Chapter 72 Introgasi

267 13 0
                                    

Dengan langkah lebar, aku dan Antonio memasuki ruang kantor yang telah di penuhi para Komandan dari kesatuan angkatan darat. Namun, mereka hanya menatap sinis terhadap kami yang datang dengan wajah tergopoh-gopoh. Setibanya di hadapan si Komandan, aku menarik napas panjang.

Sepertinya akan ada persidangan hebat di sini, karena para komandan ini hanya menatap ke arahku sangat tajam. Napas yang tadinya ngos-ngosan, berubah menjadi lebih dari itu. Seraya menundukkan kepala, aku tidak sanggup kalau harus melawan komandan yang tidak tahu sifatnya ini.

"Silakan duduk, kenapa masih berdiri," ucap sang komandan itu.

Tanpa menjawab, aku mengangguk dan langsung duduk. Di timpali dengan Antonio, dia berada di samping kiri dan kami sesekali saling tukar tatap. Seraya berpikir positif, akan tetapi sepertinya akan ada hal besar yang terjadi.

"Kalian tahu kenapa kalian di panggil ke sini?" tanya sang komandan.

"Ti-tidak, Komandan!" sergah kami serempak.

"Ada dua perkara yang kalian harus jawab sangat jujur. Ini adalah perihal masalah dan kejadian di sekitar asrama."

Deg!

Seketika aku menelan ludah, karena tadi malam aku sempat menghisap rudal milik Antonio di sebuah teras yang tak jauh dari asrama. Namun, di sana sangat gelap dan tak mungkin tertangkap CCTV. Saking takutnya, kami sebagai pelaku pun saling tukar tatap.

Tiba-tiba, dari ruang kamar sebelah kanan datang seorang komandan lagi. Berwajah sangat seram dan dia memakai baju loreng. Aku menarik napas panjang, berpikir kalau dia akan menunjukkan rekaman CCTV dari bawah teras asrama.

Karena dia membawa sebuah kamera dan beberapa kotak memori card. Lalu, dia menoleh ke arahku sejenak, orang yang sepertinya pernah aku lihat di lain tempat. Namun, kali ini dia terlihat lebih tampan di bandingkan waktu itu. Sebagai tanda menghargai, aku mengangguk.

Lalu, dia menyentuh pundak ini dengan tangan yang lembut. Kemudian dia menggoyangkan pundakku layaknya sudah sangat kenal dan sangat akrab. Aku tersimpuh malu, karena perawakannya yang sangat perkasa seperti Komandan Reza.

Hanya saja, yang satu ini ada brewoknya dan lumayan kalau untuk bahan main-mainan. Aku meringis dan menadahkan tatapan, lalu kupandang kaki yang sudah merapat. Padahal awalnya aku merasa sangat takut. Kehadiran lelaki di samping justru membuat diri ini semakin semangat.

"Ganteng juga kamu. Dari mana asal kalian?" tanyanya.

"Batalyon 3, Dan!" jawabku tegas.

"Kok, kelihatannya kamu ini bule atau gimana, ya? Karena aku perhatikan mata kamu kuning, dan kulitnya juga putih banget," paparnya memujiku.

"I-iya, Dan. Saya blasteran Portugis, Dan," titahku terbata-bata.

"Pantas saja, aku udah tebak kalau kamu ini adalah bule. Oh, ya, Dan. Sebaiknya mereka di pisah ruangan saja, biar saya yang introgasi si bule ini. Dan, kamu yang intrigasi Antonio," papar sang komandan.

Lawan bicaranya pun mengangguk, lalu Nio pun bangkit dan komandan di hadapanku juga pergi. Mereka masuk ke dalam ruangan yang ada di sebelah kanan, entah kenapa sampai kami kena panggil dan di sidang dalam ruangan ini.

Tetapi aku tetap berpikir kalau diri ini akan selalu jujur kalau kami telah melakukan hal aneh malam itu. Aku tidak bisa menyembunyikan semua ini, karena sudah terekam sepertinya di CCTV. Ya, karena aku tidak mau berbohong.

Dalam kesatuan, kalau berbohong akan bertambah sanksinya yang dapat membuat reputasi kami dapat lebih malu ke depannya.

"Jhon, kamu tahu kenapa kamu di panggil le ruangan ini?" tanya sang komandan.

Seleksi Calon BintaraWhere stories live. Discover now