Bab 13

54 7 0
                                    

"Seriously?" ucap Eleanis kala mendapati apa yang tengah di lakukan Rami dan Diola di area parkir café.

Perempuan itu memicingkan matanya sambil bersedekap. Lalu, menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan perbuatan kedua sahabatnya. Berpelukan di tempat terbuka.

Tentu saja hal tersebut akan menimbulkan pikiran aneh dari orang-orang yang melihat adegan tersebut, bukan? Dan kejadian tersebut jelas terjadi di depan tempat usahanya. Sialan!

"Hey, guys!" teriak Eleanis.

Kontan saja hal tersebut membuat Diola dengan segera melepaskan pelukannya dan mundur selangkah untuk membuat jarak.

Sambil merapikan rambutnya, menyelipkan riap anak rambutnya di belakang telinga. Diola menyahut.

"Jangan berbuat mesum di sini. Di depan tempat usahaku," celetuk Eleanis sontak membuat Rami melotot ke arahnya. "Ini tempat umum. Kalian bisa lakukan di tempat yang lebih tertutup."

Rami berkacak pinggang. Kesal dengan ucapan kerabatnya tersebut. Maksudnya, siapa juga yang sedang berbuat mesum? Sialan!

"Kalian akan tetap di sana?"

"Of course not," jawab Diola.

Eleanis tak berkata apa pun melainkan memutar tubuh dan beranjak dari tempat itu. Sedangkan Diola memilih untuk mengikuti langkah Eleanis dan meninggalkan Rami di belakangnya.

Perempuan itu masuk ke dalam café dan mengambil posisi duduk di dekat jendela paling pojok—tempat favorit Rami ketika menghabiskan hari-hari kelamnya; bermuram durja.

"Air mineral saja, Ram," ujar Diola seolah tahu jika Rami akan bertanya padanya soal itu.

Rami mengangguk, lalu bergegas memanggil salah seorang pelayan untuk minta diambilkan dua botol air mineral. Lagi pula, hari ini mereka sudah terlalu banyak mengonsumsi kopi. So, pilihan Diola memang tepat. Sehingga pria itu pun mengambil pilihan yang sama dengan kekasihnya.

"Pulang ke Semarang kapan?" tanya Eleanis yang berjalan di belakang seorang pelayan yang membawa dua botol air mineral di tangannya.

Diola mengangkat bahu. Sementara Rami hanya menatap kosong ke arah Diola.

"Kalian ini kenapa? Ada apa sebenarnya?" rasa penasaran Eleanis mulai terpanggil. Menyaksikan sikap janggal di antara keduanya.

"Mm, nothing," jawab Rami. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu menoleh ke arah Eleanis. "Anyway, besok siang atau mungkin sore kita akan pulang ke Semarang," imbuhnya.

"Lalu, kapan kamu akan pindah ke sini, La?"

Diola mengerucutkan bibir.

"Secepatnya," ia melirik ke arah Rami.

"Ninda bagaimana?" tanya Eleanis lagi.

"She's fine," jawab Diola singkat.

"Siang ini dia sudah diperbolehkan pulang," Rami menjelaskan.

"Oh, ya? Syukurlah," Eleanis sumringah.

Diola dan Rami saling bertatapan untuk beberapa saat.

"Hmm, mencurigakan," gumam Eleanis. "Ada apa? Kalian menyembunyikan sesuatu dari... O, my God!" pekik Eleanis saat tatap matanya mendapati sebuah cincin tersemat di jari manis Diola.

"Is it real, Ram?" tanya Eleanis pada Rami. Dan pria itu pun mengangguk sambil mengembangkan senyum.

Bukan apa-apa. Ketika mereka bertemu di acara tadi, Eleanis datang paling akhir. Sehingga, perempuan itu tidak terlalu fokus dengan benda yang tersemat di jemari Diola. Melainkan fokus dengan acara reuni dadakan yang digagas—lagi-lagi oleh Rinka.

CLOSURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang