Chapter 35 Ciuman Kemenangan

548 28 2
                                    

"Jhon, apakah kau bisa ikut dengan kami? Karena Raka ingin bertemu denganmu," ucapku pada Jhon.

"Bukannya aku enggak mau, Nio. Tapi ... apakah kau tidak mendengar apa yang sudah dikatakan oleh Bambang tadi?" jawabnya sembari menoleh posisi kanan.

Aku yang secara serempak datang ini membuat Jhon memekik, mungkin dia tidak tahu apa maksudnya, karena sedari tadi berbicara tidak ada kejelasannya. Dengan menarik napas panjang, aku pun ingin menjelaskan apa yang dikatakan oleh Raka.

Rasa malu itu datang menyergap, karena ini adalah kali pertama aku menghadang orang lain untuk memohonnya datang. Namun, aku tidak mau memaksakan juga kalau dia tak mau, karena ketika pertengkaran itu datang aku pun tidak bisa menahan keduanya.

Kami yang tadinya sangat bersemangat, mendadak menjadi sangat mentah. Wajah Jhon terasa sangat pongah, aku tahu kalau dia sudah disakiti akan semakin bertambah emosi. Karena Bambang tampak sangat tidak semangat untuk berkata, dan dia pun enggan mau membantuku.

"Jhon, apakah kau benar-benar tidak mau ikut dengan kami? Ini adalah hal pertama yang aku lakukan, plis jangan menolak dan kamu tahu Raka hanya ingin bertemu denganmu," jelasku panjang kali lebar.

"Bukan aku enggak mau, tapi aku malu kalau harus ikut kalian ke ruangan itu lagi. Karena aku sudah kalian usir tadi, wajahku sudah enggak ada artinya apa-apa lagi mata kalian," jawab Jhon.

Aku yang sedari tadi menahan rasa malu, kemudian memekik tanpa henti. Karena sangat terpaksa, aku pun bersimpuh untuk memohon pada Jhon agar dia mau datang menemui Raka Lesmana.

Dengan sangat cepat aku merubah posisi, dan langsung menatap mantap wajah-wajah yang sangat emosi itu. Tapi aku tahu dari lubuk yang paling dalam, kalau Jhon tidak sejahat itu. Karena melihat aku berjongkok di hadapannya, kemudian reaksi Jhon pun sangat merasa aneh.

"Nio, ka-kau mau ngapain begitu?" tanya Jhon.

"Kalau kau malu untuk mendatangi Raka, biarkan aku lebih malu untuk membuat kau tidak merasakan perasaan malu itu. Karena apa, dia tidak mau bertemu kami dan hanya ingin berkata padamu," jelasku panjang kali lebar.

Tanpa menjawab apa pun, Jhon berdiri dan langsung membuka kain di tangannya. Dia bergerak pergi, entah ke mana akan berjalan. Aku dan Bambang saling tukar tatap, sementara sang sahabat di samping meneteskan air mata.

Bambang menyentuh pundakku, lalu dia berkata, "kau tidak perlu melakukan ini, Nio. Semua salah aku, dan harusnya yang melakukan ini adalah aku."

"Tidak masalah, asal sahabat aku tidak hancur, apa pun akan aku lakukan untuk kalian," jelasku.

Kali ini kami berdiri bersama-sama, berjalan mengikuti Jhon yang bergerak menuju ruangan itu. Aku percaya pada Jhon, kalau dia adalah orang yang baik dan tidak mungkin akan membuat sahabatnya terluka. Namun, terkadang setelah emosi itu datang, membuat siapa pun akan selalu merasa dikendalikan amarah.

Aku dan Bambang masuk ke ruangan, bergemingnya Jhon di sebelah Raka membuat ruangan ini terdiam dan sunyi. Lalu, Jhon menyentuh pundak sahabatnya yang meringkuk ke sebelah kanan, kemudian target pun menoleh.

"Eh, k-kau, Jhon. Aku kira, kau enggak akan datang ke sini menemuiku," titah Raka, membuat para komandan pun terdiam.

"Gak mungkin kalau aku gak datang, kau itu sahabat aku. Walau pun aku harus menahan malu, biarkan rasa malu itu hanya aku yang pegang. Raka, cepat sembuh agar kita bisa bercanda lagi. Sebenarnya tadi aku ingin menyerah saat tahu kalau kau adalah lawan pertamaku, tapi ... kau malah menyerang aku duluan." Jhon terkekeh dan menggaruk kepala.

"Kau jangan menyerah, Jhon. Ikuti babak final, aku yakin kalau kau bisa menjadi yang terbaik. Jangan dengarkan kata orang-orang, karena kau memang punya bakat." Raka menyentuh pipi Jhon, lalu dia meneteskan air mata.

Seleksi Calon BintaraWhere stories live. Discover now