Mencari Selendang Merah

17 1 0
                                    

"Aduh, ini jangkrik sialan berisik bener!" keluh Jayden, pria jangkung itu mengusap-usap telinganya merasa terganggu.

"Ini lagi, kenapa rumputnya bisa tinggi gini, ngalangin orang lain lewat aja. Anjrit lah!" lanjut Jayden seraya menghindari beberapa tumbuhan liar yang meninggi.

"Ah! Bangsat!" teriak Jayden saat kakinya tersandung sebatang ranting.

"Jayden, lo bisa diem kaga sih? Dari tadi toxic mulu kedengerannya. Inget kita lagi dimana!" bentak Lia yang sudah tidak tahan lagi dengan kebisingan yang dibuat Jayden. Gadis itu tengah sibuk menilik-nilik ke sekitar, barang ada satu tanda yang akan menjadi petunjuk mereka untuk kembali ke tempat perkemahan.

"Ya pantes buat di-toxic-in juga sih!" balas Jayden tak peduli.

"Terserah deh, dibawa siluman tau rasa lu!" desis Lia, sedangkan Jayden hanya mengedikkan bahu sebagai balasannya.

Setelah lebih dari setengah jam mengitari area perhutanan, Jayden dan Lia akhirnya menemukan tanda terakhir yang menunjukkan tempat tujuan mereka. Akhirnya mereka berhasil menyelesaikan tantangan.

Kegiatan tersebut ditutup dengan sukacita panitia dan peserta, sebagai hiburannya mereka menyiapkan permainan lain yang lebih menantang, yaitu arung jeram!

Jayden mengangkat tinggi-tinggi dayungnya sambil melolong, ia tampak begitu antusias. Lima menit kemudian, ia sudah berada di atas perahu karet yang membawanya mengarungi aliran sungai yang deras.

Berulang kali perahu karet yang ditumpangi Jayden dan kawan-kawannya terbalik, tetapi ia selalu berhasil untuk naik kembali. 

Perahu karet tersebut kembali terbalik untuk yang ke sekian kalinya, Jayden terbawa aliran arus hingga  meninggalkan jauh perahu karet beserta kawan-kawannya. 

Jayden berusaha mendekat ke arah satu batu besar di tepi sungai dan bertahan sejenak. Ia langsung maju ketika perahu karet yang ditumpanginya muncul, tetapi tanpa diduga pelampungnya tertahan oleh sebuah ranting kayu. Ia sedang berusaha melepaskan diri, ketika perahu karet melewatinya begitu cepat.

Ia berusaha memanggil-manggil kawan-kawannya, tetapi suaranya tertahan oleh suara arus yang deras. Jayden mulai terserang panik, ia kemudian mengalirkan dirinya kembali untuk menyusul perahu karet tersebut.

Namun, setengah jam ia mengikuti aliran sungai, tak kunjung juga ditemukan kawan-kawannya. Ia memutuskan untuk naik ke darat, karena kakinya terasa kebas.

Ia istirahat sejenak, sebelum akhirnya bangkit dan menyusuri jalan. Sekarang Jayden benar-benar buta arah dan bingung harus kemana. 

Tiba-tiba telinganya mendengar suara kecipak air dari kejauhan, ia mengikuti suara tersebut. Hingga akhirnya ia melihat punggung seorang wanita yang kelihatan sedang mencuci.

"Permisi ...." ucap Jayden. Sosok wanita itu berbalik, kemudian menatap Jayden.

"Mau numpang tanya ...." Kalimat Jayden tiba-tiba terhenti. Ia tak sanggup melanjutkan kalimatnya demi melihat sesosok wajah rupawan yang terukir begitu indah di hadapannya. Jayden belum pernah melihat wajah seindah itu sebelumnya. Mata, hidung, dagu serta bagian wajah yang lain seperti melebur padu membentuk mahakarya yang begitu layak untuk dipuja-puja.

Kini, mereka sama-sama terdiam. Jayden dengan tatapan terpesonanya, sedangkan sosok wanita yang memakai kemben berwarna putih itu kebingungan dengan cara bicara Jayden.

"Kamu berasal dari kahyangan mana wahai, Adinda?" tanya Jayden. Ia seketika tersadar dan meralat kembali ucapannya.

Setelah beberapa saat di situasi yang sama-sama membingungkan, wanita itu berteriak panik ke arah cuciannya yang hanyut terbawa aliran air.

The Chapters Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang