8. Jawaban

4.2K 347 4
                                    

Setelah bel pulang berbunyi dan guru keluar dari kelas, Damar selaku ketua kelas bertugas membagikan ponsel siswa yang dikumpulkan selama jam belajar-mengajar.

Ponsel dimasukkan ke dalam wadah plastik sama ukuran berstiker nama masing-masing guna mempermudah pembagian. Siapa pun yang sudah mendapat ponselnya, diperbolehkan meniggalkan kelas.

"Mayuno," panggil Damar.

Tidak ada respon.

"Mayuno!" Lelaki itu meninggikan suara, tapi si pemilik nama masih belum juga menyahut. Padahal kelas sudah sunyi karena kebanyakan siswa sudah keluar.

"Hei! May! Dipanggil tuh!" tegur seorang siswi pada gadis berambut merah muda yang terus melamun dengan posisi lengan dilipat rapi di atas meja.

Namun, seakan pendengarannya ditulikan, gadis itu masih saja diam dengan mata setengah terbuka. Sedangkan di depan sana tepatnya di meja guru, Damar mulai merasa kesal sebab terus diabaikan.

Siswa yang belum dipanggil pun mulai menggerutu menatap Mayuno sebal karena membuang waktu mereka yang memiliki kepentingan masing-masing.

Damar menghela napas. Mencoba memanggil sekali lagi. "Mayuno!" Akan tetapi, tetap belum ada respon. "Ge, tepuk pundaknya."

Gea, siswi yang tadi menegur mengangguk patuh, menghampiri patung hidup yang memang duduk di sebelahnya, lalu menepuk bahu gadis itu pelan.

Satu tepukan ringan mendarat di bahu, tapi si empunya masih diam. Gea melirik Damar yang membuat gestur memukul kuat. Gadis itu menggeleng cepat, tidak berani melakukannya. Bagaimana pun Mayuno termasuk geng Bianca yang terkenal berkuasa. Bisa jadi ia akan menjadi sasaran bully Sien jika berani melakukan tindakan kasar seperti memukul.

"May," Gea menepuk-nepuk bahu Mayuno lebih kuat, tapi tidak sekuat yang dicontohkan Damar.

Mayuno tersentak ringan, ia spontan mendongak dengan mata merah berembun, mendapati seorang gadis yang penampakannya belum jelas, berdiri di sampingnya.

"Dipanggil, tuh. Ambil HP," jelas Gea.

Bukannya bergegas, Mayuno justru nampak linglung. "HP? Aku 'kan nggak punya HP," ujarnya. "Eh? Ini di mana?" Ia mengucek mata yang sayu khas bangun tidur, memerhatikan sekitar dengan tampang bodoh.

"Udah, jangan main-main. Cepetan ambil. Masih ada yang ngantri," ucap Damar tegas.

Mayuno menengok ke kiri dan ke kanan, mencari seseorang yang dimaksud Damar, tapi semua orang di kelas malah menatapnya tajam. Masih tidak yakin, ia menunjuk diri sendiri. "Kamu ngomong sama aku?"

"Iya. Ma. Yu. No," jawab Damar penuh penekanan.

Dahi gadis berambut merah muda itu berkerut. "Mayuno?" ulangnya. "Tapi aku bukan .... "

Ingatan bak gulungan film berputar kembali di otaknya. Dari mulai bangun di kamar asing, hingga penjelasan guru yang terdengar bergaung sebelum ia terbuai oleh rasa kantuk.

Seperti diguyur seember air dingin, kelopak matanya seketika terbuka lebar. Kesadaran yang awalnya mengambang kembali berpijak pada daratan kenyataan. Benar. Sekarang ia adalah Mayuno. Tokoh fiksi dalam sebuah novel.

"Iya. Aku Mayuno." Gadis itu tertawa canggung begitu menyadari kecerobohannya.

"Kamu barusan tidur, ya?" tanya Damar saat Mayuno sudah berada di depan meja guru. Ia mengulurkan ponsel ber- case pink metalik.

Yang ditanya mengangguk malu sambil menerima ponselnya. "Iya .... "

"Kamu beruntung yang ngajar jam terakhir itu Bu Irna, kalau Bu Denis udah disuruh berdiri lagi."

Mayuno The FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang