11

130 2 0
                                    

"Maksudnya apa lo bilang gitu, Arsen!" teriak Pradhika mengejar Arsen yang berjalan begitu cepat darinya.

"Kalian pada kenapa? Mukanya begitu," protes Kavian ketika melihat kedua sahabatnya cemberut di depannya.

Arsen menatap datar ketika alangkahnya terhenti ketika Kavian menghadangnya. "Gua ga ada masalah apa-apa. Yang punya masalah tuh, dia!" tuduh Arsen pada Pradhika.

Kavian langsung spotan melirik kearahnya. Arsen menatap malas padanya. "Masalah apa lo? Diem-diem punya masalah ga cerita lagi. Lo sebenarnya anggap kita apa emangnya?"

"Gua ga ada maksud buat itu.. Gua..." ucapnya berbata-bata kepalanya menunduk.

Arsen tersenyum smirk, "masih ga mau ngaku lo? Seberat itu kah buat jujur, hm?" tekannya.

Kavian pun menghampirinya, kemudian menepuk bahu kirinya. "Ada masalah apa, Dhik? Ga biasanya lo kek gini. Kita itu sahabat, Dhik, seharusnya kita tuh bisa jadi orang yang selalu ada buat lo. Jangan malahan kek gini, lo ga ada masalah ataupun ada tetep aja diem."

"Ada apa?" ulangnya lembut.

Pradhika menghelakan nafasnya kasar sampai terdengar oleh kedua sahabatnya itu. Kavian masih senantiasa menunggu jawaban darinya. "Gua mau dijodohin..."

Kavian pun langsung melotot tak percaya ketika sahabatnya itu mengatakan hal seperti itu. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya. "Ngawur lo. Ga lucu!"

"Buat apa gue ngelawak segaring ini, Vian? Lo yang suruh gua cerita bukan? Lah ini. Gua cerita, gua dijodohin sama bokap gua, sama Permata. Hari ini, dia masuk sekolah, disini. Gua uda coba buat nolak mentah, Vian. Tapi lo tau sendiri kan? Bokap gua itu gila harta. Gua gatau harus gimana biar dia ngerti, gua udah coba bawa Vera buat jadi pacar pura-pura gua, tapi gagal." Pradhika pun memberitahu semuanya.

"Gila lo, Dhik." saut Arsen tak habis pikir pada sahabatnya.

"Yakin, gua ga percaya sama lo. Kenapa lo kalo punya masalah malahan buat masalah? Vera ga salah apa-apa, lo buat masalah!" geram Arsen.

"Ck, kalian berdua ini! Kalian kenapa? Masalahin Vera? Lo berdua suka, iya!?" Kavian memijat peningnya pusing karena masalah ini.

"Iya." jawab Arsen seru membuat Pradhika tadinya ingin membuka suara jadi diam karena itu.

Arsen melirik kearah Pradhika kembali. Kemudian tak lama melirik kearahnya, ia menatap kearah depan. "Kenapa lo? Suka sama calon tunangan gua?"

Pradhika menggelengkan kepalanya cepat sebagai jawaban. Setelahnya, ia melangkah menuju kelasnya itu. Kavian pun terasa membimbang untuk menasihati sahabatnya itu, ia menatap punggungnya hingga sudah tak ada lagi.

"Calon tunangan apa maksud lo?" 

Arsen tersenyum senang, "iya. Gua sama Vera dijodohin, kenapa?"

"Ha!? Gila lo, ya? Lo juga ga cerita sama gua? Kalian berdua kenapa si? Gua ga habis pikir sama kalian berdua."  Kavian mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Ya ini gua cerita sama lo. Emang gua salah misalnya dijodohin sama Vera? Lagian lo tau juga, kan, Vera itu sama kaya Tara."

Kavian menggelengkan kepalanya. "Beda, Arsen. Vera ya Vera, Tara ya Tara!" bantahnya.

Gua yakin, Pradhika ada sesuatu. Batin Kavian.

                                   -OooO-

Bel sudah berbunyi sejak 1 menit yang lalu, membuat siswi dan siswa sudah rapih dikelas. Suara sepatu pun sudah mereka hafal setiap langkah dan suaranya.

"Selamat pagi anak-anak," sapa bu Virna selaku guru mata pelajaran bahasa indonesia pada hari ini.

"Pagi buuu!" seruan mereka dengan cerianya.

Bu Virna pun tersenyum senang melihat keaktifan muridnya pada hari ini. "Baik anak-anak, ibu senang jika mengajar di sini, aktif ya kalian. Jadi, semoga jika ada murid baru kalian bisa akrab, ya." katanya memberitau.

"ADA MURID BARU YA BU?" teriak salah satu murid di sana.

Bu Virna menganggukkan kepalanya serayu ditanya. "Betul, hari ini ada siswi baru. Silakan masuk,"

Seorang gadis pun memasuki kelas, kelas pun menjadi geboh dengan pesona siswi yang masuk menjadi murid baru dikelas ini. Memang, tampangnya cantik, ramputnya sepanjang perut, meskipun hidungnya pecek tetap saja cantik, bola matanya hitam.

"Halo semuanya, perkenalankan nama aku Permata." sapa gadis itu yang bernama Permata pada mereka.

Setelah sudah berkenalan dengan murid baru itu, mempelajaran pun dimulai. Sampai mata pelajaranpun berakhir untuk istirahat pagi.

"Vera, kamu mau kekantin? Aku mau ikut, boleh?" tanya Permata pada Vera ketika Vera dan kedua sahabatnya itu berdiri secara bersamaan.

Vera menatap sinis padanya, "hm, ya."

Permata pun membalas senyum tipis, ketika Vera membalikkan tubuhnya itu, kemudian berjalan dan Permata berada di belakangnya.

"Ver, lo sama Permata kaya uda saling kenal aja. Kenal di mana lo?" bisik Dista padanya seperti mengajak ghibah saja.

Vera menganggukkan kepalanya mengaku membuat gadis yang di samping kirinya menaikkan satu alisnya heran. "Kenal di mana lo?"

"Males ah gausah mbahas itu. Gue laper, bukannya gratisin gue makanan malahan ghibah gajelas!" ketus Vera lalu pergi meninggalkan mereka bertiga.

Sepanjang jalan, Vera berjalan sendirian dan kedua sahabatnya menatap Vera bingung karena sikapnya menurutnya ada yang berubah.

"Ta, Vera kenapa?" tanya Nabila menaikkan kedua alisnya heran.

Dista menaikkan kedua bahunya, kemudian ia menggelengkan kepalanya tidak tahu. Permata yang melihat itu pun mulai menghampiri kedua remaja di depannya.

"Lah? Veranya mana?" Permata bertanya pada kedua remaja di depannya itu menatap bingung pada mereka.

"Tuh," tunjuk mereka kearah Vera yang sudah sampai dikantin.

Otak Permatapun memutar seolah-olah berpikir. Dia lagi badmood kah? Pikir Permata.

Tanpa berpikir panjang lagi, ciwi-ciwi ini langsung menyusul Vera yang sudah duluan kesana tanpa menunggunya. Dasar aneh.

"Lo kenapa ga tungguin kita, Vera? Ada problem?" Nabila bertanya pada Vera yang tengah memasang wajah datarnya itu serayu duduk berhadapan dengan Vera.

Permata menganggukkan kepalanya menatap wajah Vera serayu duduk bersebelahan dengannya. "Kamu ada masalah apa, Vera?"

Dista masih saja mengamati gerak-gerik Vera yang masih saja tidak ingin bicara. Pening jadinya, mereka tampak bingung, sebelumnya adanya Permata, Vera baik-baik saja, namun, sekarang? Tidak. Apa Permata menyebabnya? Pikir Dista.

"Ngapain lo memutuskan sekolah di sini, Permata?" Vera melirik kearah Permata sejenak, membuat kedua sahabatnya pun menjadi salah fokus pada Permata.

Kedua bola mata Permata pun mengarah kekanan dan kekiri, kepalanya menunduk, bibir bawahnya digigit. Nabila menaikkan satu alisnya, "bisa jawab, Mat?" ketusnya.

Vera menghelakan nafasnya kasar tidak ada jawaban apapun dari Permata. "Meskipun lo ga jawab gue udah tau. Gue cuma memastiin aja, jawaban lo bener atau ngga sama feeling gue ini. Dan, nyatanya apa? Bener." Vera tersenyum getir.

"Kamu benar, Vera. Aku sekolah di sini supaya deket sama kak Pradhika, seperti kamu deket sama dia. Bukannya kamu pacarnya, betul kan? Kamu ada diajak diner sama dia." Permata pun mulai mengkompor-komporkan.

VERA & KETOS GALAK { TAMAT }Onde histórias criam vida. Descubra agora