chapter 18

2 2 0
                                    

Elice kini duduk di sofa, memandang pria tampan dengan wajah sayu di samping nya itu.

Dia ingin tau apa yang terjadi pada Vicktory. Tapi meskipun berkali-kali dia bertanya, Vicktory bahkan tak mau menjawab pertanyaan nya.

Dia tidak bisa memaksa Vicktory untuk bicara. Dia akan menunggu, waktu yang tepat untuk menanyakan hal itu lagi.

Elice kini melirik arloji di tangannya. Saat itu sudah menunjukan pukul satu siang. Gadis itu tidak masuk ke kampus hari ini.

"Hey kau..."

Panggil Elice sambil melirik Vicktory yang kini masih perlahan-lahan meneteskan bulir-bulir bening dari matanya.

"Apakah kau sudah makan?" Tanya Elice pelan, karena ini juga sudah siang.

"Kau pasti belum makan dari pagi kan? Haruskah aku memesan makanan untuk kita?" Tawar Elice dengan nada lembut.

Karena jujur, gadis itu juga sudah mulai merasakan nyeri di perutnya karena belum makan siang.

Padahal, tadi pagi dia sarapan dengan banyak. Apalagi Vicktory yang belum makan apa-apa dari tadi pagi, pasti pria itu juga merasa lapar.

"Tidak usah" Vicktory menolak tawaran Elice, tanpa meliriknya sedikit pun.

"Hei... Ayolah" bujuk Elice

"Tidak" tolak Vicktory sekali lagi

Namun, meskipun Vicktory menolak, Elice tetap mengeluarkan ponselnya dan memesan makanan secara online.

Dia khawatir, Vicktory akan sakit jika tidak mau makan seharian.

...

Vicktory kini duduk di sudut kasur yang ada di kamarnya, ketika Elice datang dengan membawa dua porsi makanan di tangannya.

"Apa kau tidak dengar? Aku sudah bilang aku tidak mau makan" kata Vicktory. Suaranya masih pelan.

"Baiklah kalau begitu. Aku tidak akan makan, jika kau juga tidak mau makan!" Ujar Elice.

"Kau tau? Ini sudah lewat dari jam makan siang, dan aku lapar. Di tambah lagi Cuaca di luar sangatlah dingin, dan membuat ku semakin lapar. Apakah kau tidak kasihan padaku? Apakah kau akan membiarkan aku kelaparan?" Rengek Elice, yang mencoba membujuk Vicktory untuk makan.

"Kau... Kau sangat keras kepala" ucap Vicktory pelan, sambil mengarahkan pandangannya ke Elice. Mata pria itu terlihat sembab.

"Aku keras kepala karena aku men..."  Elice segera mengerem mulut nya saat hendak mengucapkan kata 'mencintai'

"Men? Men apa hah...?" Tanya Vicktory tiba-tiba, dengan suara pelan.

'Karena aku mencintaimu... Mencintaimu Vicktory!' teriak Elice, yang sayangnya hanya bisa dia pendam di dalam hati.

"Kak Vicktor ayolah... Apa kau ingin aku mati kelaparan?" Bujuk Elice sedikit merengek, sambil mengalihkan pembicaraan.

Vicktory yang duduk di kasurnya itu, kini memandang Elice dengan heran. Sejak kapan Elice berubah-ubah sikapnya?

Dia terus saja menatap wajah Elice yang manis itu. Dia tidak bisa berbohong, bahwa  dia pernah mengagumi Elice.

Sebenarnya, bukan hanya mengagumi. Dia bahkan telah merasa nyaman jika dengan Elice.

Tapi, dia menutup akses masuk pintu hatinya untuk perempuan lain, karena hanya boleh ada Sharon di dalam hati Vicktory.

Namun, Sharon malah menghancurkan hatinya dengan memutuskan hubungan mereka.

Jika saja, apa yang Sharon tuduhkan terhadap dia memang benar,  maka mungkin hatinya tak akan sesakit ini. Namun, semua yang dikatakan Sharon tentangnya tidak benar.

Sharon memutuskan hubungan mereka karena mengira dia mempunyai perempuan lain di Korea.

Bukan hanya itu saja yang membuatnya sampai menangis tersedu-sedu saat ini, ada alasan lain yang lebih kuat, dan lebih menyakitkan dari itu.

Yaitu, demi Sharon, dia bahkan telah membantah ibunya yang tidak merestui hubungan mereka.

Sudah hampir lima tahun, semenjak terakhir kali dia berbicara dengan Ibunya. Dia bahkan telah pisah rumah dengan orang tua nya selama tiga tahun, sebelum dia datang ke Korea.

Ayahnya bahkan tidak Pernah lelah dan bosan datang ke rumahnya untuk membujuknya pulang.

Tapi Vicktory menolak, karena Ibunya tidak menyukai Sharon kekasihnya.

Tak terasa, air mata Vicktory mengalir kembali, saat mengingat ketika dia dulu mencaci-maki Ibunya, di depan ayahnya sendiri hanya karena Sharon.

Vicktory kemudian menjambak rambut nya sendiri "Aku bodoh... Bodoh..." Lirih Vicktory yang sedang mengenang kenangan pahit itu.

"Hei... Hei... Hei... Apa yang kau lakukan?" Seru Elice yang tadinya berdiri di samping ranjang, kini naik ke tempat tidur itu, dan ingin menghentikan tindakan Vicktory.

Namun sayang sekali, niatnya telah berakhir buruk, ketika Vicktory yang sedang merasa frustasi itu, tanpa sengaja menghempaskan nya hingga dia terjatuh dari kasur Vicktory yang berukuran besar itu.

Menyadari dengan apa yang tidak sengaja dia lakukan, Vicktory langsung saja melompat dari atas kasurnya dan langsung menuju ke arah Elice.

Vicktory memeluk  Elice yang kini baru saja membangunkan tubuhnya dan terduduk di lantai, dengan penuh rasa tulus.

"Maafkan aku... Aku benar-benar tidak sengaja" lirih Vicktory.

"Tidak apa-apa, jangan salahkan dirimu sendiri. Lagipula, aku lah yang salah" ujar Elice dengan pelan, sambil perlahan-lahan menguraikan pelukan mereka.

"Kau sudah mengusirku dari tadi, tapi aku tak mau mendengarkan mu. Aku tak seharusnya mengganggu hidup mu"

lanjut Elice, sambil berdiri dari tempatnya dan mulai melangkahkan kakinya menuju pintu kamar apartemen Vicktory.

Dia bertujuan untuk keluar dari sana dan mengambil tas nya yang ada di ruang tamu lalu pergi dari sana.

Namun, Vicktory mengejar Elice dan memegang tangannya " Tidak...! Jangan pergi".

"Bukankah kau tadi menyuruhku pergi?" Tanya Elice pelan

"Tidak, aku tidak akan menyuruhmu pergi lagi" ujar Vicktory, yang kini melangkah semakin dekat dengan tubuh Elice.

Elice merasakan tubuhnya bergetar, dan jantungnya berdetak kencang saat Vicktory mendekat lalu mengecup dahinya dan memeluk tubuhnya dengan lembut.

'Apakah dia baru saja mencium Ku? Tunggu dulu, ini bukan mimpi kan?' batin Elice yang masih berada di dalam pelukan hangat Vicktory.

Kini Vicktory melepaskan pelukannya secara perlahan, sambil menyeka Ari matanya sendiri dengan telapak tangannya. Pria itu tersenyum tipis, sebelum berkata

"Bukankah tadi kau bilang, bahwa kau kelaparan?"

"Ayo kita makan bersama-sama" lanjut Vicktory, dengan menggunakan kalimat ajakan.

"Tapi makanannya sudah dingin." Balas Elice.

"Tidak apa-apa, makanannya hanya dingin kan? Belum juga basi" balas Vicktory, sambil menarik tangan Elice dan mengarahkan nya lasa sebuah sofa di kamarnya itu.

Lalu, mereka pun akhirnya menghabiskan makanan itu bersama.

To Be Continued

There Are Two Loves (End)Onde histórias criam vida. Descubra agora