O1. Kita Pulang Lagi Kesini

496 68 6
                                    

▪︎▪︎▪︎

Perjalanan dan takdir hidup seorang Jennie tak jauh-jauh dari yang namanya "kelimpahan". Kalau memang bahagia merupakan sebuah harga tak ternilai, bukankah kelangsungan hidup yang terjaga juga perlu disyukuri? Orang-orang bilang, uang bukan segalanya. Tapi, sebagian orang juga bilang, uanglah tahta terluas yang bisa membantu hidupnya.

Terbilang santai saat Jennie menyeletuk "biar gue yang urus" tentang kepindahan kerja dan tempatnya tinggal. Dimulai perpindahan kantor dari Jakarta ke Bandung, kemas-kemas barangnya, persiapan apartemen di Bandung, kendaraan-kendaraan mereka, atau segala cara yang Jennie katakan pada Ayahnya. Lisa tidak tahu apa-apa, dia hanya tinggal menunggu segalanya siap dan mereka melesat lagi ke kota kembang itu.

Pergi sedari subuh, sampai-sampai sekitar pukul 10. Keduanya sengaja mengambil hari kerja, dimana agar jalanan terpantau aman dan syukurnya rencana itu sesuai ekspetasi. Ruas sepanjang tol tidak ada kemacetan. Juga, keadaan langit yang tidak terlalu panas mengamankan dua kepala mereka dalam situasi aman. Biasanya kalau terlalu panas, Jennie dan Lisa bisa sama-sama tepar.

Tapi, mumpun cuaca di kuarter akhir ini meredam, setidaknya Bandung punya suhu minimum yang sejuk ketimbang panas tak berakal seperti ibukota.

Saat ini, keduanya sudah berada di apartemen yang dituju. Persis sama apartemen yang Jennie huni ketika masih menjadi mahasiswa. Bahkan saat Lisa mendorong pintunya, keadaan ruangan yang rapi selepas ditinggal itu, masih menyerbak bau yang membuatnya ingat masa-masa usang.

Saat pertama kali dia confess pada Tzuyu, kemudian berlari ke apartemen Jennie dengan tubuh basah. Kemudian mereka berbincang panjang alias Lisa yang meminta Jennie untuk menemani kegalauannya. Sementara perempuan itu justru lepas-lepasan tertawa seakan puas melihat cinta Lisa bertepuk sebelah tangan. Boro-boro diupahi atau ditenangi, Lisa justru dimaki dan dikasari agar menyudahi perjuangannya yang sia-sia. Terkadang, karakter-karakter Jennie demikian masih selalu muncul. Namun, setelah Lisa memutuskan untuk menjatuhkan hati padanya, dia menerima semua yang lahir dari Jennie.

"Gue ke apartemen ini pas dulu masih naksir Cuwi, ya." Celetuknya sambil menggeret dua koper besar ke ruang tengah, dan lalu terjatuh di sofa untuk meregangkan otot-otot tangannya sendiri.

"Sekarang masih naksir nggak?" Jennie pribadi sudah melengang ke dapur, berniat mengecek isiannya yang dia sendiri tahu pasti kosong sih.

"Nggak. Naksirnya sama anak papa Kim aja." Lisa tertawa pelan.

Di sana juga, diam-diam Jennie tersenyum geli. Mengulas balik dalam ingatannya sembari melamun depan kulkas, betapa konyolnya ketika dahulu ia benci sekali Si bawel ini, tiba-tiba akan mencintainya sehebat di sini.

Jujur, Jennie memang tak bisa menahan rasa cemburunya tiap kali mengingat fakta bahwa Tzuyu pernah lebih dulu dicintai kekasihnya. Namun, untuk memperpanjang masalahnya, mungkin bukan Jennie sekali. Biarlah urusan yang satu ini menjadi urusannya sendiri. Lisa punya hak, begitu pula Jennie untuk merapikan emosionalnya.

Bagi Lisa, menemukan Jennie jauh sudah lebih lama dari dugaannya. Tapi, untuk mengenal Jennie, tak bisa sejauh yang Lisa duga. Bahkan ketika mereka berada di SMA yang sama, Lisa tak pernah tahu kehidupan aslinya bagaimana. Watak baiknya dimana. Cara ketika dia menyukai orang. Terlebih, dengan semua pencapaian yang dia punya, Lisa tak tahu bagaimana ekspresi bahagianya.

Dia kerap kali menemukan kemenangan Jennie yang diselimuti wajah datar. Seperti kalanya dia keterima seleksi osis, juara paduan suara, dapat ranking di kelas, atau menjadi deretan siswa eligible. Terkadang, justru saat dia memiliki masalah, dia akan mengeluarkan senyum teduh di mulutnya. Sungguh, Lisa tak mengerti dengan semua itu lapas sebelum ia sedekat ini dengan Jennie.

Bandung Love Story | Jenlisa✔Where stories live. Discover now