Bab 17

38 6 0
                                    

Irvin menyampirkan tangannya pada pinggul Ninda. Menuntun wanita itu ketika menyusuri pintu masuk restoran hingga tiba di meja yang mereka tempati. Menjaganya dengan sepenuh hati.

Sejak pergi meninggalkan kamar hotel, Irvin terlihat bersikap begitu protektif terhadap neneknya. Pria itu sama sekali tidak membiarkan Ninda untuk berada jauh dari jangkauannya. Ia juga sengaja membuat Ninda terjebak bersamanya di dalam mobil—duduk di sampingnya selama dirinya mengemudikan mobil menuju restoran.

Sementara itu, Diola terpaksa melepaskan neneknya untuk Irvin. Dan memilih untuk mengekori langkah keduanya dari belakang, sembari mengawasi. Begitu juga dengan Rami—yang di luar rencana—memilih ikut untuk bergabung dalam acara makan siang tersebut.

Meski awalnya Diola hanya akan melakukan makan siang bersama Irvin dan neneknya. Namun, karena posisi Rami yang tengah bersama ketiganya kala itu. Maka, Ninda berinisiatif mengajak pria itu untuk turut serta dalam acara tersebut.

"Lucky me," bisik Rami pelan. Ia membungkukkan bahunya dan bicara tepat di samping wajah Diola.

Kontan perempuan itu menoleh padanya dengan kening mengerut.

Sebelum melanjutkan kalimatnya, Rami dengan sigap mengamit tangan Diola dan menggenggamnya selama keduanya berjalan bersisian.

"Aku nggak bisa bayangkan kalau sampai aku memilih untuk tidak bergabung bersama kalian. Lihat, Irvin begitu gencar melakukan pendekatan pada Ninda. Bisa saja kekhawatiranku menjadi kenyataan, huh?"

Diola melotot ke arah pria itu sambil meremas kuat tangan Rami. Seenaknya saja bicara demikian! Pria itu pikir kemesraan antara Irvin dan neneknya sengaja dibuat-buat? Atau salah satu cara Irvin untuk menarik perhatian Ninda? Jika Rami berpikir seperti itu, dirinya salah besar! Karena yang tersaji di depan keduanya adalah murni apa adanya.

Sedekat itu Irvin dengan neneknya? Benar. Chemistry yang tercipta bahkan seolah bisa menyamai kedekatan Diola dengan neneknya. Karena Irvin sudah dianggap seperti cucu sendiri oleh Ninda.

"Dia tumbuh besar bersamaku. Ninda yang mengurusnya sejak kecil. So, wajar saja jika mereka sedekat sekarang. Ditambah sudah bertahun-tahun keduanya tidak bertemu."

"Kenapa Ninda yang mengurusnya? Hanya karena kalian tinggal berdekatan?"

Perempuan itu mencebik.

"Dulu, orang tua Irvin super sibuk. Workaholic. Terkadang Papa dan Mamanya bekerja hingga larut malam. Karena Irvin anak semata wayang, dia sering kali ditinggalkan. Jadi, Ninda berinisiatif untuk mengajaknya ke rumah. Selain untuk menemani aku yang memang seumuran dengannya."

"Hmm, jadi seperti itu sejarah kedekatan kalian? Lalu, semenjak kamu dan Irvin sering menghabiskan waktu bersama. Benih-benih cinta itu mulai muncul di hati kamu?"

Diola mendesis sembari memutar kedua bola matanya. Mengapa Rami gemar sekali menebak-nebak?

"Ya. Setelah melewati tahun-tahun bersama. Aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda padanya. Lebih dari sekedar teman masa kecil."

Rami diam. Namun, kedua alisnya saling tertaut.

"Well, Irvin adalah satu-satunya orang yang tahu soal hubungan burukku dengan Mama—sebelum aku bertemu dengan Eleanis dan lainnya. Bagaimana perlakuan Mama padaku dulu. Dia orang pertama yang aku cari saat aku berada di titik terendahku.

Nggak bisa dipungkiri, saat itu Irvin selalu ada untukku. Mungkin karena itu aku mulai mengaguminya secara diam-diam. Lalu, lambat laun perasaan kagum itu menjelma menjadi—"

"Sudah jangan dilanjutkan," potong Rami ketus. Ia tidak ingin mendengar kalimat selanjutnya. Terlebih itu adalah ungkapan perasaan Diola terhadap pria lain.

CLOSURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang