🌼39

71.5K 4.2K 196
                                    

Happy Reading!

Tiga bulan kemudian.

Ayyara menatap tubuhnya di cermin. Ternyata segala jenis perawatan yang ia jalani selama ini mulai membuahkan hasil. Kulitnya menjadi mulus dan lebih putih. Wajahnya juga terlihat semakin cantik. Bahkan rambutnya juga nampak berkilau dan sangat wangi. Jangan lupakan dengan kuku-kukunya yang terlihat sangat indah.

Dug

"Ughh" Ayyara segera menyentuh kandungannya yang kini sudah memasuki usia lima bulan.

Mungkin bayinya merasa lelah karena tadi diajak keliling taman bersama neneknya. Karena itu, Ayyara bergegas menuju sebuah sofa.

Dug

"Ada apa, sayang?" tanya Ayyara lembut. Dan tak lupa memberi usapan penuh sayang di perutnya.

Ayyara menaikkan dress yang ia kenakan hingga perut bulatnya terlihat jelas.

"Hm.. Kenapa diam? Ayo bergerak lagi." pinta Ayyara saat tak merasakan gerakan apapun lagi dari dalam perutnya.

"Apa kau tidur?" tanya Ayyara sembari sedikit menekan perutnya.

Ceklek

"Waktunya minum susu."

Ayyara segera menurunkan dressnya saat Juwita masuk.

"Ada apa? Apa ada yang sakit?" tanya Juwita cemas saat melihat Ayyara merapikan pakaiannya.

Ayyara segera menggeleng lalu berusaha untuk berdiri."Tidak, mah. Tadi bayinya menendang." beritahu Ayyara dengan senyum manis membuat Juwita menghela napas lega lalu segera memberikan susu yang ia bawa.

"Minum ini lalu istirahat." ucap Juwita kemudian mengusap perut Ayyara dengan lembut.

Ayyara bergegas meminum susunya hingga habis.

"Mah." panggil Ayyara membuat Juwita menyudahi usapannya.

"Ada apa? Perlu sesuatu?" tanya Juwita lalu mengambil alih gelas kosong dari tangan Ayyara.

"Itu.. "

"Jika kau ingin sesuatu, katakan saja! Mumpung papamu ada di rumah." ucap Juwita membuat Ayyara segera menggeleng.

"Inikan sudah tiga bulan, apa.. "

"Ahh benar. Tiga bulan sudah berlalu. Mama rasa kita sudah bisa mengetahui jenis kelaminnya." potong Juwita cepat membuat Ayyara tersenyum.

"Iya. Tapi_"

"Ada apa?" tanya Juwita dengan wajah penasaran.

"Itu mah, inikan sudah tiga bulan. Apa tidak ada kabar tentang tu.. "

Juwita mengernyit menunggu Ayyara menyelesaikan pertanyaan.

"Ada apa, sayang? Kau ingin menanyakan apa?" tanya Juwita namun Ayyara malah menggeleng.

"Tidak, mah. Bukan apa-apa." ucap Ayyara pelan lalu menunduk.

Juwita yang mengerti hanya tersenyum tipis. Mungkin akan lucu jika ia sedikit bermain-main.

"Oh ya, Ayyara. Mama yakin ini tidak penting, tapi tadi papamu baru saja bicara dengan Arvind." ucap Juwita memancing dan sepertinya berhasil karena Ayyara segera mengangkat wajahnya.

"Apa kata tuan Arvind, mah?" tanya Ayyara cepat.

Juwita menahan senyumnya. "Tidak ada yang penting. Hanya saja mungkin pria brengsek itu harus berada lebih lama di Singapura." ucap Juwita membuat Ayyara melotot tanpa sadar.

"Apa? Tapi kenapa?" tanya Ayyara tak sadar.

"Mama rasa ada masalah lain yang harus Arvind urus. Sudahlah, tidak perlu memikirkannya. Lagipula pulang atau tidak, sama saja." ucap Juwita membuat Ayyara menyentuh perutnya.

Dug

"ugh" ringis Ayyara membuat Juwita segera menyentuh perut yang berisi cucunya itu.

'Apa cucuku marah?' batin Juwita lalu berbisik pelan. Tenang sayang, nenek hanya bercanda. Ayahmu akan pulang hari ini.

Ayyara menahan ringisannya lalu beranjak menuju tempat tidur.

"Apa bayinya menendang lagi?" tanya Juwita.

"Iya, mah." sahut Ayyara pelan. Tendangan bayinya tidak sakit hanya saja entah mengapa perutnya menjadi sedikit tegang.

"Baiklah. Sebaiknya sekarang kau istirahat." ucap Juwita lalu membantu Ayyara berbaring.

"Terima kasih, mah." ucap Ayyara tulus. Selama ini mama Juwita benar-benar mengurus dirinya dengan baik. Bukan hanya untuk bayinya, tapi juga untuk Ayyara sendiri.

Juwita tersenyum tipis. "Sama-sama, sayang. Dan satu lagi, malam ini mama dan papa ada acara di luar. Apa tidak masalah jika kau tinggal di rumah?" tanya Juwita.

Ayyara mengangguk sebagai jawaban.

"Baiklah. Sekarang tidurlah!" ucap Juwita lalu mengusap perut Ayyara sekali lagi sebelum beranjak pergi.

Juwita kembali ke kamarnya.

"Arvind sudah tiba di rumah kan, pah?" tanya Juwita pada suaminya.

Baskoro mengangguk. "Papa memintanya untuk bercukur sebelum ke sini."

Juwita tertawa. Pasalnya putra tunggalnya itu sudah seperti bujang tua tidak terurus.

"Sebaiknya biarkan mereka bersama sekarang, jangan ikut campur lagi." tegur Baskoro.

"Iya pah. Setelah ini, mama akan membiarkan mereka bersama. Akan lebih baik jika kita segera menikahkan keduanya." ucap Juwita.

Baskoro hanya mengangguk walau sebenarnya sudah terlambat untuk menikahkan keduanya, mengingat perut calon pengantin wanita sudah sangat besar.

-Bersambung-

Mengandung Anak Tuan ArvindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang