeriksaan yang lain nggak?" Anugerah memberondong kawannya itu dengan pertanyaan.

Melodi Tak BeriramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang