Bab 15 - Redup

902 117 11
                                    

Berbeda dari hari-hari sebelumnya, hari ini Xela tampak lebih tenang dan murah senyum. Entah apa yang membuat Xela bahagia tapi kebahagiaan itu menarik rasa kesal dalam diri Ziel.

Sejauh ini Ziel sudah berusaha bersikap lembut dan wajar, itu karena gadisnya sedang dalam keadaan linglung. Ia hanya berusaha tetap di sisi Xela dan membuatnya nyaman.

Sejauh ini Xela selalu tampak murung dan kehilangan selera hidup, ia terus mendesah lelah dan terkadang berjalan tanpa arah hingga tersesat. Ziel selalu berdiri di belakangnya, membantunya dan membimbingnya pulang.

Tapi melihat raut binar penuh semangat yang terpancar dari gadis itu hari ini membuat Ziel menatapnya penuh kecurigaan.

"Aku melihatmu beberapa hari ini, kau tampak bahagia."

"Kau juga sama Ziel, kau tampan seperti kemarin."

Ziel mendengus, ia tidak sedang memuji Xela, tapi gadis itu malah balas memujinya.

"Apa ada hal baik?" Tanya Ziel.

Xela diam, menimang-nimang Apakah ia harus memberi tahu Ziel. Sejujurnya ia sangat menyukai sikap Ziel akhir-akhir ini. Ziel tampak sabar dan selalu ada di sampingnya layaknya kakak yang selalu diidamkannya. Tidak, sejak dulu memang seperti itu, hanya saja biasanya Ziel meminta bayaran.

Apa pun itu Xela hanya ingin Ziel tetap seperti ini dan tidak berubah.

"Tidak ada kok." Xela tersenyum simpul. Mungkin nanti ia akan memberitahu Ziel, tapi tidak sekarang.

"Ziel." Meraih lengan Ziel, Xela menyandarkan kepalanya di bahu Ziel sambil beriringan langkah. "Bisakah aku memintamu jangan berubah."

Langkah mereka terhenti. Keduanya bertatapan dengan Xela yang mendongak, perbedaan tubuh mereka sangat menonjol. Xela baru menyadarinya jika Ziel tumbuh terlalu jangkung untuk ukuran anak remaja.

"Apa maksudmu, Xela. Bicaralah yang jelas."

"Ehm." Xela melepas rangkulannya dan mulai mengeratkan jari-jarinya menjadi satu. Ada keraguan saat ingin menyampaikan maksudnya.

" Kalau boleh, aku ingin kau tetap menjadi saudaraku, Ziel. Aku ingin kau tetap menjadi kakakku."

Ziel menggeleng. "Aku keberatan." Ucapnya langsung membantah. Tidak perlu munafik mereka sekarang hanya saudara angkat, meski sulit keduanya tetap memiliki peluang untuk menikah. Menjadi saudara selamanya, jangan mimpi!

"Itu mustahil, Xela."

"Tapi selama ini kau berperan sebagai kakak yang baik." Yah meski mereka sering bertengkar, meski terkadang tingkah Ziel tampak aneh tapi sejauh ini Xela benar-benar merasa terlindungi dan dirawat oleh kakak yang baik. Sejak kecil hanya Ziel yang ada disinya dan Xela terlalu bergantung hingga takut kehilangan sosok itu.

Ziel mendengus geli. Kakak yang baik? Benarkah?

"Bagian mana yang kau anggap terlalu baik hingga membuatmu berpikir aku adalah kakak yang baik, Xela?"

"Itu-" Xela bingung menjawabnya karena ia hanya merasa begitu.

"Kau melindungi dan merawatku dengan baik." Yah, jauh lebih baik dari pada Nora atau orang tuanya. Ziel adalah orang yang berperan dalam semua hal di hidupnya. Ziel adalah satu-satunya orang yang mengajari semua yang ingin Xela pelajari atau yang harus ia pelajari. Membimbingnya, menemaninya dan membawanya pulang bahkan saat ia tersesat.

Aku melindungimu karena kau wanita ku, Xela. Aku merawatmu karena aku memang menunggumu dewasa. Haruskah Ziel katakan semua isi pemikirannya. Oh tentu tidak, Xelanya masih belum dewasa, Ziel akan sabar menunggu.

My Sweet EtceteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang