03. Lukisan dan Liontin

359 207 80
                                    

Happy Reading gais
Spam love birunya dong
Jangan lupa vote dan komen ya
Semoga suka dengan cerita ku
Tandain typonya ya
💙💙💙

Dret.... Dret......

Dirasa ponselnya berdering, Albert pun merongoh sakunya lalu mengambil benda pipih tadi. Emosinya semakin naik dan memuncak ketika ia melihat nama yang tertera disana. "Mamah." Ia hembuskan napas dan menelan kembali semua emosinya. Tombol hijau ditariknya ke atas dan sambungan itu pun sampai.

"Albert... " panggil mamah Albert lembut. Albert diam tak bersuara. Hanya kemarahan dan kecewa yang ada di relungnya.

"Albert dimana? Udah pulang?" tanyanya lagi dan Albert masih engan bersuara.

Setelah berdiam akhirnya sang empu menjawab, "Di rumah." Mamah Albert menghembuskan napasnya berat.

"Maaf.... Sekarang mamah dan papah belum bisa pulang. Kami janji akan pulang minggu depan." tangan cowok itu mengepal erat, urat-urat lehernya menonjol.

"Sampai kapan kalian pergi? Sampai kapan mamah ninggalin Albert sendiri? Sampai kapan?!"

Dari dulu, Albert selalu menanti hari dimana orang tuanya pulang tapi, setiap kali mereka mengatakan akan pulang, mereka selalu berbohong. Mereka selalu bilang akan pulang besok, lusa atau minggu depan tapi, nyatanya tidak pernah. Albert selalu kesepian walau dia diselimuti keramaian. Sejak dulu Ia selalu bersama sang kakek yang selalu menjaga dan merawatnya tapi, Ia ingin orang tuanya, apa itu sulit?

"Kami sangat sibuk, jadi tidak bisa pulang atau sekedar meng-jenguk Albert disana. Kami akan segera pulang, tunggu ya?"

"Mah... Kenapa sih Albert mamah telantarin? Kenapa Albert mamah buang dan mamah cuman bawa dia pergi sama mamah?"

"Albert.. tolong mengerti dengan keadaan ini. Kami bekerja juga untuk kau disana. "

"Ck, gak perlu. Biaya hidup Albert ditanggung sama kakek," decaknya. Saat ini Albert butuh samsak agar bisa meluapkan emosinya.

"Albert bisa susul mamah kesana."

Tut.. Tut...

Tak ada jawaban Dari seberang. Sambungan terputus secara sepihak. Matanya memerah ingin sekali ia membiarkan kristal bening jatuh dari pelupuk tapi, itu tidak bisa Ia lakukan.

Rasa rindu begitu mendalam merasuki dan menembus dadanya. Ia mengingat kembali saat dulu ia bersama kedua orang tuanya. Ia mencoba mengingat saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Di delapan tahun ia terakhir kali mendengarkan suara kedua orang tuanya secara langsung, di umur itu ia memeluk dan menggenggam tangan kedua orang tuanya untuk yang terakhir kalianya.

Setelah itu tak pernah lagi karena mereka pergi dan meninggalkan dirinya. Mereka pergi karena alasan perkerjaan dan alasan sang adik yang punya penyakit parah.

Sungguh, Albert yang tampak orang yang kuat dan tegar itu sebenarnya lemah tapi dipaksa kuat akibat keadaan. Sosok lelaki sangar dengan penampilan gahar itu sebenarnya haus kasih sayang, tapi sayangnya itu hanya mimpi yang sangat sulit diwujudkannya.

"Dari dulu gue nunggu kalian balik ke sini, tapi selalu aja kalian bohong ke gue. Apa salah gue sehingga kalian ngebuang gue? Kenapa gue gak kalian bawa pergi?!" Albert melemparkan benda pipih yang Dari tadi ia pegang asal ke dinding. Suaranya menggema di ruangan itu, seakan gema harapan yang hancur dan kepercayaan yang patah. Dengan emosi yang meluap, Albert berlari menuju kamarnya, dadanya berdetak kencang.

Melangkah pergi. Kaki jenjangnya berjalan penuh kecewa ke arah ruangan yang biasanya mendengarkan seluruh lara dan pedihnya derita. Menjadi pelariannya. Mengambil segala alat yang dibutuhkan mulai dan kanvas sampai kuas. Kali ini ia memilih memakai contoh untuk referensi gambarnya. Kimura Kazuya, karya Seniman itu yang akan ia jadikan sebagai contoh lukisannya.

CARVANDELA HIGH SCHOOL (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang