Bab - 2

389 69 4
                                    

"Kau masih berani kembali ke rumah ini?"

Suara dingin dari Uchiha Fugaku seolah menjadi ucapan selamat datang bagi Sasuke ketika dirinya memutuskan untuk kembali ke neraka dunia yang sering disebut banyak orang dengan sebutan rumah. Lelaki itu mencoba mengabaikannya dengan terus berjalan melewati pria paruh baya yang kini menatapnya dengan mata setajam elang  di sofa ruang tengah.

"Aku kira kau sudah mati karena gantung diri."

Lagi, kata-kata itu terdengar. Terkesan dingin dan juga menyebalkan—hanya menyebalkan, bukan menyakitkan— di telinga Sasuke.

Seharusnya, Sasuke kembali mengabaikannya dan menganggap omongan itu hanyalah angin lalu, tapi  dia merasa perlu membungkam mulut berbisa ayahnya itu. Jadi, dia memutuskan untuk menghentikan langkah di undakkan tangga kedua dan membalik badan, membalas tatapan tajam sang ayah tanpa gentar.

"Aku akan melakukannya jika memang itu yang ayah inginkan," ujar Sasuke santai. Sudut bibirnya terangkat sedikit saat melihat ekspresi terkejut di wajah tua ayahnya walau pun tak lebih dari satu detik.

"Kau tak akan berani melakukannya," balas Fugaku.

"Darimana ayah yakin? Apa ayah melupakan sesuatu?" tanya Sasuke dengan alis terangkat tinggi. Tubuhnya  bersandar  nyaman pada pembatas tangga, ke dua tangannya bersilang di depan dada. "Aku yakin ayah memang melupakannya."

Baginya, ada kepuasan tersendiri saat mendapati ekspresi jengkel, bingung, dan juga emosi tertahan yang hadir di wajah tua Uchiha Fugaku. Katakanlah Sasuke jahat, tapi memang seperti itu keadaannya.

"Aku memiliki sifat ayah," sambung Sasuke setelah melihat sang ayah hanya bungkam. "Keras kepala, berwatak keras dan juga nekat. Jadi, jika ayah menginginkan aku mati, akan sangat mudah bagiku untuk mengabulkannya." Sasuke menatap wajah Fugaku sekali lagi  dan memilih untuk beranjak dari sana.

Tubuhnya langsung ambruk di tempat tidur begitu tiba di kamar. Mood-nya yang sudah buruk kini bertambah buruk karena sikap menyebalkan ayahnya. Apa yang Sasuke katakan pada Uchiha Fugaku bukanlah ancaman semata, dia akan mati jika pria paruh baya itu memintanya.

Dulu, Uchiha Fugaku adalah sosok hangat yang sangat mencintai keluarga. Meski minim ekspresi dan cenderung pendiam, tapi Sasuke bisa merasakan cinta dan kasih sayang yang besar dari lelaki itu. Namun perasaan terluka dan kehilangan karena kepergian ibunya beberapa tahun lalu berhasil merubah sang ayah menjadi sosok dingin dan tak tersentuh. Hal tersebut juga-lah yang memicu renggangnya hubungan mereka hingga sekarang.

Sepertinya, Uchiha Fugaku melupakan satu hal yang sangat penting, bahwa dirinya dan Itachi juga merasakan hal serupa. Mereka juga merasakan luka yang sama, merasakan kehilangan  yang sama. Sasuke merasa jika Uchiha Fugaku benar-benar seorang pria egois.

Ketukan di pintu dengan tempo teratur membuat kelopak mata yang menyembunyikan irish sehitam arang milik Sasuke terbuka, decakan kesal juga beberapa sumpah serapah berhasil lolos melewati celah bibir tanpa kendala.

Keinginannya sekarang ini hanyalah membuang kenangan demi kenangan buruk yang selalu berkeliaran di otaknya. Sasuke akan sangat berterimakasih jikaada orang yang suka rela mau memukul kepalanya dengan keras hingga semua ingatannya untuk selamanya.

"Kau tidur?"

"Hampir, dan kau mengacaukannya." Tatapan jengkel Sasuke berikan pada pria berambut panjang yang kini sudah berdiri kaku di dekat tempat tidur. "Ada apa?" tanyanya kemudian.

"Aku hanya ingin mengetahui keadaan adikku."

Jawaban dari Uchiha Itachi berhasil membuat tatapan jengkel Sasuke berubah menjadi pandangan penuh selidik. Sejujurnya, dia tak bisa mempercayai Itachi begitu saja meski mereka berstatus sebagai saudara kandung. Sasuke yakin ada hal lain yang ingin dibicarakan Itachi selain mengetahui keadaannya.

Yes, I Will. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang