Chapter 17

2 2 0
                                    

Pift... Elice kini keluar dari lift, dan langsung menuju Apartemen milik Vicktory.

... Ting... Elice nenekan bel depan pintu.  .... Ting.... Elice menekan lagi. .... Ting.... Ting.... Ting.... Ting... Lagi, dan lagi..
Tapi masih saja belum ada jawaban dari dalam.

"Apa ini? Dimana orang itu?" Gumam Elice dengan nada pelan.

Dia pun segera menyalakan handphone nya dan mencoba untuk menghubungi Vicktory.

Elice merasa heran. Dia mendengar suara handphone Vicktory dari dalam sana, tapi lelaki itu tidak mengangkat panggilan telepon darinya sama sekali.

"Vicktor...!!" Kini Elice pun berteriak sambil mengetuk-ngetuk pintu apartemen Vicktory.

"Vick... Vicktor... Vicktor..." Panggil Elice terus menerus, sembari mengetuk pintu.

Ceklek...

Akhirnya, Vicktory membuka pintu apartemennya. Elice sejenak kaget, saat melihat Vicktory saat ini.

Penampilan pria tampan itu kini sangat berantakan. Matanya bengkak seperti orang yang baru habis menangis, wajahnya terlihat agak pucat, dan kondisi nya yang terlihat kuyu membuat Elice sedikit tercengang.

Elice bertanya-tanya dalam hatinya 'siapa ini? Dia tidak mungkin kak Vicktor...'

Karena Vicktory yang dia kenal, biasanya selalu berpenampilan Cool, senyuman nya yang manis, dan rambutnya yang selalu tersisir rapi.

Dan laki-laki yang ada di hadapannya ini, benar-benar terlihat sangat berbeda dengan Vicktory. Rambut lelaki itu terlihat sangat berantakan, seperti baru saja di Jambak oleh seseorang.

"Kenapa kau kesini?" Tanya Vicktory, dengan suara seraknya yang kian menghilang.

'A... Apa yang terjadi pada pria ini?'  Elice bertanya-tanya dalam hati.

"Jika kau tidak punya urusan, aku akan masuk" ucap Vicktory pelan, dengan suaranya yang terputus-putus sambil berbalik masuk ke dalam apartemen nya, dan hendak menutup pintu.

"Hei... Tunggu, kakakku memberikan ini untuk mu" ucap Elice buru-buru, sambil menerobos masuk ke dalam apartemen nya Vicktory.

Vicktory pun, mengambil Flashdisk yang ada di tangan Elice. Tak sengaja, tangannya itu sedikit menyentuh kulit tangan Elice.

'Dingin...' batin Elice

"Pergilah..." Satu kata usiran yang kini keluar dari mulut Vicktory.

"Vicktor, ka... Kau kenapa?" Elice akhirnya memberanikan dirinya untuk bertanya.

"Tidak apa-apa... Pergilah...!" Balas Vicktory, sambil mengusir  Elice lagi.

"Tidak... Aku tidak akan pergi!" Ucap Elice lantang, sambil berlari lebih dalam lagi di apartemen Vicktory, dan duduk di sofa  empuk milik Vicktory.

Kelasnya, seharusnya di mulai sekitar setengah jam lagi. Tapi dia tidak bisa tenang jika belum mengetahui apa yang terjadi pada Vicktory.

Vicktory, kini menutup pintu, dan berjalan mendekati nya "hei... Aku sudah bilang, tolong pergilah...  Tinggalkan aku sendiri" ucap Vicktory, dengan nada yang lebih halus sambil berdiri di depan Elice.

"Tidak! Aku mohon, aku tidak ingin pergi" balas Elice pada Vicktory.

"Kenapa kau tidak mau mendengarkan aku? Kenapa tidak ada yang pernah mau mendengarkan ku?..." Ujar Vicktory pelan.

