5

115 17 4
                                    

Content warning : kekerasan, tindakan menyakiti diri sendiri.

Sebagian adegan mungkin dapat men-trigger para pembaca, jadi dimohon kebijaksanaan dalam memilih bahan bacaan. Terima kasih🙏🏻🫶🏻






Sepasang kaki panjang berlari dengan terburu-buru menuruni tangga dari lantai tiga menuju ke lantai dasar. Wonyoung bahkan tidak menghiraukan teguran sang guru yang menyuruhnya untuk tidak berlari di lorong. Kecemasan dan kekhawatiran memenuhi seluruh pikirannya saat mendengar kabar Jiwon yang tiba-tiba tak sadarkan diri saat pelajaran olahraga. Suara pintu kayu yang dibuka dengan kasar mengagetkan seorang perawat yang berjaga di dalam ruang kesehatan. Gadis itu membungkuk seraya meminta maaf atas kelakuan tidak sopannya. Pelan-pelan, ia berjalan menuju ke sebuah ranjang yang seluruh tirainya tertutup. Wonyoung menyibak tirai dengan perlahan agak tidak mengganggu Jiwon yang terlihat sedang terlelap dan duduk di sebelah ranjang.

"Ya Tuhan... Kim Jiwon..." ujarnya lirih saat melihat memar berwarna keunguan di pergelangan tangan Jiwon. Pipi kirinya terlihat sedikit bengkak, poninya yang tersibak memperlihatkan plester di sudut atas dahi kanannya. Darah yang sudah mulai mengering terlihat pada robekan di bibir bawahnya. Tanpa perlu bertanya, Wonyoung tahu pasti siapa yang menyebabkan semua luka-luka itu. Ini baru yang terlihat, bagaimana dengan luka lain yang disembunyikan oleh Jiwon? Ia menggenggam tangan Jiwon lembut dan mengusapnya pelan.

"Maafkan aku, Jiwon-ah... maaf..."

Gadis yang berbaring lemah itu mengerang dan menggeliat pelan. Wonyoung yang menyadari pergerakan Jiwon dengan cepat memanggil perawat. Ia memperhatikan perawat memeriksa kondisi Jiwon yang terlihat begitu kesakitan.

"Astaga! Kita harus segera membawamu ke rumah sakit." seru perawat itu cemas.

"Kenapa? Apa yang terjadi, Ssaem?" tanya Wonyoung khawatir.

"Jiwon-ah, apa kau bisa merasakan tanganku? Bagaimana dengan jarimu? Apa kau bisa menggerakkannya?" tanya perawat itu pada Jiwon yang mengangguk lemah. Saat perawat itu mencoba menyingkap lengan seragam Jiwon, gadis itu tiba-tiba berteriak dengan cukup keras. Pemandangan di depannya membuat kedua mata Wonyoung membulat kaget. Lengan kiri Jiwon terlihat membengkak dan merah, bentuk lengannya terlihat sedikit aneh, ia juga terlihat sangat kesakitan dan tidak bisa menggerakkan lengannya sama sekali.

"Wonyoung, cepat ambil bidai dan perban di dalam lemari! Sepertinya kita harus segera bergegas."

Setelah mengambil barang-barang milik Jiwon dari dalam kelas, Wonyoung membantu perawat itu untuk memapah Jiwon masuk ke dalam mobil. Erangan kesakitan terus meluncur dari mulut Jiwon di sepanjang perjalanan mereka ke rumah sakit. Wonyoung dengan sigap memapah Jiwon masuk melalui pintu gawat darurat selagi perawat memarkirkan mobil.

"Hati-hati..." ucap Wonyoung cemas saat membantu Jiwon naik ke atas ranjang. Ia menatap Jiwon dengan penuh kekhawatiran. Wonyoung tidak pernah melihat Jiwon berada dalam kondisi seburuk ini. Ia sudah sering mengobati Jiwon di rumahnya secara diam-diam. Biasanya gadis itu hanya mengeluh beberapa bagian tubuhnya yang terkena pukulan dan tendangan sang ayah terasa ngilu, tetapi melihat Jiwon yang terbaring dengan bidai yang terpasang pada lengannya membuat hati Wonyoung terasa sakit.

"Maafkan aku, Jiwon-ah." Wonyoung duduk di sisi kanan Jiwon dan menggenggam tangan gadis itu erat. "Seharusnya aku menjawab teleponmu, tapi pikiranku benar-benar kacau setelah kita kembali dari rumah teman Hyunseo."

"Tidak apa-apa, Wonyoung-ah. Aku mengerti, kau pasti cukup kepikiran soal itu. Lagi pula, aku tidak ingin terus-terusan merepotkanmu."

"Tidak, aku tidak merasa direpotkan sedikit pun." Wonyoung menggeser duduknya menjadi lebih dekat pada Jiwon. "Apa kau ingin membicarakan hal ini?" tanya Wonyoung lembut.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 15 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Untouchable | LizreiWhere stories live. Discover now