27 | Masa lalu

178 38 83
                                    

🌟 nya jangan lupa yaa

Follow ig @are_.el
@kiraya.qoratuadilla
@rafka.galensi

galensi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

27. Masa lalu

Raya masih tak mengerti bagaimana jalan pikir Rafka. Untuk beberapa saat Raya menatap Rafka dengan tatapan sebal, tetapi yang dilihat justru terlihat tak acuh dan terus menatap ke layar ponselnya.

"Kamu mau aku dilabrak?" tanya Raya kesal.

Rafka mengalihkan pandangannya. "Dilabrak sama siapa?"

"Sama fans berat kamu," jawab Raya.

Rafka terlihat bingung. "Fans berat?" beonya. Rafka merasa heran, ia bukan orang terkenal, ia bukan artis kpop ataupun selebgram. Mana mungkin ada orang yang mengidolakan dirinya?

"Ck!" Raya memutar bola matanya. "Febi," ucap Raya menjelaskan yang dimaksudnya fans berat Rafka.

"Oh Febi," balas Rafka singkat.

Rasa kesal Raya pada Rafka semakin meningkat. Bisa-bisa Raya terkena darah tinggi karena Rafka yang terus membuatnya kesal.

Raya memutuskan untuk berdiri dari duduknya lalu membersihkan celananya yang terkena debu. Rafka yang tadinya fokus pada ponselnya, kini mengalihkan pandangannya pada Raya.

"Mau kemana?" tanya Rafka. "Ngambek?"

"Aku mau ke kamar aja," jawab Raya.

Rafka mengangguk. "Nggak ngambek 'kan?" tanyanya lagi.

"Dikit," cicit Raya dengan wajah jutek.

Raya ingin melangkahkan kakinya untuk menunjuk ke kamar, namun langkahnya terhenti kala ponsel yang berada di tangannya berdering, menandakan seseorang meneleponnya.

Sebuah nomor asing yang terpampang jelas di sana. Raya hanya diam tanpa ingin menjawabnya dan terus memandangi nomor itu.

Melihat Raya yang tak kunjung menjawab panggilan tersebut membuat Rafka bertanya. "Siapa? Kenapa nggak diangkat?"

Raya menggelengkan kepalanya tak tahu lalu menunjukkan layar ponselnya pada Rafka. Kini Rafka yang memperhatikan nomor itu dengan wajah bingung.

"Angkat aja," perintah Rafka.

Raya terlihat ragu dengan perintah Rafka. "Kalau ini si peneror, gimana?" ucap Raya.

Rafka baru mengingat itu. Ia kira kejadian jendela kamar Raya yang dipecahkan menggunakan batu itu adalah pengujung teror selama ini, karena setelahnya, tidak ada apapun yang terjadi. Namun Rafka tetap berpikir positif, menepis semua pemikiran buruknya bahwa itu si peneror.

"Kita tanya apa yang dia mau kalau emang itu si peneror," jawab Rafka tegas.

Raya meyakinkan dirinya sendiri untuk menjawab panggilan yang masih berdering itu. Dengan sedikit keberanian yang ia miliki, jempol Raya menggeser tombol berwarna hijau untuk mengangkat panggilan dari nomor asing itu. Ia hanya diam, menunggu seseorang di seberang sana untuk berbicara terlebih dahulu.

GUGUR [ON GOING]Where stories live. Discover now