Prolog

34 9 1
                                    

Atlanthopia dibuat bergemuruh saat badai besar tengah melanda kota laut tersebut. Ombak-ombak kian meninggi dan dasar laut menjadi ribut tak terbendung. Para penduduk dengan perasaan khawatir lekas berlindung dalam bangunan kokoh mereka masing-masing.

Sementara badai memaksa suasana kota menjadi sepi, seekor Merfolk yang tersesat masih berkeliling bingung di tengah-tengah kota. Dia mencari arah yang benar untuk pulang, tetapi dirinya tak bisa menemukan satu pun orang di jalanan kota.

Terus berenang dalam kegelisahan, Merfolk kecil tersebut melihat-lihat sekitar dengan harap tipis seseorang menemukannya. Namun, nasib baik tak kunjung mengikutinya di tengah-tengah suasana sulit yang mengkhawatirkan. Dia yang pasrah lantas melihat ke atas. Bagaikan melihat langit bergelombang saat sepasang matanya menyoroti permukaan laut yang begitu luas.

Lanjut berenang dalam gelisah, Merfolk kecil tersebut mendapati sesosok makhluk menepuk pundaknya dengan aroma tanya. "Hei, pemuda sepertimu sedang mempertaruhkan apa dengan keluar di saat badai begini?"

Gemetarnya tak lagi mampu untuk disembunyikan, malah kian menjadi-jadi saat pandangannya menangkap sosok Seawithcer yang bagian bawah tubuhnya terlihat seperti kepala ubur-ubur jelatang. Kedua matanya yang melihat dengan intimidasi memiliki warna berbeda. Itu adalah biru laut di mata kanannya dan mawar merah muda di mata kirinya.

"Aku bertanya padamu. Haruskah aku mengulanginya?" Sosok Seawitcher pria itu bicara lagi, mengangkat telapaknya dari pundak mungil si pemuda Merfolk dan mengeluarkan dadu setelah meraba saku. "Aku cukup penasaran, apa yang sedang kau cari sampai rela mempertaruhkan hidupmu dengan pergi keluar di saat badai? Mungkin saja kau akan terbawa arus dan mati karena terguncang."

Berusaha keras untuk membuka bibirnya yang gemetar, pemuda Merfolk tersebut melakukan yang terbaik untuk bicara. "Sa-saya. Saya ingin pergi ke tempat ayah saya. Sa-saya, saya tidak punya siapa-siapa lagi selain dia. Saya khawatir kalau dia sedang terkena masalah."

"Lantas, jika kau hilang terbawa arus, apakah kau tidak keberatan jika ayahmu harus kehilangan dirimu? Kota ini memang sedang bermasalah. Entah di mana ayahmu sekarang, kau seharusnya tetap mengusahakan yang terbaik untuk bertahan hidup sambil menunggu kepulangannya," jelas Seawitcher tersebut sambil terus memandangi sepasang dadu di atas telapak tangannya. "Jangan mempertaruhkan hal penting untuk sesuatu yang tidak pasti," lanjutnya.

"Ma-masalah? Apa yang sedang terjadi?" tanya pemuda itu penasaran, raut wajah penuh kekhawatiran mulai tergambar lewat sorot matanya.

Tatapan matanya yang semakin khawatir membuat Seawitcher tersebut memalingkan muka. Dia kemudian menjawab, "Ini hanya rumor yang akhir-akhir ini sering terdengar di sekitarku. Namun, kurasa kau harus tahu tentang itu."

"Rumor tentang apa?"

"Tentang seorang pembunuh yang bisa mengambil kenangan berharga milik seseorang, wujud berharga milik seseorang, dan nyawa berharga milik seseorang. Dia bisa saja muncul di hadapanmu sebagai ikan badut yang menggemaskan. Dia juga bisa muncul di hadapanmu sebagai sosok ayah yang kau sayangi. Jika ada momen di mana kau bisa melihat wujud aslinya, kau mungkin akan mati atau dibuat lupa ingatan seumur hidup. Itu adalah sosok yang sebaiknya tidak pernah kau temui meski hanya sekali seumur hidup."

"A-apakah sosok yang menyeramkan seperti itu benar-benar ada?"

"Yah, mungkin saja, badai ini adalah ulah dari pembunuh tersebut bersama rekannya. Jika kau punya kesempatan untuk bersembunyi, maka sembunyi jauh lebih baik. Orang lemah akan tetap menjadi lemah sekeras apa pun mereka mencoba. Jadilah kuat jika kau ingin bisa berpikir untuk menyelamatkan orang. Selanjutnya terserah padamu. Aku harus pergi ke suatu tempat. Temanku butuh bantuan."

"Apakah Kakak sudah menjadi orang kuat karena bisa berpikir untuk membantu teman?"

Tidak melontarkan jawaban apa-apa, Seawitcher tersebut terus berenang menjauhi si pemuda. Sementara si pemuda Merfolk mengutip kalimatnya, dia harus bersembunyi dan menunggu kepulangan ayahnya dalam keadaan hidup.

Apa-Apa Saja yangHarus Diprioritaskan Untuk Bertahan Hidup

Forms of MemoryWhere stories live. Discover now