Happy Reading!
Ayyara tersenyum manis lalu menatap bunga mawar yang tadi ia petik setelah menyiram bunga. Suasana hatinya masih bagus setelah tadi malam menghabiskan waktu bersama tuan Arvind.
Ternyata benar, tuan Arvind tidak sejahat yang Ayyara pikirkan. Pria itu sangat baik dan perhatian, meskipun mungkin itu karena bayi yang saat ini ia kandung.
Ayyara menghela napas lalu menyentuh perut datarnya. Ketakutannya terhadap tuan Arvind perlahan memudar. Apalagi sejak tahu tentang kehamilannya, Ayyara justru ingin selalu dekat dengan tuan Arvind. Ada semacam dorongan tak kasat mata yang membuatnya selalu ingin diperhatikan oleh pria itu.
"Tapi aku tidak bisa terus menerima perhatian tuan Arvind. Aku tidak boleh egois."
"Kata siapa tidak boleh egois?"
Eh?
Ayyara menoleh lalu berdiri saat melihat seorang wanita paru baya dengan penampilan elegan berdiri tak jauh dari kursi yang ia duduki.
"Nyo.. nyonya" panggil Ayyara. Jika tidak salah, bukankah wanita yang berdiri dihadapannya adalah ibunya tuan Arvind.
Juwita tersenyum lembut. "Cukup panggil mama dan bukan nyonya, Ayyara." ucap Juwita membuat tubuh Ayyara menegang. Mana mungkin ia memanggil ibu dari majikannya dengan panggilan mama.
"Maaf nyonya, tapi bagaimana bisa saya memanggil anda seperti itu." ucap Ayyara pelan.
Juwita terkekeh lalu menarik Ayyara untuk duduk di kursi. "Kenapa tidak? Bukankah kau sedang mengandung cucuku."
Ayyara menoleh kaget. Tidak menyangka bahwa kehamilannya ternyata diketahui oleh ibu tuan Arvind.
"Da.. dari mana nyonya tahu?" tanya Ayyara pelan. Ia takut salah bicara.
Juwita tersenyum. "Apa itu penting? Bukankah yang terpenting adalah kau tengah mengandung pewaris keluarga Sanjaya." ucap Juwita membuat Ayyara menunduk. Ia mungkin yang mengandungnya tapi untuk hak atas anak ini, Ayyara mungkin tidak milikinya.
"Mama sudah mengetahui segalanya, tentang kenapa kau menerima tawaran Karin dan juga perjanjianmu dengan putraku. Tapi yang tidak mama duga adalah bagaimana mungkin seorang ibu tega mmeninggalkan anaknya untuk dirawat oleh wanita lain." ucap Juwita. Ia harus bisa mempengaruhi Ayyara untuk tidak terpacu pada perjanjiannya. Jika wanita itu bisa mendapatkan segalanya bukankah lebih bagus.
Ayyara terhenyak lalu menyentuh perutnya.
Juwita tersenyum. "Perutmu masih kecil, mama yakin rasa keibuanmu belum muncul. Tapi nanti saat perutmu membesar dan merasakan tendangannya. Mama yakin kau akan merasa tidak rela untuk meninggalkan bayimu di sini."
Ayyara menatap wanita di sampingnya. "Sebenarnya apa yang ingin nyonya katakan?" tanya Ayyara. Kenapa seolah ibu tuan Arvind mempengaruhinya untuk tidak meninggalkan anak yang akan dilahirkan.
"Mama sudah mengenal Karin hampir sepuluh tahun. Dan tidak ada yang lebih penting baginya selain uang dan bersenang-senang. Wanita itu egois dan kasar, mama hanya berpikir bagaimana bisa kau tega meninggalkan bayimu untuk dirawat oleh Karin," ucap Juwita lalu menyentuh lengan Ayyara."Bukankah seorang anak berhak mendapatkan kasih sayang lengkap dari kedua orang tuanya?"
Kedua mata Ayyara melotot lalu menunduk. Ibu tuan Arvind benar. Selama ini Ayyara hanya berfokus untuk segera hamil agar bisa pergi. Tapi ia tidak pernah memikirkan bagaimana nanti nasib anak yang akan ia lahirkan. Jika melihat sifat dan sikap nyonya Karin, Ayyara tidak yakin anaknya akan diperlakukan dengan baik. Sedang tuan Arvind, pria itu memang baik tapi untuk mengurus seorang anak?
'Eh tapi bukankah tuan Arvind bilang akan mengusir nyonya Karin begitu ia memberinya seorang anak.' batin Ayyara. Mungkin saja tuan Arvind akan menikah lagi dengan perempuan baik yang bisa merawat anak mereka nanti.
"Ayyara." panggil Juwita.
