10

138 4 0
                                    

Pemuda yang bernama Arsen tersebut tengah gelisah akan besok calon tunangannya itu akan menjawab semua kekhawatirannya, namun ia selalu menjadi terpikirkan oleh masalah itu.

Kini pemuda tersebut tengah merebahkan tubuhnya dikeranjang menatap langit-langit atap kamarnya. Helaan nafas terdengar lumayan keras, mungkin saja dirinya lelah.

"Pa ... Vera akan menerima gua? Sementaranya ... Gua khawatir akan Vera malahan suka sama Pradhika, sahabat gua sendiri." monolognya dengan larutan wajahnya yang gelisah.

Arsen mengacak-acak ramputnya hingga berantakan. "Gua ovt bangsat! Bisa-bisanya mereka saling suka dan gua ngerasa gua jadi nikung mereka."

Pemuda itu menggelengkan kepalanya pelan. "Gua ga biarin Pradhika akan rebut Vera dari gua, gua ga akan biarin semuanya akan bisa nyentuh Vera seenaknya aja." geramnya.

Sementaranya, diposisi Vera ...

Malam ini bagi seorang gadis itu seharusnya senang akan bisa meleluaskan masa remajanya untuk belajar maupun bermain, namun tidak dengan gadis ini.

Vera membuka jendela kamarnya perlahan, ia berdiri di depannya, kemudian menghirup udaranya.

"Gue ga sangka, bisa-bisanya gua dijodohin sama sahabatnya Pradhika, sementaranya, gue malahan kepikiran sama Pradhika, bukan Arsen." kata Vera lirih.

Vera mengusap-usap puncak kepalanya dua kali. "Pradhika ... Maafin gue ..."

"Gue bingung gue harus jawab apa besok, apa gue mampu jawab yang sejujurnya? Sementaranya ... Gue ga enak hati sama tante Devi. Dia baik banget, apa lagi deket sama bunda ..."

Jujur setelah acara tadi sudah selesai, ia langsung pergi kekamar tanpa perpamitan dengan kedua orangtuanya Arsen. Apa lagi, sejak tadi Arsen terus saja menelfonnya.

Handpone Vera bergetar dan berbunyi membuat Vera menoleh kearah sumber suara yang terletak diatas meja belajarnya. Ia berjalan menghampirinya, dan menatap layar yang tertera nama, yaitu Arsen.

Vera berdecak kesal ketika menatap layar ponselnya itu. "Ngapain si dia nelfon terus?" dumelnya sambil memegang ponselnya pun mengangkat panggilan itu.

"Hm, kenapa?"

"Gapapa, lo kenapa tadi tiba-tiba langsung masuk kamar? Lo marah sama gua, Ver?"

"Apa.. Gua punya salah sama lo?"

"Ver... Gua ga mempermasalahkan nantinya lo mau jawab apa besok, yang penting itu lo jujur, bukan kebohongan."

"Gue ga marah sama lo. Dan, lo yakin tetap mau nunggu jawaban dari gue, Ar?"

"Why not? Kenapa tidak? Ver, apapun gua akan tungguin lo. Semoga besok, lo ga akan bikin gua kecewa ataupun bunda lo."

"Hm. Gue harap begitu."

                                      ****

"Kenapa kemarin lo ga datang? Dan chat gua kenapa lo ga dibalas?" tanya Pradhika ketika memegang tangan Vera tepatnya di depan gerbang.

Ketika Vera ingin melewati Pradhika untuk masuk kekelasnya, namun malahan ia dipegang tangannya oleh pemuda itu.

"Urusannya sama lo apa?" tanya Vera dengan judesnya tanpa melirik kearah sampingnya.

Pradhika tersenyum smirk, "lo lupa apa, perjanjian kita?"

"Gue ga lupa, tapi itu cuma sementara, Dhika. Ga akan selamanya, dan ingat, kita cuma pura-pura!" tegasnya dalam berucap.

Pemuda itu menganggukkan kepalanya, lalu melepaskan tangannya, kemudian ia berjalan dibelakang gadis itu, setelahnya, ia berdiri disamping kirinya. "Kalo selamanya, lo sanggup?"

Mendengar hal itu langsung saja membuat Vera menoleh takjub, tentu saja kaget. "Ngomong apa lo barusan?"

Pradhika kekeh mendengar pertanyaan dari mulut dari gadis itu, apa lagi, wajahnya penuh kekegelisahan. "Kalo selamanya...  Apa lo sanggup, Vera?"

"Becanda lo? Ga lucu, pagi-pagi udah becanda, garing tau ga!?" Setelah mengatakan hal tersebut, Vera langsung berjalan tanpa pamit kepada pemuda yang berada disampingnya itu.

Pradhika mengendus kesal melihat Vera begitu saja meninggalkannya. Ia pun berlarian kecil pun menyusulnya, ia pun berjalan di depannya berjalan mundur. "Ver, masa lo ga ngerti gitu aja!?"

"Ver..." lirihnya. Ia memegang paksa tangannya, Vera menoleh dan jalannya terhenti karena ulah Pradhika. Jujur saja Vera mengerti apa yang Pradhika maksud, namun tetap saja, ia tak paham dengan ucapannya itu.

Vera memutarkan bola matanya malas ketika ia berhadap-hadapan dengan Pradhika. "Lepasin ga?"

Pradhika menggelengkan kepalanya. "Gua ga akan lepasin sebelum lo jawab pertanyaan gua, Serlina Vera Cantika!"

"Wajib emangnya?"

"Iya. Karena gua ini serius, gua ga lagi becandain lo, Ver. Gua benar-benar dari kemarin gua frustrasi, gua gamau sama Permata!!" adunya pada Vera.

"Terus kenapa lo lempar ke gua begitu? Dhik, lo yang punya masalah seharusnya lo bisa nyelesain masalah lo sendiri, bukannya lo yang malahan bikin tambah masalah!" sentak Vera dibuat bingung oleh Pradhika.

Alis Pradhika terangkat. "Lo kenapa berubah begini, Ver? Bukannya lo menerima perjanjian itu? Ver.. Lo ada masalah apa, sini cerita sama gua.. Gua ga suka kalo lo begini, lo kenapa, hm?"

Bukannya menjawab pertanyaan tersebut malahan ia berusaha melepaskan tangannya itu, dan berlarian menuju kelasnya. Pradhika ya berusaha untuk mengejarnya malahan dicegah oleh Arsen yang sendari tadi mendengar semua membicaraan mereka.

"Gausah dikejar." cegah Arsen pada Pradhika.

Pradhika dengan keras kepalanya ia menggelengkan kepalanya. "Ga, gua harus bicara sama Vera! Dia kenapa?"

"Seharusnya gua yang nanya begitu, lo kenapa bawa Vera ke masalah hidup lo? KENAPA LO BAWA BAWA VERA!!" hentaknya pada Pradhika. Arsen menatap dingin padanya.

"Karena masalah lo ga suka sama cewe, dan lo manfaatin Vera? Bagus lo begitu? BAGUS LO BEGITU? GUA NANYA SAMA LO DHIKA!"

Pradhika terdiam. Ia bingung harus mengatakan apa pada sahabatnya itu, ia sudah tau masalahnya.

Arsen tersenyum smirk ketika melihat Pradhika hanya diam tak bisa menjawab apa-apa. "Lo pengecut. Asal lo tau, ya. Dia calon istri gua, gua ga akan biarin lo yang memenangkan semuanya."

VERA & KETOS GALAK { TAMAT }Where stories live. Discover now