CHAPTER 12

34 27 0
                                    

SELAMAT MEMBACA!!

***

   Hari Ahad adalah hari yang paling di tunggu-tunggu, dimana hari sekolah di libur kan bangun pun tidak mesti pagi-pagi, tetapi terkadang hari Minggu juga adalah hari yang paling membosankan, tidur makan tidur makan dan berakk itu saja.

Cahaya matahari menelisik masuk ke dalam kamar nya melalui sela-sela fentilasi, "euggg." gadis itu terusik sebab cahaya matahari begitu lancang menerpa wajahnya.

Perlahan-lahan mata gadis itu terbuka, menatap atap-atap kamar nya dengan setengah sadar, setelah nyawa demi nyawa terkumpul gadis itu bangkit lalu merentangkan kedua tangannya agar otot-otot nya tidak terlalu kaku.

Karena hari ini adalah hari Minggu gadis itu kembali merebahkan tubuhnya dan berguling guling di atas sana.

Gadis itu sesekali terlihat menguap akibat rasa kantuk yang masih menyerang.

Tok tok tok

Masih dengan keadaan tengkurap gadis itu menoleh menatap pintu yang berbunyi akibat ketukan oleh sesuatu.

"Emm masuk!" Ujarnya seperti suara orang habis bangun tidur pada umumnya.

Ceklek.

Pintu terbuka menampakkan seorang paruh baya yang berdiri di ambang pintu.

"Kenapa oma?"

"Mari sarapan di bawah."

Gadis itu melirik jam yang baru menunjukkan pukul tujuh lewat.

"Bangun dan mandi lah setelah itu  turun opa mu sudah menunggu."

Akhia meringis pelan, bisa-bisa Oma dan opa nya kelaparan sebab menunggu nya, tahu saja ia jika mandi butuh waktu setengah abad untuk selesai.

"Oma sama opa duluan ajah makannya gak usah nunggu, nanti aku nyusul," Balasnya lalu di angguki oleh sang empu. Ia tahu omanya ini masih marah padanya karena kejadian semalam ia tak pulang bersama raki terlihat dari raut wajah sang oma yang masih tak menampakkan senyuman yang sering di berikan padanya.

"Jangan lama-lama!"

Setelah mendapatkan anggukan oma yunda kembali menutup pintu lalu turun kebawah.

Dengan malas-malasan gadis itu bangkit lalu berjalan menuju kamar mandi, berniat membersihkan tubuh nya.

Butuh waktu tiga puluh menit untuk menyelesaikan ritual berendam nya, gadis itu keluar dari kamar milik nya seraya menuruni satu persatu anak tangga dengan santai. Ia sudah tak melihat Oma dan opa nya sarapan mungkin sudah selesai.

Setalah menginjakkan kaki pada anak tangga terakhir, tanpa ingin berlama-lama gadis itu berjalan ke arah meja makan lalu mendudukkan bokong nya pada salah satu kursi.

Kurang dari sepuluh menit gadis itu telah menyelesaikan makannya, akhia berjalan ke arah wastafel berniat mencuci piring bekas nya dan juga tangannya.

Gadis itu berjalan ke arah ruang tamu karena omanya sempat menyuruh dirinya untuk menemui nya di ruang tamu.

Akhia meringis pelan saat menemukan sang oma juga opanya sudah duduk manis di salah satu sofa dan dengan ekspresi yang sudah tak enak di pandang, bulu kuduk gadis itu berdiri, ia yakin satu juta persen dirinya akan di marahi.

"Duduk!"

"Ke-kenapa Oma?" Gadis itu tersenyum canggung seraya mendudukan bokong nya pada sofa.

"Raki sudah memberitahu semua nya, Jelaskan dari mana kamu semalam!" Ucap sang opa tanpa menoleh.

"Kamu tahu? raki sangat mencemaskan mu," Ujarnya menoleh menatap sang cucu.

Akhia mengumpat dalam hati, "cih mencemaskan?" Gumam nya merasa muak.

Akhia menghela nafas panjang sebelum kembali berucap, "opa percaya sama raki?" Tanya nya dengan tatapan polos yang dibuat-buat.

"Maksud kamu apa?!"

"Aku enggak mungkin turun kalo raki gak nyuruh aku!"

"Kamu jangan membual, raki tidak seperti itu," Ujarnya dingin, dengan pandangan datar yang diberikan pada akhia.

"Aku enggak bohong!"

"Terus siapa yang mengantar mu semalam?!"

Akhia terdiam, jika dirinya mengatakan itu adalah Rafa, ia yakin oma dan opanya akan marah, karena kedua lansia ini akan berpikir dirinya turun dari mobil raki Karena ia lebih memilih Rafa yang notebook nya teman-teman dari ghafa dan Neal orang-orang yang tidak menyukainya.
Tetapi jika ia tidak mengatakannya oma dan opa nya akan terus beranggapan bahwa dirinya berbohong.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya, bingung ia harus mengatakan apa.

"Kenapa diam?"

"Itu temen aku!"

"Kamu punya teman?"

Sial,  gadis itu mengumpat sekali lagi dalam hati, kenapa dirinya tak memikirkan itu.

"I-iya lah!"

"Baiklah jika opa tau kamu berbohong maka opa tidak akan segan-segan berbuat keji pada mu," Ujarnya sebelum berlalu pergi bersama sang istri.

Akhia menelan Saliva nya dengan susah payah, keringat dingin mulai bercucuran di kening nya jangan lupakan buluk kuduk nya yang sudah berdiri tegang, jujur ia sedikit takut oma dan opanya akan tahu jika yang mengantar nya adalah Rafa, tapi ia tidak berbohong kan, cowok itu memang teman nya, teman?

Gadis itu bangkit berniat berjalan keluar dan mencari udara segar tetapi belum sempat ia melangkah, suara panggilan menginstruksi nya untuk berhenti.

"Akhia!"

Akhia reflek menoleh, dan menatap bingung sang oma yang kini telah berdiri tak jauh darinya.

"Iya oma, Kenapa?"

"Keruangan kerja opa sekarang!" Ujarnya lalu pergi.

Akhia mendengus sebal, apalagi ini?

***

Terlihat seorang paruh baya menghela nafas panjang, "baiklah opa memaafkan mu."

Mata gadis itu berbinar, "makasih opa oma!"

"Baiklah!"

Gadis itu terdiam sejenak namun seperdetik kemudian tersenyum  manis kala mengingat sesuatu yang tersematkan dalam hati dan pikirannya, "oma opa," Panggil nya dengan nada merengek.

"Ada apa sayang?" Tanya nya lalu bangkit mengelus rambut sang cucu, ia tahu cucunya ini akan meminta sesuatu.

"aku mau opa dan oma jodohin aku sama sagara!" Gadis itu menatap satu persatu wajah sang oma dan opanya secara bergantian dengan pandangan memohon.

"Apa? Oma tidak salah dengar?"

"Tidak oma!" Ujarnya dengan nada merengek seraya menggenggam kedua tangan sang oma.

"Benarkah?"

Gadis itu mengangguk dengan lucu.

Sang oma menghela nafas panjang, tidak apa sekali-kali ia akan menuruti permintaan cucu kesayangannya ini, cucu yang sudah lama ia besarkan tanpa kasih sayang dari ayah dan ibu.

***
Bersambung!

49 DAYS TRANSMIGRASIWhere stories live. Discover now