Chapter 4: Is It Right to Ignore Someone?

26 7 4
                                    

Di hadapan Ziva saat ini adalah seekor paus biru yang ukurannya amat besar. Di kepala paus tersebut terdapat luka silang akibat sayatan Daphne yang mematikan. Luka silang itu sengaja Ziva buat agar paus di hadapannya memiliki tanda unik yang dapat diingat-ingat. Ketika nama, wujud, dan kontak fisik sudah terpenuhi, Ziva telah resmi mencuri wujud seekor paus biru dan dapat berubah menjadi paus tersebut kapan saja.

Merasa telah selesai dengan pekerjaannya, Ziva memutuskan untuk naik ke permukaan bersama Daphne yang membantunya berenang. Ukuran tubuh Ziva yang kecil membuat dia agak kesulitan untuk naik ke atas kapal. Karenanya, mengandalkan Daphne agar membantu pergerakannya adalah hal yang bisa Ziva lakukan.

"Sean, aku penasaran apakah kau bisa membawa kapal ini kembali menuju pelabuhan?" tanya Ziva saat dirinya baru saja naik ke atas kapal nelayan. Namun, meski Ziva sudah mengira bahwa tidak akan mendapat respons baik dari laki-laki itu, suasana sunyi di atas kapal membuatnya curiga. "Sean?" sambungnya memanggil nama Sullivan sambil mengintip ke bagian dalam.

Tidak ada siapa pun. Ziva tidak bisa melihat pemandangan Sullivan yang hanya duduk selonjor dan bermalas-malasan. Membuat dia melihat-lihat sekitar, bertanya pada sosok tak kasat mata yang sekiranya bisa menjawab kebingungan ini.

"Nona EIT, di mana Sullivan? Apa yang terjadi selama aku menyelam?"

"Jika yang kau maksud adalah Seawitcher Pemalas itu, maka dia baru saja melarikan diri," ujar sosok tak kasat mata yang suaranya terdengar seperti gadis kecil bernada ketus.

"Melarikan diri? Sebentar, memangnya kita bisa melakukan itu? Bukankah Profesor Valkyrae sudah memperingatkan kita soal hukuman?"

"Jangan tanya padaku soal pola pikir dari makhluk rendahan. Dia pasti tidak memiliki akal sehat sehingga tidak bisa memikirkannya dengan baik. Dikabari soal kalian yang bernasib buruk pun aku tak peduli."

_____________________________________________

Ziva kembali menuju Mezar Port tanpa ada Sullivan yang seharusnya mengawal. Dia harus menetap di pelabuhan untuk beberapa saat dan menyamar sebagai Rico, sang penjual ikan sarden sekaligus juragan kapal di Mezar Port.

"Nona EIT, maaf karena aku bertanya. Namun, apakah ada informasi terbaru soal kapal pesiar Athla Cruise?" tanya Ziva di ruang kerja saat wujudnya sedang menyamar sebagai Rico.

Kemudian, terdengar suara ketus dari makhluk tak kasat mata yang saat ini sedang menjawab pertanyaan Ziva. "Aku penasaran apakah kau harus menanyakan hal itu setiap pagi padaku?"

"Maaf, tetapi Nona EIT tidak akan mengatakan apa pun jika aku hanya diam, 'kan?"

"Tentu saja. Jika kau butuh informasi maka kau adalah keberadaan yang harus memintanya kepadaku. Untuk apa aku berikan jika kau tidak meminta?"

Merasa kalau pertanyaannya sama sekali belum terjawab, Ziva pun menghela napas dan berusaha sabar atas sikap informan yang diberikan padanya. "Jadi, bagaimana soal informasi yang aku minta?"

"Masih belum. Aku belum bisa melihat celah bagimu untuk menyusup. Sepertinya, kau harus menjadi penjual ikan lagi untuk hari ini."

"Satu minggu berlalu sejak Sean pergi, kupikir otaknya sudah robek saat ini," ucap Ziva menyinggung soal Sullivan. Dia yang saat ini sedang duduk di depan meja kerja meraba-raba kolongnya, mendapati sebuah benda kotak yang warnanya merah dan ukurannya tidak lebih besar dari telapak tangan.

"Ah, Nona EIT. Satu hal lagi." Ziva menunjukkan kotak merah tersebut dan lanjut menanyakannya pada EIT. "Apakah Anda tahu benda apa ini? Aku menemukannya sudah berada di dalam jubahku beberapa hari lalu. Kupikir ini akan berguna."

"Itu adalah alat yang dapat membantumu untuk berkomunikasi dengan The Golden Ticket. Tekan tombol di permukaan, maka kau akan terhubung dengan semuanya."

Forms of MemoryOù les histoires vivent. Découvrez maintenant