"Aku sudah menyuruhmu untuk pergi, tapi kenapa kau tidak mau pergi?!"  Kini Vicktory membentak Elice. Mata pria itu kini telah berair, tapi dia masih menahan semuanya dan belum meneteskan nya.

Elice pun, kini berdiri dari tempat duduknya "Vicktor... Apa yang terjadi padamu sebenarnya hah?... Apa kau sakit? Tolong beritahu aku. Tolong jelaskan apa masalahmu..."

Balas Elice, sambil berteriak, dengan nadanya semakin merendah di bagian akhir kalimat nya. Mata gadis itu kini sudah memerah juga.

"Tolong... Katakan padaku, apa yang terjadi denganmu?" Lanjut Elice dengan lirih.

Kini, ucapan gadis itu lebih tulus. Sangat-sangat tulus, sambil mendekat ke arah Vicktory, dan kedua telapak tangannya menyentuh wajah Vicktory yang dingin.

Vicktory memegang tangan Elice yang kini memegang wajahnya yang dingin, dan melepaskan tangan itu dari wajahnya.

"Kenapa kau sangat ingin tau?... Aku sudah bilang padamu, untuk pergi dari sini. Tolong tinggalkan aku sendirian..." Ucap Vicktory sambil terisak.

Dia kini sudah tidak bisa menahan air matanya untuk tidak jatuh lagi. Elice menatap kini menatap Vicktory dengan terkejut.

Karena untuk pertama kalinya selama dia mengenal pria itu, dia tidak pernah melihat seorang Vicktory Valenzuela seperti ini.

"Aku mohon pergilah..." Lirih Vicktory lagi, sambil mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permohonan.

"Aku mohon... Pergilah... Kenapa kau bahkan perduli padaku?" Lanjut Vicktory. Posisi tangannya, masih terkatup seperti tadi.

'aku perduli kepada mu, karena aku mencintaimu..!', teriak hati kecil Elice yang paling dalam.

Elice kemudian, memegang tangan Vicktory yang masih memohon pada nya itu

"Tolong... Jangan seperti ini" lirih Elice yang terbawa dengan suasana.

"Jangan suruh aku pergi..." Lanjut Elice, dengan matanya yang kini berkaca-kaca.

Elice perlahan-lahan menundukkan kepalanya, dan mengecup lembut tangan Vicktory yang dingin itu.

"Astaga... Kenapa kau sangat keras kepala" ucap Vicktory di tengah Isak kan dengan memandang Elice dengan tatapan yang entahlah...

Elice secara perlahan-lahan mendekatkan tubuhnya pada Vicktory, dan sedetik kemudian gadis itu memeluk pria yang ada di depannya itu.

Dia tidak perduli, apa yang akan di pikiran oleh Vicktory tentang nya, atau apa yang akan di katakan oleh Vicktory nanati. Karena itu adalah urusan belakangan baginya.

Vicktory yang bahkan sudah terlanjur sakit hati, kini seolah-olah kehilangan seluruh tenaga nya hingga dia bahkan tidak bisa mendorong tubuh Elice agar menjauh darinya.

Air mata pria itu mengalir deras. Elice tidak tau kenapa, dan apa yang terjadi, tapi dia juga ikut merasakan rasa sakit yang kini Vicktory rasakan.

ಥ‿ಥ Cinta itu aneh... Benar-benar aneh. Kenapa cinta ku tumbuh pada orang yang dulu nya adalah musuh ku? Entahlah... Aku pun tak tau... Tapi yang pasti, aku sangat mencintainya. Tapi sayangnya, dia adalah milik orang lain. Tuhan, salahkah aku jika aku mencintai nya? Tuhan, izinkan aku untuk tetap mencintai nya, walaupun aku tau, bahwa aku tak bisa memilikinya ಥ‿ಥ

Elice, memeluk Vicktory lebih erat lagi. Seakan gadis itu tidak ingin melepaskan nya.

To Be Continued

There Are Two Loves (End)Where stories live. Discover now