Bab 1

404 11 9
                                    

Perjalanan kali ini tentu terasa berbeda dari sebelumnya. Pulang ke rumah tempatnya di besarkan, tanpa suka cita yang menyertainya.

Diola tidak menyangka akan kembali pulang karena satu alasan yang mengejutkan. Kabar mengenai kondisi sang nenek-yang bahkan siang hari saat tersambung via telepon dengannya, terdengar baik-baik saja. Tidak ada pertanda apa pun, bahwa beberapa jam kemudian wanita yang membesarkannya tersebut akan jatuh sakit, lalu diharuskan untuk rawat inap.

Bahkan dalam foto yang dikirim oleh mamanya melalui aplikasi pesan instan yang terpasang di ponsel neneknya. Tergambar jelas kondisi neneknya yang terbaring lemah di atas ranjang dengan selang infus menempel pada salah satu tangannya.

Menyesakkan.

Apa yang sebenarnya terjadi pada sang nenek?

Diola tak henti-hentinya meneteskan air mata selama perjalanannya menuju Bandung. Sambil sesekali kembali membuka foto kiriman mamanya, ia terisak hingga membuat tubuhnya bergetar.

Ia tak sampai hati melihat kondisi neneknya seperti pada gambar. Rentan dan lemah. Membuat dirinya ingin cepat-cepat sampai dan berada di sampingnya.

Sementara Rami sibuk dengan kemudinya. Fokus menyetir, melajukan mobil yang ia kendarai meninggalkan Semarang.

Begitu kabar tersebut ia terima. Semula ia tidak percaya. Namun, saat Diola menunjukkan foto tersebut padanya, praktis Rami segera mengambil sikap. Berkemas, membawa barang seperlunya. Lalu, bergegas pulang. Seperti apa yang diinginkan kekasihnya.

Selama kurang lebih lima jam dalam perjalanan. Rami mengemudi kendaraannya tanpa henti dan hanya satu kali menepikan kendaraannya di rest area untuk mengisi bahan bakar juga sebentar beristirahat.

Karena kegiatan yang mereka berdua lakukan seharian itu, membuat energi Rami terkuras dan ia tak bisa membohongi diri kalau dirinya sangat butuh beristirahat.

Ia hanya perlu sebentar memejamkan mata. Lalu, kembali fokus mengemudi. Sementara Diola bergeming di sampingnya, duduk di kursi penumpang sambil terus memandangi layar ponselnya.

"Bangunkan aku lima belas menit lagi. Kamu nggak keberatan kalau aku istirahat sebentar, huh?"

Perempuan itu menoleh dengan wajah basah. Ia kemudian menarik napas dalam-dalam dan tanpa aba-aba menarik Rami dalam pelukannya.

"Maaf aku merepotkan kamu. Aku—"

Rami segera melepas pelukan perempuan itu dan menggeleng keras, "aku nggak merasa direpotkan, Sayang. Jangan pernah berpikir seperti itu," ujar Rami tak lupa menyeka sisa air mata yang membasahi wajah kekasihnya tersebut.

Diola menundukkan kepalanya. Membuat bogem dengan salah satu tangannya. "Baiklah. Kamu istirahatlah dan aku akan keluar sebentar untuk mengganti pakaian lalu membeli kopi."

Rami menyunggingkan senyum lalu mengangguk sekali. Menandakan jika dirinya setuju dengan ucapan Diola.

Karena terburu-buru untuk meninggalkan Semarang. Mereka belum sama sekali mengganti pakaian. Diola malah masih mengenakan dress sewaannya dan hanya membalutnya dengan jas milik Rami yang tidak pria itu keluarkan dari mobil saat tiba di rumah kos.

Diola lalu mengambil beberapa keperluan dan keluar dari mobil untuk mencari toilet terdekat. Lalu membeli kopi sesuai dengan rencananya tadi.

Beberapa menit setelah kepergiannya, perempuan itu kembali ke mobil dan mendapati Rami terkesiap dari lelapnya bertepatan dengan pintu mobil yang ia buka.

"Sorry," ujarnya sembari menyodorkan cup kopi milik pria itu.

"No, it's okay. Ini bahkan sudah lebih dari lima belas menit," pria itu berkata sambil melirik jam pada dashboard kendaraannya. Dan menerima pemberian Diola, "thanks anyway."

CLOSURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang