A Venus In Blue Jeans (2023)

80 2 0
                                    

Blue jeans yang tampak biasa saja itu seketika mengundang gempuran anomali memori di dalam kepalaku.

Tiba-tiba aku mampu mengingatnya. Pertemuan kami yang kali pertama adalah di sebuah negeri tak bernama, jauh di masa lalu, di sebuah tempat dan waktu yang tak terukur oleh alat ukur manapun yang ada di Bumi.

Lagu lawas 'A Venus in Blue Jeans' entah versi siapa teralun ke seluruh penjuru kafe bersamaan dengan suara desis yang memancar dari balik meja tempat gadis muda itu berada.

Gadis yang sedang meng-steam susu untuk membuat cafe-latte itu masih tak menyadari jika sedang kupandangi sedari tadi. Hanya karena blue jeans yang sedang ia pakai itu, aku langsung tahu bahwa ini bukanlah pertemuan pertamaku dengannya. Sebelum ini, kami bertemu di sebuah medan perang antara dua negara berbeda yang saling berseteru. Ia adalah seorang anggota gerilya, dan aku adalah koloni pendudukan negerinya.

Pertemuan yang sebelumnya, aku adalah seorang jelata di sebuah kerajaan yang makmur, dan dia adalah seorang bangsawan yang hidup dalam lingkaran sendok emas.

Pertemuan sebelum itu, aku adalah bunga dafodil dan dia adalah kupu-kupu bersayap kuning.

Lalu memori pertemuan-pertemuan sebelumnya menumpuk di kepala bagai kartu truf yang dibuka satu per satu. Dan kalau dihitung, totalnya ada lima puluh satu kali pertemuan. Dalam sekian kali memori di masa lalu itu, semuanya memiliki kesan yang sama, yaitu—aku tak tahu mengapa bisa begitu—selalu tersangkut perasaan sedih yang tak terukurkan. Di titik ini, ketika aku duduk di sebuah kedai kopi yang ramai sambil minum long-black pahit di tengah kebuntuan dalam segala persoalan hidup, aku tak mampu mengingat 'kesedihan' macam apa saja yang terkandung di dalam memori-memori itu.

Aku melonggarkan kerah kemeja dengan membuka dua buah kancing paling atas, lalu duduk bersandar ke kursi, menarik nafas dalam-dalam, dan berusaha mengalihkan perhatian dari sosok anggunnya yang memakai blue jeans model pinggang tinggi ala era 80-an. Namun, rambut pendeknya yang poninya berseliweran seiring pergerakannya yang lincah tak dapat kuenyahkan dari sudut pandangan. Blue jeans itu semakin intens membuka satu per satu ingatan menyakitkan di masa lalu....

Keyakinan bahwa aku dan dia sudah pernah bertemu di kehidupan-kehidupan sebelumnya dan memiliki semacam ikatan yang belum terbayar lunas mencapai nyaris seratus persen. Namun, aku masih tak memahami mengapa aku harus mengingat hal itu di siang bolong yang biasa-biasa ini.

Ingin rasanya aku memastikan soal itu padanya langsung.

"Hei, apakah kau ingat padaku? Apakah kau punya memori soal kehidupan kita yang sebelumnya? Apakah kau tahu bahwa ini bukan pertemuan pertama kita?"

Rasanya ingin aku menghampirinya dan menanyainya demikian. Namun jika aku mulai menyapanya duluan dengan segala pertanyaan aneh macam itu, kemungkinan besar hal itu akan dianggap tidak layak dalam koridor norma di dunia manusia ini.

"Tidak sopan seorang pak tua memperhatikan seorang gadis muda sampai seperti itu," seorang pemuda berbisik dengan agak mendesis. Itu cukup mengejutkanku. Seorang perlente dengan pin nama kafe itu di dadanya, duduk di hadapanku sembari menyodorkanku segelas long-black baru. "Bonus dari kami. Anda terpilih menjadi pelanggan keseribu bulan ini."

"Ah, terima kasih," jawabku pendek. Pemuda itu terus memandangku tajam ketika aku menarik gelas long-black untuk mendekat. Itu bukan sikap yang berlebihan, mengingat gerak-gerikku yang memang bisa dianggap mencurigakan untuk dilakukan seorang pria paruh baya pada seorang gadis muda.

"Memang gadis yang menarik, ya. Maksud saya, yah, cekatan, pandai, dan menawan. Sayangnya terlalu pendiam dan gelap," pemuda itu melirik si gadis berjins biru dan menunjuknya dengan dagu. Aku menyesap sisa long-black lama yang hampir habis, tak menjawab apa-apa. Pemuda itu lantas melirikku. "Pesonanya memang menarik semua lelaki dari segala rentang umur, ya. Apa Bapak tidak penasaran dengannya? Misal, parfum apa yang ia pakai atau berapa kali ia menyisir rambutnya?" tanyanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cerita dalam Secangkir TehWhere stories live. Discover now