Bab 7 - Sleep well

1.5K 148 33
                                    

Plakkk!

Suara tamparan menggema di telinga Ziel. Laki-laki yang masih setengah sadar itu terhuyung ke belakang, kepalanya tertoleh ke samping dengan rasa pengar yang menjalar.

Xela menatap tangannya penuh dengan perasaan berdosa kemudian tangannya beralih menutup mulutnya  sambil menatap Ziel yang masih mematung di tempat. Sebelumnya Xela mengerahkan semua tenaganya untuk mendorong Ziel menjauh darinya dan menamparnya. Ia tidak bermaksud melukai saudara kembarnya itu. Tapi saat tingkah Ziel semakin menjadi-jadi apalagi beberapa saat yang lalu Ziel hampir mau menelanjanginya di tengah keramaian membuat Xela kalut.

Sayup-sayup Xela mengingat ucapan Luna padanya saat mereka berbincang di Kafe. "Kau yakin kalian bersaudara— errr, sorry but as you know. You both look like lovers more than siblings. You two kissed everywhere. Sorry if I wrong."

"Sorry?" Tanya Xela bingung.

"Kiss." Luna menatap ragu ke arah Xela. "Saudara tidak melakukan itu."

"Ziel, kita saudara." Cicit Xela hampir tenggelam dari suara bising di sekitarnya. Teman-teman Ziel sudah pergi entah kemana menyisakan Ziel dan Xela tertinggal berdua.

"Lalu?"

Xela menggenggam tangannya gugup. Ia bahkan tidak berani menatap Ziel. "Saudara tidak melakukan itu."

"Who said?" Ziel maju ke depan sementara Xela bergerak mundur teratur. Saat tubuhnya berhasil di tangkap Ziel, Xela buru-buru meremas lengan Ziel penuh ketakutan.

"So, kita tidak perlu menjadi saudara agar bisa melakukan itu? then I'm no longer your brother, jadi jangan pernah menolakku." Bisik Ziel yang membuat Xela melotot. Mana bisa begitu!

"Ziel!" Pekik Xela terkejut saat tubuhnya melayang ke pundak Ziel. Pria itu menepuk bokongnya dengan senyum menyeringai. "Kau gadis nakal Xela. Siapa pun yang berani membawamu kesini, aku pasti akan memberinya pelajaran."

Atau haruskah Ziel berterima kasih pada orang itu, karenanya malam ini Xela kembali masuk ke dalam genggamannya.

"Let's go home, baby!" Bisik Ziel dengan senyum mengerikan. Ia merasa sangat bodoh. Ia yang semula ragu pada kembarannya palsunya itu kini malah semakin yakin, Xela ada hanya untuknya.

Setelah memasukkan Xela ke dalam mobil dan membanting pintunya, Ziel memutari mobil itu untuk segera masuk ke dalam mobil dari sisi yang lain.

"Come on, dude! Kau ingin meninggalkan arena?" Tanya seorang pria berkepala plontos dan memiliki banyak tato di lengannya. Pria itu tampak kecewa karena kahilangan salah satu jagoannya.

"I already win. So, I'm going home." Balas Ziel menyeringai, matanya melirik ke Xela yang sudah berada di dalam mobilnya. "My treasure." Lanjutnya berbisik.

"You never left the race track! Only one race left in the season. You can beat it!" Paniknya sedikit kesal yang hanya dibalas senyum misterius Ziel.

"Come on dude!"

Suara bantingan pintu mobil terdengar dan langsung menyentak Xela di dalam mobil. Ziel tidak akan membawanya balapan kan?

Suara mesin mobil terdengar bersemangat dengan mata Ziel yang fokus ke depan.

"Ziel." Cicit Xela cemas.

"Kau akan baik-baik saja Xela." Kata Ziel penuh percaya diri.

Xela yang memang sudah panik semakin panik saat Ziel memacu mobilnya cepat bersamaan dengan mobil yang berjejer disampingnya, mereka bersamaan meninggalkan garis start dan dari kecepatan mobilnya Xela pikir Ziel akan membawanya mengikuti balapan tapi saat sampai di tikungan tiba-tiba mobil Ziel berbelok dan pergi meninggalkan arena balap kemudian memacu meninggalkan tempat yang dipenuhi keramaian itu.

Mobil terus memacu dengan cepat dan berangsur santai saat mereka memasuki jalan umum.

"Kau bisa membuka matamu."

Mata Xela berangsur terbuka, nafasnya sedikit berangsur tenang dan ia melepaskan genggamannya dari seat belt yang sejak tadi ia genggam dengan erat. Tangannya berkeringat dan Xela buru-buru menyembunyikan itu karena malu.

Tidak ada percakapan, semuanya tenggelam dalam keheningan hingga keduanya sampai di rumah.

Xela adalah orang pertama yang keluar dari mobil itu dengan terburu-buru. Sejujurnya ia benar-benar merasa takut dan kalut.

Melihat Xela yang masuk ke rumah buru-buru membuat Ziel terkekeh geli kemudian berjalan santai menyusulnya. Ah, manisnya. Pikirnya geli.

Salah jika Xela berpikir Ziel tidak akan mengejarnya, nyatanya kini ia sudah berada di dalam genggaman kembarannya itu. Hanya satu kali tarikan kini Xela dengan mudah sudah terkunci di dalam pelukan Ziel. Pria itu menariknya mendekati dinding dan menghimpit Xela disana.

Ziel tidak mengatakan apa-apa, Xela pun tidak. Laki-laki itu hanya memainkan jemarinya di sekitar wajah Xela sambil menatap Xela lamat-lamat. Meneguk salivanya susah payah Xela akhirnya mengeluarkan suara.

"Let me go!" Katanya dengan suara bergetar.

Saat Ziel akan kembali menciumnya Xela buru-buru menyentak keras. "Don't do that!" Dengan wajah memelas lelah Xela melanjutkan ucapannya dengan nada miris. "Kita saudara."

"I said I'm no longer your brother!"

"Ziel!" Bentak Xela marah. "Ziel, please!" Melas Xela benar-benar lelah.

"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Xela. Not like our parents. You should be glad to hear that. This is what you want."

Xela memejamkan matanya saat Ziel meniupi permukaan wajahnya. Matanya tertutup dan terbuka bersamaan Ziel yang bergerak melepaskannya perlahan. "Sleep well." Bisik Ziel dengan senyum menawan.

Ziel berlalu meninggalkan Xela dengan suasana hati yang bagus. Laki-laki itu bersiul senang sambil menaiki tangga menuju kamarnya.

-o-

Kasih semangat dong lagi butek nih. :(

My Sweet EtceteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang