Bab 19

33 1 0
                                    

Dari jauh Rami melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan mereka pagi itu. Meski berat hati, mau tak mau Diola tetap harus merelakan kepergian pria itu. Ia pun balas melambaikan tangan, dan tak berselang lama sosok Rami pun beranjak menuju boarding room.

Bersamaan dengan itu Diola pun ikut angkat kaki, keluar dari bandara dan kembali menuju hotel dengan mengendarai mobil milik Rami.

Tiba di kamar, perempuan itu segera membasuh tubuh dan pergi sarapan dengan neneknya. Kemudian menghabiskan hari Minggu dengan mengelilingi kota. Mengajak Ninda ke tempat wisata terdekat—yang sekiranya bisa membuat neneknya sedikit fresh. Karena selama menetap di Semarang wanita itu lebih sering menghabiskan waktunya di hotel.

Mumpung hari libur, Diola menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersama neneknya. Sekaligus menyibukkan diri agar perhatiannya tidak lagi tersita oleh sang kekasih. Well, salah satu upaya untuk membiarkan dirinya terbiasa tanpa sosok Rami di sampingnya.

Hingga malam menjelang, mereka baru kembali ke hotel. Sementara Ninda tengah melakukan FaceTime dengan mamanya. Diola memilih untuk menghindar dan menikmati malam dari balkon.

Sambil menarikan jemari di atas papan keyboard ponselnya, membalas pesan dari Nalani—membahas mengenai rencana mereka menghabiskan weekend nanti. Sesekali Diola tersenyum karena perempuan itu kerap kali meledek tingkah Irvin akhir-akhir ini.

Yah, bukan sekali ini saja Nalani mengiriminya pesan demi untuk membicarakan Irvin dan kebiasaan barunya. Pria itu kerap kali mendapat teguran dari atasan mereka karena tindakan indisipliner yang dilakukannya belakangan ini. Irvin sering kali menghilang tanpa kabar di sela-sela jam kerja. Dan sulit sekali dihubungi jika sedang dibutuhkan.

"Dia bertingkah aneh beberapa hari belakangan. Irvin yang aku kenal, selalu fokus mendengarkan ketika diajak bicara. Tapi, terakhir kali waktu dia minta aku untuk menemaninya meeting dengan Si Bos. Beberapa kali Irvin terlihat kurang fokus. Dan malah lebih sering menatap layar ponselnya. Menurut kamu siapa yang bisa mengalihkan perhatiannya sampai seperti itu?"

Diola mengerutkan kening. Sedikit bingung. Lagian kenapa Nalani bisa begitu cepat menangkap situasi, sih?

"Hmm, aku nggak yakin," balas Diola.

Kecurigaan tentang kedekatan Irvin dan Eleanis yang sempat dirinya yakini perlahan mulai sirna. Dan justru membuat Diola ragu dengan pemikirannya sendiri.

Isi chat Nalani yang mengatakan jika Irvin sering kali menghilang di jam kerja tentu saja memunculkan pertanyaan. Apakah pria itu benar-benar sedang dekat dengan Lucy seperti yang dikatakannya tempo hari? Pasalnya ketika Diola memergoki Irvin tengah tersenyum masam terakhir kali di lobi kantor. Pria itu mengaku padanya sedang membalas pesan dari Lucy, kan?

"Apa mungkin Irvin sedang dekat dengan perem—"

Belum selesai dirinya membaca pesan balasan dari Nalani. Sebuah panggilan video dari kontak bernama Mr. Know It All sontak mengalihkan perhatiannya.

Buru-buru Diola mengusap layarnya. Tak lama berselang sosok Rami telah memenuhi layar ponselnya.

"Hai," ujar pria itu. Ia terlihat menutup pintu di belakang tubuhnya, dan mengusapkan handuk pada rambutnya yang basah. Sepertinya Rami baru selesai mandi.

"Hai," Diola balas menyapa pria itu sambil bertopang dagu—menyandarkan sikunya pada railing balkon. Dirinya tidak bisa menahan senyumnya untuk mengembang saat melihat Rami dalam keadaan basah seperti itu.

"Sedang apa?" tanyanya.

"Menunggu kamu mengabari aku," jawab Diola polos.

Rami lantas meletakkan kamera ponselnya di atas nakas dan menyandarkannya pada lampu tidur. Ia lalu berjalan sedikit menjauh, membiarkan Diola menyaksikan dengan leluasa dirinya yang hanya terbalut handuk dan bertelanjang dada.

CLOSURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang