#6. Pengakuan Tidak Terduga

132 29 6
                                    

Wicked Love - Yena
00:00●━━━━━━━02:46
⇆ㅤㅤ◁ㅤㅤ❚❚ㅤㅤ▷ㅤㅤ↻

Wicked Love - Yena00:00●━━━━━━━02:46⇆ㅤㅤ◁ㅤㅤ❚❚ㅤㅤ▷ㅤㅤ↻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Rumah Masaki sangat tertata dengan rapi dan konsep hitam dipadukan abu terkesan elegan. Seekor kucing kecil langsung memeluk kaki Masaki ketika lelaki itu baru saja masuk. Sangat menggemaskan membuat Minato berjongkok untuk mengelus bulu putihnya yang sangat lembut. Kucing kecil tersebut menggeliat kegirangan lalu berlari menuju area permainan yang memang disiapkan untuk tempat bermain kucing tersebut.

“Guru sangat baik menyediakan area bermain untuk Pucy.”

Masaki melangkah masuk dan mempersilakan Minato untuk duduk di sofa ruang tengah. “Aku tinggal sendiri di sini jadi jika aku pergi dari rumah, Pucy akan sendirian tidak ada teman—jadi aku menyediakan tempat bermain agar dia tidak bosan menungguku pulang.” Lelaki itu kemudian beranjak mengisi kembali makanan kucing pada wadah yang sudah kosong di sisi kandang kucing.

“Minato, ingin minum apa?”

“Aku ingin jus jeruk. Apakah ada, Guru?” tanya Minato tetapi juga merasa tidak enak. “Jika tidak ada, apa saja boleh.”

“Tenang saja, jus jeruk ada.” Masaki kemudian membawa dua gelas jus jeruk, salah satunya untuk Minato. Saat mendapat jus jeruk, Minato tampak gembira dan langsung meminumnya. “Ini sangat menyegarkan,” komentarnya.

Kedua netra Minato mengedar melihat-lihat sekitar, sudut mulutnya terangkat saat melihat sebuah foto masa sekolah Masaki dipajang, pada foto tersebut terlihat Masaki yang dirangkul oleh beberapa temannya, ada juga foto kelulusan. Masaki masih sangat tampan seperti sekarang, tidak ada sedikit pun perubahan masih tetap membuat Minato terpesona.

Lalu tatapan Minato berhenti pada sebuah piano yang terletak di dekat jendela. “Guru, bisa bermain piano?” tanya Minato semangat. Namun, Masaki menggeleng sebagai jawaban sehingga Minato kembali bertanya, “Kenapa? Padahal Guru punya piano.”

“Itu hanya pajangan saja, aku sudah lama tidak bermain lagi jadi sekarang sudah tidak bisa. Terakhir bermain waktu masih sekolah dasar,” jawab Masaki yang tentu saja membuat Minato sedikit kecewa padahal ia sudah membayangkan ingin diajari bermain piano oleh Masaki. Bukankah itu tampak romantis? Baru membayangkan saja Minato sudah merasa seperti terbang ke langit, lalu kini harus terjatuh lagi ke bumi karena bayangannya tidak bisa terwujud.

Tentu saja perubahan ekspresi Minato terekam jelas di mata Masaki membuat lelaki yang berprofesi sebagai guru itu pun menarik sudut mulutnya, Minato tampak menarik di matanya sehingga ia tidak ragu untuk dekat. Kemudian ia beranjak ke dapur dan berkata, “Aku akan membuat makan malam, apa ada makanan favoritmu yang ingin kubuatkan?”

Dengan semangat Minato mengikuti Masaki ke dapur. “Aku akan membantu, Guru. Ayo kita makan steak, aku suka steak,” ujar Minato.

Minato membantu mencuci beberapa sayuran seperti wortel, asparagus, dan kentang kemudian Masaki akan memotong-motongnya dengan ukuran sama. Keterampilan Masaki dalam memasak tentu saja membuat Minato tertegun karena terpesona—daging steak dimasak dengan sempurna sesuai keinginan Minato yang lebih suka tidak terlalu matang tetapi juga tidak terlalu mentah. Tidak hanya itu, saus yang dibuat Masaki juga rasanya sangat pas, penampilan steak yang dibuat Masaki sangat mengugah selera. Minato jadi teringat ayahnya yang juga sangat pintar memasak setelah ditinggal oleh ibu.

Mereka makan di meja pantri, tanpa banyak bicara Minato menikmati steak tersebut bahkan pipinya sampai mengembung karena terus memasukkan potongan daging ke dalam mulut. Sedangkan Masaki makan cukup lambat karena sesekali ia akan menoleh dan memperhatikan Minato makan; pertama kali ia membuat makanan untuk orang lain—Minato adalah orang pertama yang mencicipi masakannya dan ia cukup puas karena anak lelaki itu sangat menyukai steak yang dibuat.

Setelah habis barulah Minato merapatkan tangannya di depan piring yang sudah kosong. “Terima kasih, steaknya sangat enak.”

Masaki mengangguk kecil, hendak akan meraih piring kosong tersebut tetapi Minato sudah lebih dulu mengambilnya. “Biar aku saja, Guru sudah memasak jadi sekarang tidak perlu mencuci.” Dengan riang anak lelaki itu mencuci piring sambil bersenandung lagu yang dalam sekali dengar dapat Masaki tebak adalah lagu anak-anak.

Mereka berdua kembali duduk di sofa ruang tengah,  Masaki berniat untuk memutar sebuah film. Film yang akan mereka tonton adalah sebuah terbaru yang baru saja rilis bulan lalu, film yang menceritakan tentang seekor kelinci yang bermimpi pergi ke bulan. Minato yang mengetahui bahwa film itu adalah film yang ingin ia tonton sedari lama berbinar senang.

Saat film mulai, Pucy dengan manja berbaring di atas pangkuan Masaki setelah lelaki itu duduk kembali, meski matanya fokus menonton jalan cerita tetapi tangannya dengan lembut mengelus-ngelus tubuh Pucy. Namun, ia dikejutkan ketika sebuah kepala bersandar pada bahunya—ternyata Minato tertidur sehingga Masaki tidak berani untuk banyak bergerak baru ketika dirasa sudah cukup lama dan Minato tampak tertidur pulas, Masaki membantu membaringkan Minato dan ia juga mengambil selimut untuk menutupi tubuh Minato. Tidak lupa juga mematikan film meski film tersebut belum selesai.

Sambil menunggu Minato, Masaki mengerjakan beberapa tugas sampai-sampai tidak sadar hari sudah semakin larut sehingga ia melirik Minato yang masih tertidur. Sebetulnya ia tidak tega untuk membangunkan tetapi jika Minato tidur di rumahnya, Masaki khawatir keluarga anak lelaki itu mencari. Jadi, Masaki mendekati Minato—tangannya terulur menepuk pelan bahu Minato, dengan perlahan kedua mata Minato terbuka meski lelaki itu kemudian bangun dalam keadaan linglung.

“Minato.”

Minato masih terdiam beberapa detik mencerna lingkungan tetapi saat ia melihat Masaki cukup lama tiba-tiba Minato tersenyum cerah. “Guru Masaki jika boleh jujur aku menyukaimu.”

Pernyataan Minato jelas membuat Masaki bergeming seketika, ia cukup terkejut sampai-sampai tidak tahu harus berkata apa. Dengan cepat menggelengkan kepala menyadarkan kembali kewarasan, Masaki berkata, “Apa maksudmu, Minato?”

Tidak lama Minato bangkit, kebingunan yang tadi dialami sudah hilang tergantikan dengan rasa terkejut atas ucapannya barusan terlebih setelah mendapati respon Masaki yang membuat Minato merasa menyesal berbicara mengenai perasaannya tanpa melihat keadaan yang pas.

Dengan gugup Minato menjelaskan, “Ya, aku menyukai karena Guru Masaki adalah guru yang baik.” Lalu Minato memperhatikan bagaimana respon Masaki. Lelaki itu tampak lebih lega sehingga membuat Minato merasa kecewa secara diam-diam.

“Ternyata begitu.”

“Guru, kau terlihat sangat terkejut apa pernyataan cinta dari murid membuatmu sangat takut?” tanya Minato dengan nada bercanda meski sebenarnya pertanyaan itu ia lemparkan untuk mengetahui bagaimana tanggapan Masaki.

“Tidak takut hanya saja itu akan sangat berpengaruh pada hubungan guru dan murid ke depannya. Jika aku juga menyukai murid tersebut dan setuju untuk menjalin hubungan itu akan menjadi cinta terlarang yang akan mempengaruhi pekerjaanku dan tanggung jawabku sebagai seorang pendidik. Namun, jika aku tidak menyukai murid tersebut dalam arti cinta dan menolak tentu saja akan menyakiti hati murid tentu juga akan mempengaruhi hubungan yang telah terjalin biasanya murid tidak pernah mau lagi untuk bertemu denganku.”

Penjelasan Masaki sangat masuk akal sehingga Minato tidak lagi mengajukan pertanyaan, perasaannya campur aduk—mencintai Masaki teramat berat, beruntung ia telah berkonsultasi pada Seiya sehingga kini tidak terlalu patah hati dan ia sudah siap dengan konsekuensi yang ada. Untuk sekarang, tidak masalah hubungan mereka ke depannya akan menjadi seperti apa; Minato akan tetap mencintai gurunya tersebut dengan caranya sendiri bahkan jika Masaki memilih untuk tidak peduli atau menolak, Minato akan menunjukkan rasa cintanya.

꒰꒰ 🌿 ˊˎ -

BERSAMBUNG

Masaki masih selurus tiang, Minato harus lebih gencar lagi wkwk

Terima kasih sudah membaca cerita ini ♡♡♡

I Love You Teacher | MasaMinaWhere stories live. Discover now