Amarah dalam Cermin

14 1 0
                                    

Suara sirine ambulans mulai berisik memecah keheningan pagi di sebuah perbatasan jalan yang memisahkan antara dua desa. Dua orang petugas segera mengevakuasi mayat laki-laki yang wajahnya hancur hingga tak bisa dikenali. Namun, tubuh yang masih terbalut pakaian itu tampak masih utuh. Hal tersebut bermula saat salah seorang warga yang sedang tandur melihat sebuah mobil memasuki parit, kemudian disusul dengan pemandangan mayat yang tergeletak di tepi jalan.

Warga segera memenuhi lokasi kejadian, berusaha melihat wajah mayat tersebut untuk membenarkan apa yang mereka pikirkan. Bisik-bisik mulai ramai terdengar menyebut hal yang serupa. Beberapa warga bergidik ngeri ketika mayat yang digotong petugas tersebut melewati mereka.

“Astaga, wajahnya kenapa bisa begitu!”
“Wajahnya hancur!”
“Siapa orang itu?”

Dengan cepat peristiwa itu mulai menjadi buah bibir masyarakat. Sontak saja sebuah rumor kembali hidup, setelah begitu lama dipaksa untuk dipendam. Untuk yang ke empat kalinya, peristiwa itu terulang lagi. Di tempat yang sama, dengan wajah korbannya yang selalu hancur.

***

“Halo, Bimo!” Arya memukul punggung Bimo yang sedang menikmati semangkuk bakso, hingga bakso yang sudah bersemayam dalam mulutnya jatuh kembali ke dalam mangkuk.

Bimo berdecak sebal, tetapi Arya mengabaikannya dan beralih kepada Ali dan Gogon, yang juga sedang mengisi perutnya. Mereka sedang menikmati waktu istirahat.

“Mayatnya udah diidentifikasikah?” tanya Arya yang bersiap menyantap bakso yang baru saja dipesannya.

“Woy, ga usah dibahaslah!” protes Ali, “Nafsu makanku hilang gara-gara itu asal kau tau!”

“Kenapa? Kau lihat muka hancur itu? Yang tulang mukanya remuk, terus dagingnya habis dimakan belatung … dan-“

“Sial, sini mulutmu kubekap pake sambel!” bentak Ali seraya mengacungkan wadah berisi sambal. Tatapannya begitu memangsa! Namun, keributan itu segera berhenti ketika pemilik kantin memarahi mereka.

“Denger-denger sih, yang kecelakaan itu dari kota.  Sepertinya dia mau berkunjung ke desa sebelah lewat jalan itu.” ujar Bimo setelah beberapa saat.

“Ah, paham. Mungkin dia nggak tau kalau jalan itu jalan angker.” balas Arya.

“Kau masih sebut itu kecelakaan, Bim? Udah termasuk teror itu!” sahut Gogon.

Kegiatan makannya yang penuh hikmat, tiba-tiba terusik oleh perkataan Bimo.

“Kalau emang itu teror, kenapa penerornya nggak pernah keliatan, atau setidaknya ada satu orang warga yang tau sosoknya!” balas Bimo dengan skeptis.

“Ya, mana bisa tau, kan penerornya itu hantu!” Gogon berseru, geram dengan pemikiran Bimo.

“Nggak taulah, pokonya gara-gara rumor itu aku harus lewat jalan lain yang lebih jauh kalau jemput ortu kerja. Nyusahin!” jelas Bimo dengan kesal.

“Jangan diremehin, Bim, udah ada empat korban gara-gara jal-“  Suara Gogon tiba-tiba terhambat, wajahnya meringis seraya memegangi lehernya.

“T-tolong, bakso … nyangkut ..” ucap Gogon tertatih. Wajahnya panik meminta pertolongan.

Ali di sebelahnya segera meragakan salah satu jurus silat yang pernah ia pelajari, dengan satu pukulan, bakso itu langsung loncat keluar dari dalam mulut Gogon dan … malah masuk ke mangkuk Arya.

Arya memandang nanar mangkuk baksonya.

***

“Mau kemana, Bim?” tanya Arya, matanya mengikuti saat Bimo beranjak hendak keluar kelas.

The Chapters Where stories live. Discover now