Chapter 2

20 1 0
                                    

Sudah menjadi kewajiban Laras selama sang Bunda berada diluar maka Rara untuk sementara penuh menjadi tanggung jawabnya. Ia merasa tak pernah keberatan sama sekali dengan kehadiran sang adik. Jarak lahir antara mereka berdua memang cukup jauh yakni 5 tahun dimana pada saat itu Laras memang sudah siap menjadi kakak dan di saat sang adik lahir ia sangat bahagia serta tak sekalipun ia merasa iri dengan sang adik.

Seperti saat ini misalnya, ia tengah sibuk berkutat di dapur dengan segala bahan dan bumbu masakan untuk makan malam kali ini, Laras memang sangat pandai memasak seperti Bundanya.

"Kak Laras Aku boleh bantu, " Ucap Rara yang tiba-tiba berada di hadapannya.

"Ehh, nggak apa-apa udah hampir selesai kok, " Ucap Laras sembari tersenyum menatap sang adik.

" Maaf aku nggak bisa bantu, " Balas Rara merasa bersalah.

" Loh, Nggak apa-apa dek, " Ucap Laras terkekeh ringan melihat tingkah sang adik.

"Kamu masih ingat novelnya Sweet tears nggak? " Tanya Laras.

"Iya masih, kenapa kak?, " Balas Rara.

Laras tersenyum kepada sang adik sembari menyodorkan paper bag bertuliskan Gramedia.

Rara yang melihat hal itu mengulum senyum manis sambil membuka paper bag tersebut apalagi setelah melihat apa isi dari benda itu. Ia langsung memeluk sang kakak dengan sangat erat.

"Makasih banyak Kakak, " Ucapnya, matanya berbinar menatap benda yang kini sudah ada dalam genggamannya.

" Sama-sama, Suka nggak? " Tanya Laras tersenyum mengusap pucuk kepala sang adik.

"Suka banget, " Balas Rara tersenyum.

"Drrrrt Derrrrt" Sering telepon rumah yang sejenak menyita perhatian Laras. Dengan cepat Laras mengangkat gagang telepon lantas menempekannya pada telinganya

Rupanya itu adalah panggilan Sang Ibu, Ambar.

"Assalamualaikum Kak, Dek, kalian Oke kan? Sapa sang Bunda dari kejauhan.

" Alhamdulillah Baik Bunda," Jawab Laras.

"Bunda gimana? Udah makan belum bun? " Lanjut Laras.

"Iya ini Bunda sudah sampai di penginapan lagi nunggu makanan juga, " Balas Ambar.

"Gimana kalian udah makan? Ayah mana kak?, Adek udah minum obatnya? " Lanjut Ambar.

" Ini Laras baru selesai masak, Ayah di depan lagi nonton TV, " Balas Laras.

"Rara belum minum Obat nanti makan baru Laras siapin Obatnya, " Lanjutnya

"Ohh gitu yaudah, Bunda tutup telfonnya ya, wassalamulaikum," ucap Bunda

"Waalaikumsalam Bunda," jawab Laras dan Rara.

Ambar menutup telfonnya. Ia menghembuskan napas berat ia tak berhenti memikirkan Rara sempat rasanya ingin resign dari pekerjaan ini akan tetapi mengingat kondisi Rara sekarang maka ia harus kuat menjalani semua ini.

Di lain sisi Fadhil dan anak-anaknya tengah menikmati makan malam yang ceria canda dan tawa menghiasi meja makan berbentuk bulat itu. Senyuman dari anak-anaknya seketika membuat lelah yang mendiami tubuhnya seharian ini menguap tak bersisa terlebih lagi senyum dari putri bungsunya.

"Adek besok kemo kan, " Tanya Fadhil kepada putri bungsunya itu.

"Iya Ayah, " Balas Rara tanpa beban seakan ia hanya akan duduk di depan dokter lantas pulang setelahnya.

Fadhil hanya mengangguk menanggapi jawaban putrinya.

"Ayah nggak usah khawatir aku pergi sama Bi Ratri, Mang Anto, sama kak Laras kok aku nggak sendiri Ayah nggak perlu takut aku kuat kok, heheh, " Ungkap Rara.

Di Ujung Penantian (End) Where stories live. Discover now