[4] First Try

260 44 0
                                    

Kondisi jantung Anugerah tidak selalu buruk. Setelah lahir, katup jantungnya dioperasi dan Anugerah kecil berhasil hidup dengan baik sampai usia tujuh belas tahun. Sejak saat itu Anugerah mulai merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Ia jadi mudah lelah dan tak jarang merasa sakit di dada sebelah kiri sekaligus sesak napas. Awalnya Anugerah kira itu karena stres memikirkan seleksi ujian masuk perguruan tinggi. Hingga Anugerah memilih menutupi hal tersebut dari Mahesa dan Alin. Tidak lama karena gejala yang dirasakan makin parah.

Sehari sebelum pengumuman hasil UTBK, Anugerah ambruk. Lalu setelah melakukan berbagai pemeriksaan terungkaplah bahwa katup jantung Anugerah mengalami kebocoran. Katup mitral dan katup trikuspidnya bocor ringan. Walaupun ringan, kasus yang terjadi pada Anugerah ini menimbulkan gejala dan mengganggu aktivitas sehari-hari Anugerah. Dokter pun memberikan obat-obatan untuk mengurangi gejala tersebut. Supaya kebocoran yang terjadi juga tidak makin parah.

Dunia Anugerah serasa seperti dijungkirbalikkan kala itu. Beruntung ia memiliki lingkungan yang suportif. Orang-orang terdekatnya selalu memberi dukungan penuh pada Anugerah. Mereka menyemangati Anugerah, meyakinkan Anugerah kalau penyakit ini tidak akan membuatnya gagal mencapai cita-cita yang sudah ia impikan.

Butuh waktu lama bagi Anugerah untuk menerima kondisinya. Berdamai dengan diri sendiri bahwa sekarang ia tak bisa disamakan dengan kebanyakan orang. Ia harus hidup dengan obat-obatan supaya gejala penyakitnya tak menganggu. Sedikit demi sedikit Anugerah mulai maklum. Setiap ujian yang diberikan Tuhan, pasti ada hikmah yang bisa dipetik. Walaupun Anugerah juga belum tahu apa hikmahnya.

"Nug, diem aja lo dari tadi," tegur salah seorang teman sejawatnya. Kilas balik tentang masa lalu di kepala Anugerah langsung buyar dalam sekejap. Ia baru sadar kalau hari ini ia lebih diam dari biasanya.

"Lo sakit?" tanya temannya yang lain.

Anugerah menggeleng pelan. "Ngantuk," kilah lelaki itu. Lalu menenggelamkan kepala di atas lipatan tangan. Pekerjaannya sebagai anak magang memang tidak terlalu banyak kalau sudah menjelang siang. Apalagi pengacara senior yang menjadi penanggung jawab mereka sedang tidak ada di tempat.

"Gue bikinin kopi, ya."

"Eh, emang si Nug bisa minum kopi?"

"Iya juga. Bisa minum kopi nggak, Nug?"

"Beliin makanan aja di bawah. Dia belom makan siang juga."

"Gimana, Nug? Mau dibeliin apaan?"

Tidak usah heran dengan perhatian dari teman-teman sejawat Anugerah. Di kalangan anak magang, Anugerah memang paling dicintai. Sikapnya baik, humble, obrolannya selalu nyambung dengan siapapun dan selalu membantu teman-teman yang kesulitan tanpa pamrih. Bahkan saat pekerjaan Anugerah sendiri sedang banyak, ia pasti akan menawarkan bantuan. Anugerah juga pintar dan tidak pelit ilmu. Siapa yang tidak akan jatuh cinta kalau ada manusia sebaik Anugerah?

Pertanyaan-pertanyaan itu tak terjawab hingga Yoga-yang duduk paling dekat dengan Anugerah-harus menggeser kursinya dan menepuk lengan Anugerah. Berniat menuntut respon dari lelaki tersebut, tetapi malah disambut dengan mata sayu dan bibir pucat. Yoga juga bisa mendengar helaan napas Anugerah yang pendek-pendek.

"Lo beneran nggak pa-pa? Muka lo pucet gini." Yoga menatap Anugerah khawatir. Yang lain mungkin tak menyadari karena duduk berjauhan dengan Anugerah. Namun, dari jarak sedekat ini Yoga sadar kalau Anugerah tidak baik-baik saja.

Anugerah mengangguk sekenanya. Ia tidak mau merepotkan Yoga dan yang lain. "Nanti kalau ada Pak Galang bangunin gue, ya? Gue mau bayar utang tidur." Lelaki itu kembali menenggelamkan kepala di atas lipatan tangan. Sebenarnya tidak nyaman berada dalam posisi tersebut, tetapi hanya dengan begitu Anugerah bisa beristirahat sejenak. Pekerjaan yang diberikan Pak Galang tadi pagi juga sudah ia kerjakan.

Melodi Tak BeriramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang