Chapter 5 : Flaming Dragonfly

42 11 15
                                    

Halooo readers! mohon maaf saya telat update. Sebagai permintaan maaf, chapter kali ini saya panjangin, hehe 😋
Selamat membacaaa

POV3: Narrator

Sore hari begitu Lian sampai di halte bus dekat tempat kerjanya, tanpa sadar langkahnya terhenti di depan bangunan tua kosong yang seharusnya adalah kedai yang menghilang tempo hari.

Ia mematung beberapa saat dan ia hanya menatap termenung pada kaca jendela.

Kedai itu sudah menghilang, hanya menyisakan bangunan kosong yang tua. Beserta wanita serta pria misterius itu. Mereka tak menunjukkan batang hidungnya lagi, seolah menghilang begitu saja. Namun bola kristal yang berwarna bening masih terus mengikutinya. Kadang ia terselip di dalam tas tanpa Lian ketahui, kadang ia masuk ke dalam saku. Bahkan kadang, ia menggelinding mengikuti langkah kaki Lian.

Satu lagi hal yang belum menghilang adalah, perasaan bimbang yang ditinggalkan oleh pria itu. Bukannya Lian merasa lega karena ketiadaannya, ia justru merasa semakin bingung.

Pria itu bilang Lian putus asa, dia bilang akan mengabulkan segala permohonan Lian dengan sihir-sihirnya. Yang tentu saja menurut Lian itu hanyalah omong kosong tak logis. Sehingga segala logika yang Lian junjung tinggi itu mendorong Lian untuk menolaknya mentah-mentah.

Dia tak ingin mengakui dan membenarkan perkataan pria itu. Bahkan jika memang benar ada keputusasaan di dalam hatinya, dirinya takkan mengharapkan sihir-sihir pria itu, dirinya tak ingin berharap dan bergantung pada hal tak logis.

Di sisi lain, entah mengapa hatinya seolah terus menimbang-nimbang. Entah mengapa masih ada rasa penasaran dalam benaknya. Otak dan hati Lian seolah mengatakan hal yang tidak selaras. Dan mungkin itulah yang membuatnya bimbang. Hanya saja pikiran gadis itu terlalu sibuk untuk menyangkal semuanya.

Namun sekeras apapun ia menyangkal, siapapun yang melihat sikapnya, pasti akan mengambil kesimpulan bahwa sepertinya gadis itu masih penasaran, dan mungkin sedikit mengharapkan hal yang ia sebut tak logis itu. Sebab malamnya usai pekerjaannya berakhir, sebelum pulang, ia sempat berkutat lagi di depan bangunan kosong itu. Tak sekali dua kali ia menengokkan kepala, berusaha melihat ke dalam jendela. Seolah tengah mencari-cari sesuatu.

"Ah, sungguh malang..." Catharina menatap Lian yang sejak beberapa menit yang lalu melamun di depan jendela kedainya pada malam itu, "lihatlah betapa kacau dirinya," ia berdecak kasihan.

Wanita itu melangkah mendekati Lian yang masih terpaku di balik jendela. Lantas berdiri tepat di hadapannya, hanya dibatasi oleh lapisan kaca. Sesaat, Catharina hanya mengamati sorot mata sayu gadis itu.

"Apakah yang kau lalui selama ini begitu berat, hingga bahkan kau tak sempat mendengarkan jeritan putus asa di hatimu?" Catharina menyentuh permukaan kaca sambil bergumam pelan. Perasaan pilu yang disiratkan oleh gadis itu, memunculkan kernyitan halus di antara kedua keningnya.

Beberapa saat kemudian, lamunan Lian dipecahkan oleh deru mesin bus yang berhenti di halte. Matanya mengerjap-ngerjap sesaat, seolah-olah tak menyadari bahwa selama itu ia baru saja terpaku di sana. Lantas ia segera berbalik dan meninggalkan kedai yang hanya nampak sebagai bangunan tua itu.

Catharina menyipitkan mata, "dia kecewa, tak menemukan apapun disini," ucapnya meneliti perasaan Lian dari air muka gadis itu, "karena dia suka hal yang pasti, sepertinya dia ingin menemuiku," lanjutnya.

"sudah kubilang, kita cari saja manusia lain yang lebih putus asa," celetuk pria yang duduk di salah satu bangku, sambil mengangkat sebelah kakinya santai, "Aku benci keragu-raguan manusia yang tidak konsisten," tambahnya.

Grin Like A Cheshire [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang