2709 🤎 Reihan dan Teh Favoritnya

27K 3.6K 1.1K
                                    

Suasana pagi di asrama begitu lembut dan segar, dengan sinar matahari yang perlahan mulai menyinari langit. Udaranya mengundang rasa kesejukan pada setiap hembusan angin. Di antara ruangan asrama, dapur menjadi pusat perhatian, diterangi oleh cahaya hangat yang bersinar dari dalam.


Reihan, dengan gerakan yang akrab, berada di dapur. Langkahnya lembut saat ia menuangkan air mendidih untuk teh kesukaannya. Aroma teh yang harum langsung memenuhi udara.

Sementara itu, di kamar-kamar asrama lantai 7, beberapa masih dalam pelukan tidur pagi mereka. Kelelahan dari perjalanan semalam masih terasa.

Marka terlihat muncul dari kamarnya, mengikuti jejak aroma yang menggoda hingga akhirnya ia tiba di dapur. Dengan mata dan senyuman kantuk, ia menemukan Reihan dengan segelas teh favoritnya yang sudah siap di atas meja.

"Pagi," sapa Marka.

"Pagi juga. Mau teh?" tanya Reihan.

Marka mengangguk. "Boleh, deh."

Reihan dengan santai menuangkan segelas untuk Marka. Mereka duduk bersama di meja dapur, memulai hari dengan cangkir teh di tangan.

"Yang lain masih tidur?" celetuk Marka.

"Kayaknya iya."

"Sumpah sih, gue semalem udah takut banget itu, pas pulang dari pantai," ungkap Marka.

"Tentang Haikal?"

Marka berdeham. "Dia bener-bener luka separah itu, Rei."

Reihan mengaduk-aduk cangkir tehnya sambil menimpali. "Tapi kayaknya Haikal itu salah satu yang paling kuat di antara kita, Bang. Dia pernah ngelewatin banyak hal buruk, tapi tetep tegar gitu."

Marka mengangguk, ekspresinya menerangkan bahwa kesadarannya masih terasa buram akibat tidur yang belum sepenuhnya hilang. "Iya, bener juga. Gue kagum sama dia. Tapi tadi malem, pas liat dia bener-bener nggak sadarkan diri, itu kayak flashback ke kecelakaan sebelumnya. Gue nggak pengen dia harus lewatin lagi semua rasa sakit itu."

Reihan mengangguk paham. "Gue ngerti, Bang. Kita semua pengen yang terbaik buat dia, dan kita ada di sini juga buat dukung dia. Kita udah lewatin banyak hal sama-sama, dan ini nggak akan jadi pengecualian."

Marka tersenyum lemah. "Iya, bener juga. Kita semua punya satu sama lain, kan? Dan kayaknya pagi ini, teh hangat buatan lo ini ngebantu banget buat ngingetin kita tentang itu."

"Bener banget," Reihan menjawab sambil tersenyum. "Teh hangat itu kayak persahabatan yang bikin kita ngerasa nyaman dan deket. Jadi, kita bisa bilang, kita ini kayak teh hangat satu sama lain, selalu ada dan selalu berusaha buat bikin hari-hari jadi lebih hangat dan nyaman."

Dalam suasana pagi. Di tengah cangkir-cangkir teh yang hangat, mereka merasakan kehangatan dari kebersamaan yang telah terjalin lama. Meskipun masih ada rintangan dan tantangan di depan, mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian.

"Ngobrol sama lo tuh gak akan jauh dari estetika sama filosofi, ya, Rei," celetuk Marka lanjut menyeruput tehnya.

Reihan hanya tertawa kecil. "Nggak juga, sih, kumatan aja. Tapi kalo yang ngobrol sama gue bukan lo tapi Aji, bukannya paham, mungkin gue langsung diajak Olimpiade sama dia."

Marka tertawa kecil. "Banyak tanya karena nggak paham lo ngomong apa."

"Bener."

Di tengah suasana yang tenang Marka dan Reihan duduk menikmati teh hangat. Tiba-tiba, Arga muncul dengan wajah penuh kepanikan dari dalam kamar. Tanpa berkata apa pun, ia bergegas menuju dapur dan menuangkan air hangat dari dalam termos dengan cepat. Keheranan tergambar jelas di wajah Marka dan Reihan.

SAPTA HARSA {TERBIT} ✓Where stories live. Discover now