"Ha.. Iya nyonya?" kaget Ayyara.
"Apa yang kau pikirkan?"
Ayyara menggeleng. "Nyonya benar tentang nyonya Karin, tapi tuan Arvind sudah berjanji akan mengusir nyonya Karin begitu saya melahirkan. Mungkin tuan akan menikah lagi dengan wanita baik yang bisa merawat bayi kami." ucap Ayyara membuat Juwita terkekeh.
"Kau percaya?"
"Apa?" kaget Ayyara bingung.
"Jika memang ingin mengusir Karin, kenapa tidak sekarang? Kenapa harus menunggu setelah kau melahirkan." tanya Juwita membuat Ayyara diam.
"Mama mengenal Arvind, Ayyara. Putra mama itu pasti punya rencana dan kau sebagai pihak yang dirugikan juga harus punya rencana." ucap Juwita membuat Ayyara terhenyak.
"Rencana?"
Juwita mengangguk. "Keluargamu perlu uang kan untuk membayar hutang?"
Ayyara mengangguk polos.
"Jika kau menikah dengan Arvind maka kau bisa memiliki banyak uang."
Deg
Apa. Apa yang ibu tuan Arvind katakan? Menikah? Itu tidak mungkin.
"Kau pasti berpikir itu tidak mungkin. Tapi hanya dengan menikah kau akan mendapatkan segalanya, uang dan juga bayimu." ucap Juwita membuat Ayyara menggeleng pelan.
"Maaf nyonya, tapi pernikahan perlu dua orang yang saling mencintai dan tuan Arvind.. tidak mencintai saya." ucap Ayyara pelan.
Juwita tersenyum. "Dan kau sendiri? Apa kau tidak menyukai putraku?" tanya Juwita membuat tubuh Ayyara menegang. Dan respon itu membuat Juwita merasa akan menang.
"Mama hanya ingin kau memikirkan dirimu sendiri juga bayi yang akan kau lahirkan. Sesekali kau harus bersikaf egois. Dan itu tidak masalah. Lagipula semua orang memang selalu egois untuk kebahagiaan sendiri." ucap Juwita dan itu adalah pukulan terakhir. Ia yakin Ayyara sudah terpengaruh.
"Me.. menurut nyonya, apa yang harus saya lakukan?" tanya Ayyara pelan.
Juwita tersenyum penuh kemenangan. "Pertama kau harus mengusir Karin dari rumah ini."
Ayyara melotot. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan itu. Sedang baru dibentak oleh nyonya Karin saja ia sudah menangis.
"Ini adalah hal yang harus kau lakukan, Ayyara." ucap Juwita lalu menyentuh perut Ayyara yang masih datar.
Ayyara menggeleng. Untuk sesaat ia merasa tergoda namun kenyataan bahwa ia hanya gadis desa yang miskin membuatnya tersadar kembali. Untuk melawan nyonya Karin, jelas ia tidak akan bisa.
"Maaf nyonya, tapi saya tidak bisa." ucap Ayyara pelan membuat Juwita menghela napas.
"Arvind sangat menyayangi bayi yang kau kandung dan dia pasti akan sering menemuimu. Menurutmu jika Karin tahu hal itu, apa dia akan diam?" tanya Juwita membuat Ayyara diam. Itu juga yang selama ini selalu ia khawatirkan. Bagaimana jika nyonya Karin tahu bahwa tuan Arvind selalu tidur di kamarnya.
"Dia akan membunuhmu, Ayyara. Karin tidak akan peduli dengan bayi yang kau kandung. Dia hanya akan fokus melenyapkan orang yang merebut miliknya. Karena itu sebelum wanita itu melakukannya, kau harus bergerak lebih dulu." ucap Juwita membuat Ayyara meremas daster yang ia kenakan.
Ayyara menggigit bibir bawahnya. Mungkin benar ia harus bersikap egois. "Em.. saya harus melakukan apa, nyonya?" tanya Ayyara membuat Juwita tersenyum licik lalu membisikan rencananya di telinga Ayyara.
Tubuh Ayyara menegang setelah mendengar rencana yang diberikan oleh ibu tuan Arvind.
"Kau bisa melakukannya, kan?"
Ayyara diam lalu mengangguk pelan membuat Juwita tersenyum penuh kepuasan.
-Bersambung-
ESTÁS LEYENDO
Mengandung Anak Tuan Arvind
RomanceHarap bijak memilih bacaan! Ayyara, gadis berusia dua puluh tahun yang berasal dari keluarga miskin. Bukan hanya miskin, keluarganya juga memiliki setumpuk hutang. Untuk membayarnya, Ayyara terpaksa menerima tawaran dari wanita kaya untuk melahirka...