Bab 17 - She's home

753 106 12
                                    

Apa Ziel sesibuk itu? Xela mendengus gusar, ia sudah menunggu enam jam di ruang tunggu kantor milik Ziel, tidak ada tanda-tanda Ziel mau menemuinya. Perutnya sudah berbunyi minta diisi tapi ia takut meninggalkan ruangan itu, takut kalau tiba-tiba Ziel keluar dan ia kehilangan kesempatan itu.

"Lebih baik pulang dulu, Nona." Itu adalah ucapan karyawan front office yang merasa kasihan pada Xela.

"Apa kau yakin Ziel sudah mendengar aku datang?" Tanya Xela masih belum menyerah.

Karyawan itu mengangguk, sedikit iba dengan Xela. "Sudah Nona, tapi pak Ziel sedang rapat penting." Bohongnya untuk yang kesekian kalinya.

"Apa rapat memang selama ini?" Tanya Xela mulai tidak sabaran.

"Kadang-kadang." Jawab karyawan itu kembali berbohong. Sejujurnya ia sungguh tidak tega membohongi gadis itu, jika benar gadis itu adalah adik bosnya, lantas kenapa bosnya tega sekali membiarkan adiknya menunggu selama itu.

"Aku akan mencoba menghubungi pak Ziel sekali lagi, anda yakin masih tetap ingin menunggu?"

Xela mengangguk. "Yah, tolong beritahu sekali lagi. Aku akan terus menunggu."

Karyawan itu kembali ke tempat kerjanya dan kembali menghubungi sekretaris Ziel meski ia tahu itu percuma.

Waktu terus berjalan, Xela yang sudah menunggu sejak pagi mulai terlihat lesu, ia juga tidak sempat sarapan karena terlalu bersemangat menyelesaikan peralihan warisan itu. Kalau diingat sepertinya kemarin ia juga lupa makan malam. Xela mendesah lesu meratapi nasibnya.

Sekarang pukul delapan malam. Sudah banyak karyawan yang berlalu lalang untuk meninggalkan kantor, tapi tidak ada tanda-tanda Ziel muncul.

Xela jadi bertanya-tanya sebenarnya Ziel di kantornya atau tidak?

Lama menunggu membuat Xela merasa semakin kesulitan menjaga kesadarannya, entah karena lelah, lapar atau mengantuk. Ia tidak bisa membedakan perasaan mana yang lebih kuat sekarang.

"Aku ingin tidur." Xela bergumam pelan diakhir sebelum kesadarannya benar-benar hilang.

Lima belas menit kemudian Ziel keluar dari dalam lift. Karyawan yang sejak tadi memperhatikan Xela buru-buru menunduk memberi hormat. Seharusnya ia sudah pulang, tapi sama seperti tadi ia sungguh iba melihat adik bosnya yang terus menunggu kakaknya yang jelas sekali tidak mau melihatnya.

"Kau belum pulang?" Tanya Ziel pada karyawan wanita itu.

Karyawan itu melirik Xela yang sepertinya tertidur di atas sofa ruang tunggu. Menyadari hal itu Ziel tiba-tiba jadi sedikit kesal, ia tidak suka saat ada orang yang jauh memperlihatkan Xela dari pada dirinya.

"Aku akan mengurusnya, pulanglah." Kata Ziel yang langsung diangguki karyawan itu. "Tunggu."

Karyawan itu berhenti ketika merasa dipanggil kembali. "Terima kasih sudah menemaninya." Ucapan itu terdengar tulus. "Tapi lain kali kau tidak perlu melakukannya lagi." Lanjutnya dingin.

Karyawan itu tersenyum canggung. Entah harus senang atau malah tertekan karena ia merasakan keduanya disaat yang bersamaan.

"Iya pak, sama-sama."

Dari kejauhan ia masih memperhatikan Bosnya segera mendekati adiknya dan menggendong adiknya yang sudah tertidur. Karyawan itu tersenyum lega.

Oh, ternyata tipe yang diam-diam perhatian. Ejekan itu ia tujukan pada bosnya sendiri.

Karyawan itu tertawa gemas sebelum pelan-pelan meninggalkan pemandangan langka itu. Hilang sudah  perasaan negatifnya.

Sementara Ziel menatap Xela dalam gendongannya, wajah gadis itu pucat dengan bibir yang hampir memutih. Ada senyum penuh kepuasan terpatri di wajahnya.

My Sweet EtceteraOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz