Selamat Ulang Tahun

7 2 0
                                    

Jadi tukang rujak yang jualannya di dekat rumah Ranasya pasti akan laris. Setiap hari punya satu pelanggan tetap. Setidaknya sang langganan tetap datang tiga sampai empat kali seminggu. Satu pelanggan tuh sudah sangat berarti, daripada tidak ada yang beli, betul kan?

Usai membeli, Ranasya menerima rujak pesanannya, bapak penjual rujak tersenyum menatap punggung Ranasya yang semakin jauh sejauh mata memandang. Ia bersyukur bisa melihat pelanggan setianya.

Sebetulnya Angga merupakan langganan si bapak penjual rujak, namun apa mau dikata menjadi seorang kakak yang punya adik selalu punya sifat pesuruh. Ranasya lah yang paling sering melaksanakan keinginan Angga yang mau membeli rujak. Mau makan tapi males gerak, gak usah makan mending. Begitulah yang Ranasya ucapkan kalau ia sudah sangat gusar dengan kakaknya yang ia anggap sebagai tukang suruh.

Sampai di rumah, Ranasya yang hendak membuka pagar rumahnya terhenti sejenak karena tukang koran memanggilnya.

"Rumah saya gak ada yang baca koran, pak." Ucap Ranasya kepada tukang koran.

Sang tukang koran tersenyum. "Bukan koran neng, tapi paket eksklusif."

Ke dua alis Ranasya bertaut. "Maksudnya gimana pak?"

Sang tukang koran mencari paket eksklusif tersebut di keranjang sepedanya. Disana sang tukang koran mengeluarkan sebuah paket yang terbungkus oleh koran. Ukurannya seperti buku tulis campus, ketebalannya agak tipis. "Titipan dari Jakarta, dari Asi."

Dengan ragu Ranasya menerima paket yang katanya eksklusif. "Bukan barang macam-macam kan pak?"

"Bukan neng, sumpah deh, mas Asi sendiri yang titipin paket itu langsung ke saya."

Mendengar pernyataan sang tukang koran yang menyebutkan nama panggilan sang pengirim menggunakan 'mas' entah bagaimana caranya Ranasya langsung bisa menebak siapa mas Asi yang dimaksud.

"Pak, boleh saya titip salam kalau bapak ketemu mas Asi?"

"Boleh dong."

"Bilangin pak, kayak gak ada nama lain saja. Memang dia Asi ibu? Ha ha ha."

Sang tukang koran pun turut tertawa ketika mendengar apa yang Ranasya guraukan barusan.

Suatu hari di rumah, seseorang datang, dari Jakarta katanya. Awalnya juga sang tukang koran tidak percaya bahwa nama sang pemberi paket tersebut adalah Asi. Bapak tukang koran juga sudah bertanya berkali-kali kepada sang pengirim apakah benar namanya Asi? Namun si mas Asi ini bersiteguh bahwa memang benar namanya Asi.

Ketika Ranasya sudah masuk ke rumah, sang tukang koran menghentikan senyumnya. "Astaga! Dosa saya ngetawain nama orang, ih." Sang tukang koran bergumam kepada dirinya sendiri, lalu menatap pagar rumah yang telah tertutup rapat.

𓆝 𓆟 𓆞 𓆝 𓆟

Di kamar, Ranasya terheran-heran dengan isi paket eksklusif tersebut. Isinya aneh, ialah dua ppuluh lembar kertas portofolio kosong yang diletakan di tengah-tengah tumpukan kardus tipis dengan sebuah pesan: Cuma kertas kosong, biar kamu bisa isi dengan apa yang mau kamu isi saja. Aku masih gak tahu kamu sukanya apa, Rabu.

Dengan segera Ranasya menuliskan sesuatu di dalam kertas tersebut masih sambil terheran-heran. Kok cara kamu mau berteman dengan orang lain tuh aneh ya? Orang aneh.

𓆝 𓆟 𓆞 𓆝 𓆟

Siang menuju sore. Ranasya pergi ke kampus guna menghadiri pertemuan yang diadakan secara mendadak oleh Wardo. Entah Wardo sudah tersambar apa, ia melakukan spam di grub untuk memberitahu Maha, Risa, Dian, dan Ranasya untuk segera datang menemuinya ke ruang diskusi mahasiswa. Wardo bilang ini sangat penting karena dirinya ingin mentraktir teman-teman dekatnya untuk makan-makan.

Nanti Kalau Hujan Sudah Reda, Aku Baru Mau Pergi dari Tempat IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang