Misi 12 - Terkuak

1.8K 447 56
                                    

Oscar terduduk di lantai, tepat di depan pintu ruang ICU. Kalimat dokter pada orangtuanya, masih terngiang-ngiang di kepalanya.

Flashback On

"Kami wali dari pasien yang bernama Madeline, dok." Ucap ibu Oscar

Setelah orangtua tiba di Rumah Sakit, Oscar langsung menarik ibunya untuk segera menemui dokter yang sebelumnya menangani Madeline. Tentunya diikuti oleh sang ayah dan Airys.

Sehingga disinilah mereka berada namun hanya orangtua Madeline yang diizinkan masuk, sedangkan Oscar dan Airys menunggu di depan pintu.

Meski Oscar tengah bergelut dengan pikirannya, namun sebisa mungkin dirinya memasang telinga setajam mungkin agar dapat mendengar perkataan dokter. Beruntung ruang praktek dokter itu sengaja tak ditutup rapat oleh ayahnya. Ayah Oscar mengerti bahwa Oscar pasti ingin tahu perihal kondisi Madeline.

"Baik, pak, bu, kondisi pasien Madeline saat ini sangatlah kritis namun kami tak dapat melakukan tindakan karena memerlukan tanda tangan persetujuan dari pihak pasien sendiri, terlebih berdasarkan kesimpulan yang saya dapatkan, bahwa pasien Madeline ini adalah tanpa suami, benar?"

Ibu dan ayah Oscar saling menatap sebelum mengangguk membenarkan. "Memangnya kondisi seperti apa, dok? Bukankah kami sebagai wali dapat memutuskan?"

Dokter, "maaf bila lancang namun bila posisi bapak dan ibu masihlah mertua secara hukum, mungkin pihak Rumah Sakit dapat mengizinkan. Namun, saat ini posisi bapak dan ibu, tidak lain adalah pihak luar meskipun bapak dan ibu memegang surat wasiat mendiang orangtua Madeline. Kasus pasien Madeline, tidak dapat diputuskan oleh pihak luar. Bila memang tidak ada wali yang masih memiliki hubungan darah, maka harus pasien Madeline sendiri yang memutuskan. Tapi berhubung bapak dan ibu masih dianggap wali secara wasiat, maka saya akan memberitahukan kondisi pasien saat ini saja."

Perasaan buruk seketika menghinggap dalam hati ayah dan ibu Oscar, begitupun Oscar sendiri yang berada di luar, mendengarkan.

Sang dokter menghela nafasnya sejenak sebelum menjelaskan. "Pasien Madeline mengidap kanker rahim stadium 4..."

DEG

DEG

DEG

Baik ayah, ibu, Oscar, dan bahkan Airys membeku mendengar itu. Kanker dan stadium akhir itu sama saja persentase hidup yang dimiliki adalah rendah. Mereka tahu itu.

Tangan Oscar sudah mengepal dan mata memerah. Airys sendiri sudah menutup mulutnya, tidak percaya.

"Apa? Lalu segeralah ambil tindakan! Selamatkan Maddie!" pekik ibu Oscar yang shock dan khawatir. meski Madeline bukan lagi menantunya, namun Madeline sudah seperti putrinya sendiri. Sungguh, bila Witchy dan Airys mendengar ini, mereka akan tertawa miris. Bila menganggap putri, lantas ibu mana yang tega menyakiti perasaan putrinya sendiri hanya demi keturunan? Ah, mungkin ada namun itu adalah orangtua egois.

Dokter itu mengerti dan tak mencegah kepanikan pasangan paruh baya di depannya. Dokter tersebut memutuskan untuk kembali membahas hal lainnya yang penting. "Kami memang bisa mencoba melakukan pencegahan agar sel kanker tidak berkembang lebih banyak, dengan cara mengangkat rahim pasien dan melakukan kemoterapi. Pengangkatan rahim dilakukan karena memang kanker pasien telah menginjak stadium akhir, inipun dilakukan agar mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain dan kemoterapi untuk membunuh sel kanker itu sendiri...."

Belum selesai dokter berbicara, ibu Oscar langsung meraih tangan dokter tersebut dengan matanya yang berlinang air mata. "Kalau begitu lakukan, dok. Nyawa Maddie sangat penting. Meskipun kemudian hari Maddie tidak bisa hamil, kami akan memberinya pengertian, yang penting Maddie sehat dulu. Kami mohon, selamatkan nyawa Maddie."

Witchy - The Hidden GoddessWhere stories live. Discover now