17 SAH

85.7K 6.2K 495
                                    

Wanita itu pernah melihat bagaimana indahnya daun yang berjatuhan di Jepang ketika musim gugur. Saat itu ada kunjungan bersama Abyasa di pernikahan kolega yang paling Abyasa perhatikan karena dari sekian banyak orang penting di sekitar pria itu, kolega yang satu ini adalah yang paling mendukung majunya Abyasa menjadi direktur di Century Giant.

Semua terlihat begitu cantik bahkan meski itu adalah pertanda di mana pepohonan akan kehabisan banyak daun di tangkainya sampai musim semi berikutnya tiba.

Gugur yang paling indah.

Karena selain hal itu, tak ada yang menjadi lebih menawan, alih-alih menyakitkan.

Seperti yang Jemima alami saat ini. Mimpi yang ia rangkai satu persatu, berharap asa itu mampu membuatnya bahagia di kehidupan baru yang akan ia tempuh satu persatu jatuh berguguran hingga rasanya tak lagi bersisa.

Mimpi-mimpi yang sempat ia ceritakan pada pria yang malah tinggalkan dirinya tanpa kata tepat di hari yang ia kira akan menjadi hari paling membahagiakan, namun kini jangankan mengulang lagi mimpi yang telah ia sulam. Mengingatnya saja membuat Jemima tak sanggup bahkan untuk bernapas dengan normal.

Kesedihan terus menaungi dirinya seperti mendung yang hanya akan memberikan tangis.

Kisahnya berujung tragis. Semua asa beralih menjadi putus asa.

Sekarang dengan pilu yang harus disembunyikan karena enggan menambah beban di hati orangtua yang masih berduka meski hari besar yang telah mereka rencanakan tak sepenuhnya gagal, Jemima yang tak mampu mengangkat kepala duduk di samping pria yang bahkan tak pernah sama sekali ia bayangkan akan menjadi pendampingnya.

Sekalipun tak pernah ia bayangkan hal itu karena bukan masalah layak tak layak melainkan Jemima masih memikirkan usia yang ingin panjang. Tapi ... Tuhan sepertinya memang suka membuat ia tersiksa. Bukannya menjauhkan mereka, hari ini Abyasa malah menjabat tangan ayahnya.

Terasa susah menelan ludah setelah sang ayah selesai mengucapkan akad tanda jika ia menerima putrinya dipinang oleh pria yang diharapkan menjadi imam dalam rumah tangga, Jemima yang merasakan keringat kian banjiri telapak tangannya, spontan menggenggam jemari pria di sampingnya yang baru akan membuka mulut untuk ucapkan ijab kabul.

Dengan kepala yang senantiasa tertunduk, ia remas jemari Abyasa yang terdiam, urung melafalkan janji sucinya. Wanita itu masih berkalung ragu, namun ia bahkan tak mampu tuk hentikan apapun meski jeda yang Abyasa ambil untuk tak secepatnya menghalalkan Jemima untuknya, mencipta rasa heran disertai suara-suara berbisik yang terdengar dari para tamu yang menyaksikan.

Sementara itu Abyasa yang tahu betul jika Jemima sama sekali tak inginkan ini terjadi dan barangkali sampai kapanpun tak akan pernah menghendaki ia menjadi suami wanita ini, menunduk untuk melihat kepalan tangannya yang berada di atas paha yang kini diselimuti oleh jemari Jemima yang terasa bergetar.

Tetap bungkam untuk memberi waktu Jemima sampai risau itu berkurang, suara panggilan dari Wiono di depannya membuat ia melihat ke arah pria berkumis tebal itu.

"Kenapa, nak?"

Menggeleng samar disertai senyum tipisnya untuk hapus rasa cemas di wajah calon mertua, Abyasa yang duduk bersila lalu mencondongkan tubuh ke arah Jemima yang tak kunjung lepaskan genggaman di punggung tangannya, membuat selendang yang menutupi kepala keduanya jatuh ke sisi bahu masing-masing.

"Boleh aku ucapkan sekarang?" izinnya pada wanita yang tak sama sekali menutupi perasaan enggan karena menikah dengannya sambil memperbaiki posisi selendang putih agar kembali tersampir di kepala mereka.

Saat ini Abyasa merasakan sakit sedang menghukum hatinya karena penolakan yang wanita ini perlihatkan rasanya jauh lebih buruk daripada ketika Jemima mengatakan ingin menikah.

Personal Assistant : WIFE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang